Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang 17-8-1945: Penjajah Dimaafkan, Kekejamannya Jangan Dilupakan

14 Agustus 2020   16:58 Diperbarui: 14 Agustus 2020   17:14 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Paniyo, saksi hidup kolonial. Dokpri.

 Melihat sebuah film 'Grey Hound' yang dibintangi oleh Tom Hanks, mengisahkan tentang bagaimana Komandan Angkatan Laut USA, Ernest Krause, yang ditugaskan untuk memimpin konvoi Sekutu, melintasi Lautan Atlantik selama Perang Dunia II. 

Film tersebut mengingatkan saya tentang cerita Pak Kandeq. Seorang lekaki tua depan masjid di Gang Mondoroko I, Singosari, Malang, yang selalu ketemu saat Salat di masjid.

Beliau perah berkisah bagaimana kekejaman Belanda dan Jepang waktu itu. Saat saya bertanya umur berapa beliau ketika Jepang datang menjajah, dijawabnya "Saya sudah dikhitan waktu itu." Jawabnya seolah sambil mengenang.

Cara berjalan Pak Kandeq tertatih-tatih, termakan usia. Lebih dari 80 tahun sudah umurnya. Tinggal bersama dua orang anaknya yang membuka toko kelontong kecil, persis terletak di depan Masjid Al Hilal. 

Sambil mendengarkan tuturnya, saya ikut membayangkan betapa susahnya zaman dulu, sebelum merdeka.
"Sekarang zaman sudah enak. Enak sekali...." Kata Pak Kandeq sambil tersenyum, menyukuri nikmat. "Alhamdulilah....." Tutupnya.

Ernest Krause dimainkan oleh Tom Hanks, salah seorang actor Hollywood favorit. Memimpin konvoi dalam misi perang tersebut, ia mendapati dirinya terlibat dalam apa yang disebut sebagai pertempuran laut terpanjang, terbesar dan paling kompleks dalam sejarah The Battle of the Atlantic.

Bedanya dengan peperangan kita melawan penjajah adalah, tentara Amerika Serikat dan Jerman serta Jepang, mereka seimbang, memiliki kekuatan besar dan canggih. Persenjataan lengkap dengan segala fasilitasnya.

Sementara kita, kondisinya sangat beda. Kita sangat miskin, hanya menang jumlah manusia. Kita tidak punya persenjataan, bahkan dukungan dari negara tetangga minim. Kita hanya gunakan Bambu Runcing, Belanda dan Jepang memiliki meriam, pesawat tempur dan aneka senjata api. Ini bukan peperangan, tetapi penindasan.

Oleh sebab itu, hanya karena berkat rahmat Allah SWT semata lah kita bisa merdeka. Dalam perhitungan manusia, kita jelas kalah fasilitas persenjataan. Tetapi tidak di Tangan Nya. Ketika Allah SWT bersabda : "Qun...." jadilah. "Fayaqun..." Maka, jadilah. Merdekalah kita, hingga sekarang.

Makan Pelepah Daun Pisang dan Pohon Jarak

Senada dengan Pak Kandeq, Pak Paniyo, saksi kekejaman penjajah di Trenggalek, mengisahkan hal yang sama. Jepang, katanya, sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan. Semua harta rakyat dirampas, hingga makan pun sangat sulit. Bahkan rakyat yang tinggal di desa terpencil ibaratnya, yang di makan hanya pelepah pisang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun