Saya ingat pertama kali mendengar berita di RRI tentang PLTGB (Pembangkit listrik Tenaga Uap Batu Bara) yang baru saja dibangun di Melak, Kutai Barat, Juli lalu. Itupun karena iseng mau menyetel radio. Tentu sekarang (bulan Agustus ini) sudah beroperasi ya? karena berita bulan lalu dikabarkan 22 mesin pembangkit dengan total daya 8 megawatt siap dioperasikan. Reaksi pertama saya, (maaf) menyumpah nyerapahi yang membuat ide ini.
Alasannya, pertama, kenapa biaya untuk membangun PLTGB tidak dialokasikan pada pembelian panel surya? Panel surya memang mahal, apalagi kapasitasnya untuk masyarakat luas. Tidakkah berinvestasi untuk panel surya itu lebih baik? Seberapa kebeletnya sih ingin membangun PLTGB ini?
Kedua, tidakkah mereka tahu bahwa pembakaran batubara menghasilkan senyawa beracun seperti CO2, SO2, NOx, dll? Percuma meski kebutuhan listrik masyarakat sekitar terpenuhi jika nantinya dampak baru akibat senyawa beracun itu muncul. Memang Kalimantan 'surga'nya batubara. Hutan rela ditebang demi mengeruk batubara yang terkandung di dalam. Dan juga harga yang murah sekitar Rp. 0.09 per kilokalori batubara disinyalir mendorong investor dan tetek bengeknya kebelet membangun PLTGB.
Dan jika saya boleh katakan, mereka sebetulnya pura-pura tidak tahu dengan keadaan Kalimantan yang sudah "sekarat". Tidakkah mereka paham juga bahwa lapisan batubara yang dikeruk dan hilangnya hutan di atasnya dapat terbakar dengan sendirinya -akibat interaksi oksigen dan batubara dan menimbulkan panas- hingga terjadilah kebakaran yang sulit dipadamkan?
Dan pertanyaan terakhir, apa sudah musnahkah manusia-manusia bijak di muka bumi ini? Bijak tidak hanya pada sesama manusia, tapi juga alam. Sudah musnahkah?