Mohon tunggu...
Riea Audina
Riea Audina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bismillah

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diplomasi Indonesia pada COP26

16 Januari 2022   17:47 Diperbarui: 16 Januari 2022   18:03 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Isu-isu permasalahan mengenai lingkungan seperti pencemaran lingkungan, perubahan iklim, serta pemanasan global pada awal periode 1990 menjadi isu krusial karena mengancam kelestarian lingkungan dunia. 

Permasalahan lingkungan tersebut disebabkan karena banyaknya negara yang membuat kebijakan-kebijakan yang bersifat antroposentrisme dan egosentrisme, kemajuan dan masifnya aktivitas industrialisasi juga menjadi salah satu faktor penyebab banyaknya polusi dan kerusakan lingkungan. 

Dengan adanya krisis dan situasi yang kian meradang. Permasalahan tersebut kemudian menjadi atensi publik dan global, tak terkecuali para pemimpin dunia.

Negara-negara yang direpresentasikan oleh para pemimpin dunia beserta jajarannya yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa tepatnya Majelis Umum PBB kemudian berinisiatif untuk membentuk sebuah komite yang berfokus pada permasalahan lingkungan di bawah naungan PBB dan menghasilkan sebuah konvensi yakni UNFCCC (United Nations Framework Convention of Climate Change). 

Pihak yang terlibat dalam UNFCCC kemudian membentuk COP atau Conference of the Parties. COP merupakan konferensi pertemuan tingkat tinggi para pihak-pihak yang terlibat untuk membuat keputusan tertinggi terkait isu lingkungan. 

(PPID Kementrian Lingkungan Hidup, 2021) COP yang diselenggarakan secara rutin mulai pada tahun 1995 kemudian akan menghasilkan keputusan, kesepakatan atau perjanjian yang akan melibatkan sejumlah negara partisipan untuk selanjutnya menerapkan kebijakan yang telah ditentukan guna mencapai progres dan tujuan serta menyelesaikan permasalahan lingkungan.

Pada akhir Oktober hingga awal November 2021 silam merupakan pelaksanaan COP-26 yang berlangsung di Glasgow, Skotlandia yang merupakan lanjutan dari Perjanjian Paris pada tahun 2015 untuk menentukan langkah dalam menyusun target dekarbonisasi. 

Beberapa poin pembahasan penting dari COP-26 antara lain, peralihan ke kendaraan listrik, mengakhiri deforestasi dengan bantuan keuangan, penyusunan aturan untuk pasar karbon global, serta mobilisasi dan untuk progress penanganan permasalahan lingkungan untuk negara berkembang.

Sebagai salah satu negara yang turut meratifikasi UNFCCC melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan UNFCC Indonesia tentunya turut ikut serta dalam pelaksanaan COP-26, dimana Indonesia juga berkomitmen untuk lebih berkontribusi dalam penanganan permasalahan iklim dunia. Indonesia bahkan dianggap berkapabilitas dan menjadi salah satu negara dengan peran signifikan dan progres pencapaian penyelesaian permasalahan lingkungan yang cukup memuaskan.

Pada 1990 menjadi awal isu pemanasan global menjadi atensi global, Majelis Umum PBB kemudian sepakat untuk membentuk perjanjian untuk menangani perubahan iklim. 

The Intergovernmental Negotiating Committee for a Framework Convention on Climate Change (INC/FCCC) terbentuk sebagai wadah tunggal proses negosiasi antar pemerintah di bawah naungan Majelis Umum PBB, dimana komite tersebut kerap mengadakan pertemuan. (Sejarah Dunia Memerangi Pubahan Iklim, 2015)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun