Mohon tunggu...
Ridwan Luhur Pambudi
Ridwan Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Lainnya - Unpad - Jurnalistik '21

Numismatik • Astronomi • Mitigasi • Multimedia #BudayaSadarBencana #SantaiPakaiNonTunai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Perjalanan Aktivitas Merapi, dari Waspada ke Siaga

5 November 2020   19:23 Diperbarui: 5 November 2020   19:33 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erupsi Merapi pada 21 Juni 2020 (twitter/BPPTKG)

Setelah hampir dua setengah tahun waspada, di hari Kamis ini, 5 November 2020 pukul 12.00 WIB, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan kenaikan status Gunung Merapi dari Waspada (level II) ke Siaga (level III). Jika dibandingkan dengan aktivitas Merapi pada 2006 dan 2010, status Waspada Gunung Merapi periode ini cenderung sangat lama.

Aktivitas Merapi bermula dari erupsi freatik tanggal 11 Mei 2018. Saat itu, status Merapi masih berada di level I atau Normal. Erupsi tersebut tak hanya mengejutkan masyarakat, tetapi juga para pendaki yang sedang berada di atas gunung. Untungnya seluruh pendaki berhasil dievakuasi dengan selamat.

Dikutip dari Tempo.co, BPPTKG semakin intens melakukan pengamatan aktivitas Gunung Merapi setelah terjadinya erupsi freatik. Tak hanya sekali, dalam kurun waktu 10 hari (11-21 Mei 2018), setidaknya ada tiga kali letusan freatik.

Melihat adanya peningkatan aktivitas berupa erupsi freatik, gempa vulkanik, tremor, dan aktivitas lainnya, BPPTKG menaikkan status aktivitas Merapi dari Normal ke Waspada terhitung sejak 21 Mei 2018 pukul 23.00 WIB.

Pada tanggal 18 Agustus 2018, BPPTKG mengeluarkan siaran pers yang menyebutkan bahwa telah terbentuk kubah lava sejak 11 Agustus 2018. Dengan demikian, Merapi memulai fase magmatik dengan potensi erupsi bersifat efusif. Laju pertumbuhan kubah lava tergolong sangat pelan, yaitu 3 meter kubik per hari.

Kubah lava Merapi pada 18 Agustus 2018 melalui kamera DSLR puncak (twitter/Sutopo_PN)
Kubah lava Merapi pada 18 Agustus 2018 melalui kamera DSLR puncak (twitter/Sutopo_PN)

Seiring pertumbuhan kubah lava, Gunung Merapi mengalami guguran lava pijar akibat kubah lava yang telah memenuhi permukaan alasnya. Guguran ini terlihat dan bisa diamati pada malam hari berupa tampak warna kemerahan di puncak gunung. Jika didasarkan pada siaran pers tanggal 24 November 2018, BPPTKG menyebut guguran ini telah terjadi sejak 22 Agustus 2018.

Pada tanggal 29 Januari 2019, BPPTKG melaporkan telah terjadi tiga kali guguran lava, yaitu pukul 20.17, 20.53, dan 21.14 WIB. Guguran lava ini menyebabkan hujan abu di beberapa lokasi di Kabupaten Klaten dan Boyolali. Sore harinya, melalui siaran pers tanggal 30 Januari 2019, ketiga kejadian guguran lava tersebut dikonfirmasi sebagai awan panas guguran. Bersamaan dengan itu, kubah lava berhenti tumbuh karena magma yang keluar langsung runtuh membentuk guguran.

Fenomena guguran lava dan awan panas menjadi lumrah terjadi di Gunung Merapi. Hampir delapan bulan setelahnya, pada 22 September 2019 untuk pertama kalinya awan panas letusan terjadi. Berbeda dengan guguran akibat runtuhnya kubah lava, letusan terjadi akibat tekanan gas dari dalam. Kejadian ini lazim disebut erupsi eksplosif.

Awan panas letusan Gunung Merapi 22 September 2019 (twitter/BPPTKG)
Awan panas letusan Gunung Merapi 22 September 2019 (twitter/BPPTKG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun