Mohon tunggu...
Muhamad Baqir Al Ridhawi
Muhamad Baqir Al Ridhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lagi belajar nulis setiap hari.

Blogku sepi sekali, kayaknya cuma jadi arsip untuk dibaca sendiri. Hohohoho. www.pesanglongan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Diary

Berani Totalitas Gak?

18 Februari 2021   06:20 Diperbarui: 18 Februari 2021   06:29 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tadi pagi (Rabu, 17 Februari 2021), aku iseng-iseng baca buku yang tidak pernah kuselesaikan, meski buku itu sudah lama aku miliki. Mendidik Pemenang Bukan Pecundang, karya Dhitta Puti Sarasvati dan J. Sumardianta. Buku ini aku dapat secara cuma-Cuma dari Kick Andy, tepatnya dari undian doorprize di website-nya yang iseng-iseng aku ikuti. Kalau tidak salah itu pada tahun 2016. Tapi yang kuingat waktu itu aku lagi tinggal di Yogyakarta (dalam rangka kuliah) dan aku di-SMS ibuku yang di Pekalongan. Katanya di rumah ada paketan buku untukku.

Seketika aku tersenyum-senyam sendiri. Sebab, kejadiannya tak disangka-sangka. Dan sebetulnya aku bener-bener pingin beli buku entah apa (nanti lihat dulu), tapi tidak bisa karena tidak uang alias uang kirimanku pas-pasan banget (bahkan aku beberapa kali utang sama temen). Soalnya dari dulu sejak SMA, aku suka baca buku di Perpustakaan sekolah.

Lho, kok jadi kayak melebar ya.

Apa yang menarikku menulis ini adalah karena aku menemukan nama Umbu Landu Paranggi, gurunya Mbah Nun dalam berkesenian sastra. Di bukunya tertulis:

...benar-benar menjalani apa yang diyakini terlepas dari apa pun cermin sosial yang ada. Beberapa orang yang luar biasa berani memilih jalan hidup seperti ini. Saya jadi teringat video klip pendek Umbu Landu Paranggi, mentornya Emha Ainun Nadjib, Ebiet G. Ade, dan Yudhistira Massardi (Ayahnya Iga Massardi, Barasuara). Teman saya yang ikut menonton berkomentar, "Gila yak! Umbu saking percayanya pada puisi sampai berani hidup sendiri, sangat sederhana hanya untuk berpuisi!"

Dan si penulis mengutip Putu Fajar Arcana, redaktur KOMPAS Minggu dalam esai "Umbu Landu Paranggi Berumah Dalam Kata-Kata", dan aku yang penasaran, menelusuri esainya langsung di Google, dan ketemu. Dan aku kutip bagian yang menarik nih.

Maaf saya harus tanyakan. Anda dicap sebagai sosok misterius, selain sulit ditemui, sampai kini pun tak jelas memiliki alamat rumah?

Lho kan sudah jelas, penyair itu berumah pada kata-kata, apalagi...? Saya berjalan ke semua kabupaten di Bali karena saya menemukan kata-kata tak pernah ingkar janji. Saya suka bermain pada wilayah kemustahilan....

Maksudnya?

Ya jalani saja hidup dengan seluruh simpanan totalitasmu.

Sejak bermukim di Yogyakarta, lalu pindah ke Bali, Umbu menjadi satu-satunya pengabdi puisi paling setia. Ia "mengorbankan" semua kesenangan hidup pribadinya dengan menjalani hidup seorang diri, jauh dari sanak keluarga, jauh dari komunitas yang dididiknya. Tetapi, dalam kesendirian itu, ia tak sungkan mengunjungi para penyair muda atau seorang seniman yang sedang sakit. (KOMPAS, 18 November 2012)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun