Mohon tunggu...
Rifan Zaini
Rifan Zaini Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa/ Sekretaris Dema/ Institut Ilmu Keislaman Annuqayah

menulis karya ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sebuah Gelar Sarjana Menuju Kejenuhan

25 Maret 2023   02:11 Diperbarui: 25 Maret 2023   02:30 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sebuah gelar akademis merupakan suatu bentuk penghormatan kepada mahasiswa yang bertahun-tahun untuk mendapatkannya. gelar akademis pada masa kini dan masa depan sebagai kebutuhan primer dalam kehidupan. Bahkan, kita bisa melihat fenomena pada maraknya bisnis jasa pembuatan skripsi. Jasa-jasa itu tersedia karena mahasiswa ingin cepat lulus dan memperoleh gelar sesuai dengan keinginan mereka. Mahasiswa yang telah menyandang gelar akademis sejatinya masyarakat telah memberikan kepercayaan bahwa, gelar dibelakang nama mencerminkan kapasitas dan kualitas selaras dengan pemiliknya.

Pada bulan-bulan kemarin, di beberapa kampuz baik Swasta maupun Negeri beribu-ribu mahasiswa telah melaksanakan wisuda, dan mereka telah resmi mempunyai gelar sesuai dengan jurusannya masing-masing. Oleh karena itu, asumsi masyarakat kepada mereka yang mempunyai gelar S.Pd tidak salah memandang bahwa pemiliknya merupakan orang yang menguasai seluk beluk dalam bidang agama. demikian juga dengan gelar-gelar lainnya yang menempel dibelakang nama seseorang.

Kompetensi seseorang akan semakin di lirik oleh masyarakat apabila sederetan gelarnya juga semaking panjang. hal ini menunjukkan bahwa pemilik gelar tersebut ialah orang "hobi kuliyah". Sehingga mereka memperoleh gelar yang cukup banyak. 

Namun, pada masa sekarang gelar strata satu (S1) dibelakang nama tidak lagi menjadi suatu kebanggaan karena telah mengalami persaingan ketat dalam pasaran kerja atau telah terjadi komersialisasi pendidikan. mereka pada bulan  kemarin yang telah menempelkan sederetan nama gelar belum tentu menjamin mereka memiliki kompetensi sesuai dengan gelar yang mereka miliki. bisa mungkin gelar strata S1 hari ini hanya bisa dikatakan sebagai sebuah kebanggaan, namun tidak memiliki makna. menempelkan gelar dibelakang nama nampaknya gelar itu jauh hari semakin hilang maknanya. Mungkin, apakah hal ini karena disebabkan oleh komersialisasi gelar di negeri kita tercinta ini?.

Fenomena dalam kehidupan masyarakat telah menjelma dampak pikiran negatif terhadap pendidikan jenjang perguruan tinggi, yang mana paradigma masyarakat mengganggapnya pendidikan strata satu hanya menempelkan sederetan nama pengangguran. Dalam menyikapi fenomena semacam ini ada semacam "siklus" pada lingkaran status dan masing-masing terhenti pada titik kejenuhan. gambaran seperti ini bisa dilihat dari realita pengakuan sosial masyarakat. 

Dahulu, yang namanya status akademik strata satu (S1) menyandang gelar telah mengangkat status sosial seseorang di tengah-tengah masyarakat. Seolah-olah orang yang memiliki gelar tersebut telah dianggap "serba tahu". Namun, pada hari ini, dampaknya sudah kita rasakan dengan beredarnya orang-orang bergelar hebat, pintar, tahu banyak, tetapi tetap saja mereka selalu bingung harus bergerak ke mana dan harus memulai dari mana. dunia telah menunujukkan bahwa gelar S1 sudah terlalu banyak sehingga menimbulkan banyak dari kalangan mahasiswa untuk berinisiatif melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi lagi demi menutupi rasa malu terhadap gelar yang disandangnya, minimal profesi yang harus tercapai sebagai tenaga pengajar.

Banyaknya sarjana S1 bertahun-tahun kuliyah, sekarang telah sampai pada titik waktu siklus kejuhanan. Bahkan gelar sarjana S1 telah kehilangan statusnya yang semula bisa mengangkat statusnya. Kini, berubah menjadi bahan caci makian omongan orang. Lantas pola pikir mahasiswa dihantui oleh omongan masyarakat sehingga mereka terus mencoba mengimbangi permintaan pasar kerja yang lebih mengedepankan pada kualitas. Jenjang Pendidikan S1 seandainya di kaitkan dengan dunia kerja atau menjadi tenaga pendidik semakin hari semakin tidak laku. 

Namun karena pola pikir mahasiswa yang serba instan dan mirip dengan pola pikir feodal, fenomena omongan orang disikapi dengan isntan pula. Maka, para sarjana S1 berbondong- bondong untuk melanjutkan studi belajarnya ke jenjang S2. Oleh karena itu, S2 sekarang ini semakin laris manis diminati oleh mahasiswa di seluruh Indonesia. Pada zaman sekarang ini, mahasiswa semakin gila dengan gelar S2. Rasanya sangat bangga menyebut nama gelar di depan atau di belakang nama mereka. Bisa saja suatu saat nanti jenjang S2 pun akan sampai pada titik kejenuhan, sehingga nasib seseorang gelar S2 sama-sama tidak ada artinya.

Apabila persoalan diatas di pahami secara instan dari jenjang Pendidikan S1, pada jenjang Pendidikan S2 menemukan titik akhir. Yakni, kejenuhan. Maka yang menjadi solusi keluarnya adalah semakin terbuka kemungkinan untuk jenjang Pendidikan S3. Pada berjalannya waktu suatu saat nanti jenjang pendidikan S3 akan semakin laris manis diminati oleh kalangan mahasiswa yang mabuk akan gelar akademis, yang pada akhirnya akan sampai pada titik kejenuhan pula. Sesuai dengan "siklus kejenuhan" dalam jenjang pendidikan. Mungkinkah masyarakat kita suatu saat nanti akan lagi mempercayai yang namanya gelar setelah semua gelar sampai kepada titik kejenuhan. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun