Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Zoom Free Training: Degradasi Profesi

14 Mei 2020   21:51 Diperbarui: 14 Mei 2020   21:51 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan secara umum adalah behavior change (perubahan perilaku), baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (pengetahuan, sikap dan keterampilan). Apapun model pendidikannya, sepanjang ketiga aspek tersebut yang menjadi tujuan, maka harus dihargai sebagai tujuan mulia.

Dua-tiga bulan terakhir ini terjadi perubahan model pembelajaran secara drastic di Indonesia, bahkan di dunia, akibat mewabahnya Covid-19. Online mode yang semula dianggap sebagai model pendidikan yang kurang efektif, teryata kini diburu. Semua ingin tahu bagaimana penerapan online learning agar bisa menjadi model pembelajaran alternative yang juga berkualitas. Dari pendidikan tingkat SD hingga S3, tidak ada yang terkecuali. Seolah semua serentak ingin tahu sistem tersebut. Bukan hanya karena anjuran Pemerintah, namun juga karena kebutuhan global yang mendesak.

Bayangkan, karena wabah Covid-19 ini, semua sekolah tutup tidak ada aktivitas secara fisik yang akif dalam gedung. Kontan ini membuat banyak pihak kalang kabut. Dari mulai Menteri Pendidikan hingga penjaga gedung sekolah. Pegawai admin saja, kena dampak akibat perubahan ini. Belum lagi orangtua, khususnya ibu-ibu. Mereka mulai sibuk mencari tahu bagaimana dan apa itu online learning, video conference dan sejenisnya. Zoom disebut sebagai aplikasi paling laris

Nah, beberapa hari ini organiasi profesi keperawatan Indonesia (PPNI) menyelenggarakan pelatihan dalam bentuk seminar secara nasional. Online, free, lewat Zoom. Online seminar yang tidak biasa ini memberikan daya tarik yang luar biasa. Bukan hanya free. 

Biasanya, untuk menghadiri seminar seperti ini, dengan 3 SKP (satuan kredit point, satuan kredit pretasi atau satuan kredit partisipasi), umumnya kita harus bayar antara Rp 150-200 ribu. Kali ini diberikan gratis. Kontan, peminatnya meluber, membludak. Saya yang mau daftar 2 menit sebelum acara dimulai sudah distop. Ternyata sudah ada 1000 peserta.

Secara pribadi, sungguh saya sangat mengapresiasi ide ini. Di tengah wabah Corona, organisasi profesi mengambil inisiatif untuk membantu anggotanya dengan ide pembelajaran yang kreatif, yang sangat berpihak dan menguntungkan anggota. Saya rasa semua pihak setuju. Jika dalam bentuk seminar normal, organisasi bisa meraup tidak kurang dari Rp 150.000x500 orang minimal=Rp 75.000.000 bisa masuk kantong OP. Kali ini, mereka berikan secara free.

Persoalannya adalah, kita harus bijaksana dalam melakukan suatu kegiatan. Apalagi ini menyangkut kualitas profesi. Perlu petimbangan yang matang agar tidak terkesan asal seminar, asal SKP, da nasal membantu anggota. Berikut ini beberapa masukan buat penyelenggara seminar online, khususnya bagi organisasi profesi keperawatan:

Pertama, gunakan sistem registrasi yang berstandard. Selama ini saya lihat siapapun bisa ikut daftar. Asalkan perawat, punya akun Zoom dan teregistrasi. Harusnya tidak demikian. Berikan batasan jumlahnya agar seminar juga efektif. Jika jumlahnya 1000, please...mohon dikaji ulang. Gunakan Nomer Induk Registrasi Anggota (NIRA) untuk regstrasi, sehingga tidak terjadi kasus sang peserta bisa berulang-ulang ikut seminar. Yang lain bisa tidak kebagian. Parah!

Kedua, topiknya dibatasi sesuai kompetensi peserta/spesialisasi. Jangan hanya karena tujuan perolehan SKP, mereka yang kerja di Puskesmas, mengambil seminar, misalnya tentang Dialisis. Selain tidak fokus, ini tidak tepat dan perlu dikoreksi.

Ketiga, berikan prioritas. Misalnya mereka yang dari daerah, luar Jawa atau pedalaman perlu diperhatikan. Berikan prioritas kepada mereka. Jangan hanya perawat yang ada di wilayah Jawa dan perkotaan saja yang mendominasi. Ini sangat tidak fair.

Keempat, pembicara. Berikan kesempatan kepada praktisi daerah banyak yang kompeten. Umumkan terbuka, siapa yang bersedia jadi pembicar. Meski tidak dibayar, banyak yang rela. Termasuk yang dari luar negeri ikut serta. Jangan hanya dari kalagan akademisi. Ini penting untuk memberi warna seminar agar dinamis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun