Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Fintech Enterprise - Ketika Jeli Melihat Peluang

13 Desember 2017   23:23 Diperbarui: 13 Desember 2017   23:39 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fintech Enterprise bersama Adrian Gunadi dan Marshal Pribadi, dipandu Ajisatria Suleiman | Foto: Rifki Feriandi

Fintech - Financial Technology. Istilah yang terkesan garang, keren nan membingungkan yang  terkadang membuat orang awam mengerutkan dahi. Padahal, bukankah arti Fintech bisa ditelusuri dari akar katanya: Financial dan Technology?

Mengacu kepada paparan Pak Muliaman D. Hadad, Ph.D - Ketua Dewan Komisioner OJK - pada kuliah umum tentang Fintech IBS, salah satu definisi Fintech dari satu sumber adalah "a line of business based on using software to provide financial services". Sebuah lini bisnis yang berdasarkan pemakaian perangkat lunak (teknologi) dalam menyediakan layanan keuangan (perbankan). 

Dalam paparan pembuka acara Sharing Knowledge bertema "Fintech Solusi Literasi di Era Digital" bersama penerima Danamon Enterpreneur Award 2017, Pak Ajisatria Suleiman - Executive Director Asosia FIntech Indonesia - sebagai moderator juga mengulas sedikit bahwa Fintech sebenarnya sudah berjalan lama. Jika disebut sebagai sebuah generasi, sekarang itu Fintech berada di generasi 3.0 atau 3.5. Masih ingat bukan awal layanan keuangan ketika seseorang bisa memesan produk melalui telepon dan membawa kekayaannya ke seluruh dunia tanpa khawatir dan tanpa masalah (melalui ATM atau kartu kredit). Lalu kemudian masuk perdagangan secara elektronik dan internet sampai munculnya internet banking. Itulah FIntech 1.0 dan 2.0. Dengan munculnya teknologi telepon selular dan telepon pintar, maka mulailah generasi Fintech 3.0.

Fintech 3.0 muncul bercirikan penyediaan berbagai alternatif pembiayaan alih-alih perbankan tradisional. Dalam istilah Jack Ma - juga dikutip dari presentasi Pak Muliaman - "internet Finance led purely by outsiders". Dan itulah yang dilakukan oleh Adrian Gunadi, CEO Investree, pemenang The Best Fintech of the Year 2017 Danamon Award. 

Adrian Gunadi, CEO Investree berbagi inspirasi seputar bisnis innovative disruption | Foto: Rifki Feriandi
Adrian Gunadi, CEO Investree berbagi inspirasi seputar bisnis innovative disruption | Foto: Rifki Feriandi
Pak Adrian - dengan latar belakang profesi bankir - melihat sebuah peluang besar dari sebuah alternatif pembiayaan dengan memanfaatkan teknologi. Alternatif pembiayaan yang bersifat tidak konvensional. Hal ini terkait kenyataan sangat sulitnya mendapatkan pembiayaan untuk usaha kecil menengah (UMKM). Padaha, UMKM (dan industri kreatif) sedang menjadi perhatian Pemerintah karena menjadi motor penggerak perekonomian. Pak Adrian memahami jika kapasitas pembiayaan perbankan tradisional masih belum bisa memenuhi kebutuhan pembiayaan itu. Kekosongan itulah yang beliau ambil sebagi sebuah peluang.

Dengan pemikiran sebuah "pinjam meminjam uang secara sederhana antar kawan atau saudara", beliau kemudian mengembangkan Investree sebagai salah satu alternatif pembiayaan, dengan biaya yang efisien dan terjangkau masyarakat. Dalam beberap tahun saja, Investree sudah melayani pembiayaan dari mulai 5juta rupiah sampai ukuran milyaran. Uniknya, Investree tidak bertindak sebagai pemilik modal, tetapi menghubungkan antara pemilik podal dan konsumen yang membutuhkan pembiayaan.

Saya pikir, Pak Adrian sangat jeli sekali melihat peluang. Beliau berhasil melakukan Disruptive Innovation ketika beliau"berhasil mentransformasi suatu sistem atau pasar dengan memperkenalkan kepraktisan, kemudahan aksesm kenyamanan yang ekonomis". Selain itu, beliau juga memperlihatkan kehati-hatian yang sangat tinggi dimulai dari meminta advis resmi dari OJK atau dari pakar hukum tentang keabsahan usaha alternatif perbankan tersebut. 

Rencana bisnis sebuah start-up financial technology dibuat dengan sangat matang termasuk didentifikasi dan mitigasi resiko. Dan hal lain yang patut diacungi jempol adalah ketika beliau mempertimbangkan  Generasi sekarang, dengan karakteristik sharing / "berbagi" - yang diimplementasikan dalam bentuk crowd funding.

Marshal Pribadi - PrivyID -
Marshal Pribadi - PrivyID -
Kejelian melihat peluang pun diperlihatkan Marshal Pribadi dari PrivyID sebagai The Best Promising Fintech of The Year 2017. Peluang yang sangat niche - tapi terbuka lebar, yang secara sederhana diibaratkan sebagai usaha "jualan tanda tangan". Ya, Pak Marshal mengambil sebuah kesempatan di kala teknologi menjadikan semua paperless namun dokumen tetap bisa sah karena di"tandatangan" secara resmi. 

Tanda-tangan elektronik yang dipakai selama ini hanyalah sebuah "foto" atau "image" dari tanda tangan basah, yang kemudian ditempelkan di dalam dokumen eletronik. Padahal, langkah demikian banyak diragukan dengan kenyataan bahwa tanda tangan itu bisa saja dipakai oleh siapa saja, bukan hanya oleh penandatangan. Padahal, maksud dari tanda tangan adalah bahwa si penanda tangan tahu dan bisa mempertanggungjawabkan dokumen yang ditandatanganinya. 

Untuk itu, PrivyID menyediakn sebuah tanda tangan yang unik, di mana hanya penanda tangan yang bisa melakukannya, meski dalam bentuk elektronik. Dengan metoda enskirpsi matematik yang mungkin bagi orang awam terasa rumit, Pak Marshal berhasil membuat sebuah tanda tangan elektronik yang justru mudah digunakan. Tentunya semuanya dengan mengandalkan teknologi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun