Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keprihatinan Gudang Plagiator Terbesar di Dunia

23 Juni 2020   06:49 Diperbarui: 23 Juni 2020   06:52 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Personal Collection 

Masa kuliah adalah masa yang paling indah. Ada masa suka, ada masa duka. Ada juga saat di mana kami dihadapkan pada situasi sulit. Di antaranya yang terkait dengan academic writing skills. Saya bisa memilah-milahnya sesudah wisuda. Dari ketiga masa tersebut, yang membuat kami paling prihatin adalah ketika memasuki dunia nyata, dituntut untuk menulis.

Menulis, kalau hanya menulis, semua orang bisa. Tetapi menulis sesuai kaidah, butuh ilmu dan ada seninya. Inilah penyesalan terbesar yang sayangnya tidak kami dapatkan sepanjang sekolah hingga kuliah. Sekolah dan kuliah selama 16 tahun memang kami diajar baca-tulis. Namun kami tidak diajar bagaimana sebenarnya 'menulis'.

Saya masih ingat, betapa sedihnya (sayangnya mayoritas tidak merasa), ketika kami semua dianggap pandai menulis, nyatanya tidak mampu 'menulis'. Bayangkan, untuk membuat Kata Pengantar dalam sebuah karya tulis pendek saja, banyak mahasiswa yang kerepotan.  Boleh saya katakan 100% mahasiswa tidak mampu. Kata dosen,: "Masak bikin begitu saja tidak bisa...?!!!" Tanpa rasa salah dan dosa. Padahal kami tidak diajar, tapi disalahkan.

Pengalaman saya diperkuat oleh pernyataan teman-teman seperti Mas Akhir Fahruddin, Rijal Maulana dan ratusan rekan-rekan seprofesi. Saya tahu persis seberapa besar potensi menulis anggota profesi kami yang macet karena nyaris tidak berkembang. Saya pernah duduk sebagai ketua di Himpunan Mahasiswa Ilmu Keperawatan Aceh, dengan ribuan mahasiswa yang tergabung dalam satu himpunan, lebih dari 20 kampus.

Masih segar dalam ingatan, di awal-awal kuliah, kami diberi tugas oleh seorang dosen untuk membuat sebuah makalah, karya tulis. Sebagaimana mahasiswa di awal perkuliahan, semangat masih membara. Saya mencari referensi dengan membeli beberapa buku di toko buku. Bukan mencari di perpustakaan. Saya sangat serius mengerjakannya.

Apa yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Ketika tugas sudah selesai dan kami serahkan sebagai hasil tugas kelompok, sang dosen tidak percaya dengan tulisan kami. Saya dianggap 'Plagiator'. Dari awal, saya sudah dicap 'tidak jujur' dengan tulisan karya perdana ini. Ketika saya tunjukkan buku yang saya gunakan sebagai referensi, dosen diam tanpa komentar.

Dari sana saya berfikir. Bahwa mentalitas dosen saja seperti ini. Walaupun tidak semua dosen seperti ini. Namun sikap yang demikian tidak semestinya ditunjukkan kepada mahasiswa. Bagaimana perkembangan kemampuan menulis kami ke depan jika sejak awal kami sudah tidak dipercaya lewat karya tulis? Mungkin...., mungkin lho ya? Sang dosen dulu sudah terbiasa 'nyontek' alias melakukan tindakan plagiat. Sehingga stempel yang sama diarahkan kepada kami mahasiswa, melakukan hal yang sama.

Kesan ini menempel kuat dalam benak kami. Akhirnya kami merasa, untuk apa repot-repot menulis? Toh nanti dianggap nyontek. Parahnya, tulisan-tulisan kami hanya dijadikan hiasan perpustakaan. Numpuk dalam artian fisik. Hanya buang-buang waktu, tenaga, uang dan fikiran. Inilah fenomena yang paling mengenaskan di kampus-kampus Indonesia.

Kemampuan menulis generasi muda bangsa ini nyaris tidak digubris, bahkan oleh kalangan akademis sekalipun. Ini juga merupakan akar persoalan terbesar yang menjadi masalah mengapa kemampuan menulis, meneliti, berkarya dan bikin buku orang Indonesia, sangat rendah.

Kesalahan kedua, kami tidak diajar Academic Writing Skills dari sejak awal kuliah. Eh...tiba-tiba disuruh bikin makalah, studi kasus, skripsi hingga disertasi. Seolah-olah kami bisa belajar dari alam. Mana bisa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun