Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Demo di Jakarta, Anak STM Wakili "Perlawanan" Kelompok Urban Marginal

2 Oktober 2019   22:05 Diperbarui: 8 Oktober 2020   06:54 4708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Siswa STM Bidikan Garry Andrew Lotulung (KOMPAS.com)

Upaya pemerintah ini berhasil, banyak anak-anak Bogor akhirnya bersekolah di STM. Bagi mereka inilah "jalan pintas" untuk memotong mata rantai kemiskinan. Dengan ijazah STM, mereka setidaknya dapat dengan mudah bekerja di pabrik-pabrik sebagai buruh. 

Apakah mereka secara strata sosial meningkat dan naik ke level menengah? Tidak juga, mereka tetap ada di strata bawah sebagai kelompok buruh marginal.

Sebenarnya, yang bisa mengenyam pendidikan STM di Bogor masih jauh lebih beruntung, karena mayoritas buruh di kampung kelahiran saya (Citeureup) rata-rata lulusan SMP (mayoritas di perusahaan garmen).

Masuk STM, apalagi STM swasta, masih dipandang sebelah mata di Bogor (waktu itu tahun 90-an), karena dinilai ujung-ujungnya menjadi buruh pabrik. Bagi orangtua siswa yang mampu secara ekonomi dan otak anaknya "rada encer" pasti lebih memilih SMA negeri daripada STM. 

Tapi masuk SMA negeri yang favorit di Bogor bukan persoalan mudah. Sulit sekali. Waktu itu, selain harus pintar, kami anak-anak dari Kabupaten Bogor harus bersekolah ke Kota Bogor untuk mendapatkan sekolah negeri yang bagus.

Masuk STM swasta bagi kami "anak-anak rumahan" hal yang sangat "mengerikan", karena citranya sangat buruk. Di tahun 1990-an anak STM Bogor terkenal sebagai tukang tawuran dan berandalan.

Latar belakang siswa STM Bogor yang berangkat dari masyarakat urban yang dikenal sangat ketat dalam persaingan hidup sehari-hari ternyata membentuk "sub-kultur" baru, yaitu kekerasan. 

Anak-anak sekolah (baik STM maupun sederajat) khususnya dari Bogor Timur (Citeureup, Cibinong, dan sekitarnya) terkenal dengan budaya tawurannya. Sampai saat ini, setiap bulannya kerap muncul berita tawuran pelajar yang mengakibatkan korban luka maupun meninggal dunia.

Bagi kami anak Bogor (mungkin sampai detik ini), pergi dan pulang sekolah adalah perjuangan sendiri, apalagi jika naik kendaraaan umum. Pasti akan menemukan genk-genk anak sekolah di setiap titik, baik di terminal maupun pusat tongkrongan anak muda.

Tidak heran, anak-anak Bogor terkenal sifatnya yang "keras" karena lingkungan yang membentuknya.

Kini anak-anak Bogor dilibatkan dalam demonstrasi di Jakarta, entah siapa yang menggerakan. Yang pasti kemarahan mereka di Jakarta merepresentasikan apa yang mereka alami dalam keluarganya sehari-hari yaitu kemiskinan dan ketidakadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun