Belakangan, istilah "cewek spek magrib" atau "aura magrib" jadi sebuah julukan gaul yang trend di media sosial untuk mendeskripsikan wanita yang memiliki warna kulit gelap atau sawo matang.
Kata "Magrib" identik dengan langit senja yang gelap, dan ini digunakan untuk mengibaratkan warna kulit gelap, sama seperti kondisi langit kala senja.
Tapi, cap "aura magrib" ini seringkali bermakna negatif, bahkan gak jarang menjadi bentuk body shaming.
Perlu dipahami, gak ada yang salah dengan memiliki kulit gelap atau sawo matang. Perbedaan warna kulit, bahasa, ras, dsb., semua itu adalah karunia Allah yang harus disyukuri dan dijaga. Ukuran paling mulia di mata-Nya gak dinilai dari apakah ia berkulit cerah atau gelap, tapi yang paling bertakwa.
Justru, yang salah adalah orang-orang yang punya standar kecantikan toxic, menganggap bahwa definisi cantik adalah berkulit putih. Padahal, banyak wanita yang amat cantik nan menawan dengan kulit tan eksotisnya. Sebagai masyarakat, baik di dunia nyata maupun maya, kita harus memperluas perspektif mengenai standar kecantikan dan menolak cap yang seakan merendahkan.
Bahkan, langit magrib pun amat sangat indah, memandangi detik-detik terbenamnya matahari saat senja sering kali menjadi moment yang syahdu. Jadi, berkulit gelap gak mengurangi pesona seseorang. Terlebih, inner beauty jauh lebih penting dibandingkan kecantikan fisik luar yang sementara.
Jadi cewek spek magrib? gak masalah ! Justru auranya bukan main !
Kita semua cantik nan menarik, kita semua cantik penuh pesona, apapun warna kulit kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI