Mohon tunggu...
Rifan Zaini
Rifan Zaini Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa/ Sekretaris Dema/ Institut Ilmu Keislaman Annuqayah

menulis karya ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Kesetaraan Gender bagi Perempuan dalam Pendidikan

1 April 2023   19:24 Diperbarui: 1 April 2023   19:26 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Salah satu isu masih belum final diperbincangkan akhir-akhir ini adalah isu kesetaraan gender. Meskipun upaya penegakan keadilan, kesetaraan dan pemaknaan terhadap istilah gender khususnya mengenai masalah ketimpangan, keadaan,dan kedudukan. kesataraan gender dimasyarakat sering disuarakan bahkan  dijadikan bahan diskusi oleh kalangan aktivis perempuan. Memang harus diakui sampai saat ini perjuangan perempuan untuk memenuhi haknya masih langka. Tetapi perlu diingat, itu bukan ketidakmampuan perempuan, alasan mendasar ketidaksetaraan gender masyarakat diperbudak budaya salah memandang laki-laki sebagai pihak dominan dalam segala aspek kehidupan dan mengesampingkan peranan perempuan dalam tatanan sosial.

Kata kunci: Implemtasi kesetaraan gender bagi perempuan, pendidikan.

PENDAHULUAN

            Berbicara soal gender, tidak terlepas dari peran laki-laki dan perempuan. Banyak masyarakat masih belum mengerti pengertian gender sebenarnya, sehingga banyak diskusi tentang gender didunia cyberspace semisal paling populer facebook dan twietter. Adapun didunia akademisi baik kampuz Swasta maupun Negeri selalu mendiskusikan soal gender untuk menuntut haknya terkait dengan keadilan dan kesetaraan. Di Indonesia cukup beruntung, keadilan dan kesetaran gender mulai diperjuangkan sejak masa R. A Kartini dan Gus Dur, atas perjuangan mereka kesetaraan gender di Indonesia menjadi ujung tonggak kebebasan perempuan  untuk mendapatkan kesetaraan dengan kaum laki-laki. Kesetaraan gender sudah diperjuangkan oleh Nabi terakhir tentunya sikap Nabi dalam kesetaraan gender sangat mendukung sekali sebagaimana Al-Qur'an telah memberikan hak-hak hidupnya kepada perempuan seperti penceraian dan warisan. Akan tetapi sekarang semangat ruh Islam untuk menyelamatkan perempuan semakin kurang dengan adanya budaya patriarki untuk menciptakan kestaraan. Banyak kita temukan bahwa  perempuan di negara belahan dunia statusnya lebih rendah dari laki-laki dan terbelakang dalam hal segala aspek kehidupan yang mengalami emansipasi dalam konsep gender. Meskipun beberapa buku telah diterbitkan tentang kesetaraan gender.Namun,fakta masyarakat yang percaya budaya patriarki menempatkan kedudukan perempuan selalu disubordinasi dalam hal pendidikan, dalam rancangan atau nilai yang mengacu pada sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi peran perempuan dan laki-laki yang dikarenakan perbedaan biologis atau kodrat oleh masyarakat kemudian dibakukan menjadi  diskriminasi pendidikan pada perempuan.

PEMBAHASAN

Kesetaraan Gender Bagi Perempuan 

Gender berasal dari bahasa inggris, yang artinya jenis kelamin. gender diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari kodrat perempuan yang hamil, menyusui anak, mengasuh anak, dan membersihkan rumah. Memang di lihat dari kelamin antara laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan. Disini perlu ditegaskan menggunakan istilah gender bahwa orang tidak dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan, tetapi menjadi seorang yang mengintrodusir ide, dan bukan ketentuan alam. Dengan begitu masyarakat akan lebih condong memilih laki-laki sebagai pihak yang kuat dan harus lebih baik pendidikannya dari pada perempuan. Dalam Women's Studies Encyclopedia, sebagaimana yang dikutip oleh Nasaruddin Umar gender didefinisikan sebagai konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Helen Tierney.2001).

sebelum menguraikan aneka kesalahpahaman hak perempuan, terlebih dahulu harus digarisbawahi bahwa laki-laki dan perempuan dalam segala aspek kehidupan memiliki  status yang sama, yang membedakakan disisi Tuhan ialah taqwa. kajian gender lebih memperhatikan pada aspek maskulinitas atau feminitas seseorang. Hak gender  dalam arti luas, tidak selalu diidentik dengan perempuan sendiri, berkaitan dengan identitas dan beraneka karakteristik yang diasumsikan masyarakat kepada laki-laki dan perempuan lebih sekadar perbedaan fisiologis saja, tetapi merambah kesegala nilai sosial budaya masyarakat yang hidup turut memberikan andil. perbedaan kelamin telah melahirkan bermacam-macam ketidakadilan. (Munafiah,2010).

Ketidakadilan masyarakat masih ditemukan kasus diskriminasi pendidikan pada perempuan,alasan utama yang sering kita dengar kerapkali lekatnya budaya patriarki dalam tatanan sosial budaya masyarakat Indonesia. Beberapa masyarakat sudah mulai sadar akan hakikat pendidikan bagi laki-laki dan perempuan yang merupakan suatu keperluan untuk membangun Indonesia lebih  maju. kesadaran masyarakat ini merupakan bentuk partisipasi untuk melaksanakan kebijakan Negara termasuk didalamnya kebijakan pendidikan sehingga mereka tidak ada batasan gender untuk memenuhi hak anak perempuan dalam bidang pendidikan. kesadaran masyarakat mengenai hakikat pendidikan perempuan lumayan cukup tinggi membangun kesetaraan gender dalam perihal pendidikan, namun fakta rendahnya partisipasi masyarakat pesisir di pulau Madura yang mengalami kemiskinan mendorong perempuan untuk bekerja optimal memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari. Anggapan masyarakat dikalangan  bawah,tingginya biaya pendidikan,melahirkan mindset bahwa perempuan sekolah membuang waktu dan hal tersebut merupakan faktor apriori masyarakat terhadap pendidikan, disamping tingginya biaya perguruan tinggi, alangkah lebih baik langsung dinikahkan pada usia dini. beberapa kasus perempuan berhenti sekolah terjadi karena dinikahkan pada usia muda yang mana dalam fiqih orang tua sering menggunakan hak ijbar sehingga perempuan menjadi  korban dari pernikahan tanpa persetujuan anak. Di sisi lain, perempuan  yang telah menikah pada usia dini,dalam pandangan masyarakat jika mereka hanya rebahan terus didalam rumah akan dijadikan bahan omongan masyarakat. Oleh sebab itu perempuan rela bekerja yang tidak menuntut status pendidikan dengan alasan  untuk membantu dalam peningkatan ekonomi suaminya, sedangkan kebanyakan anak laki-laki tetap melanjutkan sekolah. Inilah ketimpangan masyarakat memandang laki-laki lebih penting untuk mencari ilmu sebab kelak pria yang akan menafkahi keluarganya, perempuan selalu diidentik dengan hal-hal domestik. Dari anggapan ini, pendidikan tinggi kurang begitu perlu bagi kaum perempuan dan menimpulkan diskriminasi memperoleh kesempatan pendidikan yang setara. Hak perempuan dalam memperoleh pendidikan dikalangan ekonomi bawah merupakan salah satu aspek yang paling sedikit tersentuh di dalam pembaruan pemikiran Islam (Ali Muanif, 2002). Orang tua menganggap perempuan tugasnya domestik seolah-olah dunia pendidikan hanya milik kaum laki-laki. Sementara masyarakat memandang perempuan hanya sekedar melampaui batas buta huruf atau supaya dapat menjadi pekerja rumah. Jika kesan ini benar maka konsep pendidikan dalam dunia Islam tidak berupaya untuk memaksimalkan potensi intelektual kaum perempuan yang lebih dari setengah jumlah umat.

Kesetaraan gender dalam aspek kehidupan perlu ada keadilan tidak ada keperpihakan kepada jenis tertentu. Dalam UUD Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercamtum bahwa pemerintah dan pemerintahan daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Khoirul Rosyadi dan Iqbal Nurul Azhar, 2016). Mengawasi yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut menanamkan suatu prinsip dalam penyelenggaran pendidikan bahwa pendidikan diselenggaran dengan memperdaya semua komponen peran masyarakat dalam menyelenggarakan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Disini tidak cukup memainkan peran masyarakat saja, melainkan juga perlu adanya peran pemerintah daerah untuk membantu masyarakat miskin supaya masyarakat bisa mengimplementasikan keadilan gender untuk membangun keharmonisan dalam pendidikan, artinya pria dan wanita mempunyai hak, kewajiban mencari ilmu,dan mempunyai kesempatan yang sama dalam berbagai bidang kehidupan terlebih dahulu dalam bidang pendidikan. Dengan adanya dukungan pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat dalam hal ini dilandasi  dalam kehidupan bermasyarakat saling membantu,  dan saling menghargai. Ketika masyarakat bisa saling menghargai satu sama lain akan lebih mudah untuk menerapkan ruh kesetaraan pendidikan pada perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun