Mohon tunggu...
Ria Mustika Fasha
Ria Mustika Fasha Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger, Content Writer

Wife, Mom, Blogger, content writer https://riafasha.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kebahagiaan Penuh Arti dari Momen Makan Bersama

25 Agustus 2016   15:40 Diperbarui: 25 Agustus 2016   15:47 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak Abahnya melanjutkan kuliah ke Yogyakarta, anak saya Ubay seringkali uring-uringan. Ada-ada saja yang membuatnya sedih. Entahkah itu karena keinginannya tidak terpenuhi, tidak bisa menelpon abahnya, hingga hal sepele karena kucing memainkan pesawat kesayangannya. Apa yang dialami anak saya sebenarnya wajar, jangankan dia yang umurnya belum genap 2 tahun, saya saja yang sudah jadi Ibu pun masih gelisah jika harus jauh dengan suami.

Imbas dari kesedihannya itu adalah nafsu makan nya yang turun dan moody. Kadang mau makan, kadang tidak sama sekali. Saya bahkan pernah hampir menangis melihat ia tampak begitu lesu karena tidak mau makan seharian. Ya, kata orang saya berlebihan, tapi jujur saja saya tak tega dan cemas melihat kondisinya kala itu. Jika ada Abahnya, kami biasa makan bersama dan itu membuat Ubay bersemangat menghabiskan makanannya. Apalagi dengan ayam goreng kesukaannya, ia makan dengan lahap dan ceria.

img-0637-jpg-57beadab187b612b63a6354b.jpg
img-0637-jpg-57beadab187b612b63a6354b.jpg
Berbagai Momen Makan Bersama Penuh Kesan

Makan bersama memang punya makna yang sangat mendalam, sangat berarti apalagi untuk keluarga yang tak punya banyak waktu untuk berkumpul. Makan bersama entahkah itu di satu meja atau menggelar lesehan di lantai menyelipkan rasa memiliki dan peduli. Bagi saya dan suami, dengan makan bersama, lauk yang sederhana terasa sangat lezat , apalagi diselingi gurauan lucu Ubay.

Sejak kecil pun saya sudah terbiasa makan bersama keluarga setidaknya saat makan malam. Keluarga sederhana kami tak punya meja makan untuk makan bersama bahkan hingga sekarang. Saat tiba waktu makan malam, Ibu menggelar tikar di ruang tamu sekaligus ruang keluarga kami yang tak luas. Nasi dan lauk disajikan seperti layaknya di warung makan Padang. Walau telah dilarang untuk makan sambil berbicara, saya dan ketiga adik masih saja sibuk berceloteh tentang kegiatan sekolah kami bahkan hingga tersedak dan kena omel Ibu. Nostalgia yang tidak bisa saya lupakan, karena setelah makan akan banyak cerita yang mengalir, ayah sesekali memainkan gitarnya lalu kami bernyanyi bersama. Masih di atas tikar tempat makan kami.

Kebiasaan makan bersama it uterus berlanjut hingga kini. Walau saya sudah tak serumah dengan ayah dan Ibu karena sudah menikah, saya selalu rindu momen makan bersama mereka. Jadi saat Ubay mulai uring-uringan dan sedih, saya mengajaknya ke rumah Ibu dan Ayah. Bukan main riangnya, makannya pun lahap. Benar kata orang, suasana hati mempengaruhi mood makan.

Ada juga pengalaman saya saat berkunjung ke kampung IBu Mertua di Solok Sumatera Barat. Kampung Kubu namanya, belum ada listrik, jalanan terjal, dan jauh dari hiburan. Saya yang tak terbiasa awalnya ragu bisa bertahan lama disana. Tapi ternyata ada kebahagiaan yang tak saya dapatkan di tengah hiruk pikuknya kebisingan kota. Saat kami berkumpul bersama di rumah tua berdinding kayu, menggelar tikar dan makanan, di bawah remang lampu minyak dan renyah canda tawa. Tak ada yang teringat akan smartphone atau televisi, semuanya larut dalam momen kebersamaan yang langka. Sejak saat itu saya mengerti bahwa kebahagiaan bisa berasal dari hal yang nampaknya sangat sederhana.

Momen Makan Bersama bukan hanya milik pasangan yang sudah menikah. Ada kenangan indah juga saat makan bersama teman dan sahabat saat jauh dari keluarga. Saya pernah menemani seorang teman yang tinggal sendiri dan ngekos. Ia pernah homesick dan sempat demam tinggi. Akhirnya saya dan beberapa sahabat menginap di kosannya. Kami makan nasi goreng dalam satu  wadah bersama-sama. Teman yang sakit akhirnya terhibur dan kondisinya membaik. Saya juga pernah rindu sekali keluarga saat menjadi relawan gempa di Sumatera Barat. Tapi dengan momen makan bersama dengan teman-teman relawan dan warga sekitar, kerinduan saya pun terobati.

Bahagia itu Sederhana

Mobil mewah, perhiasan, rumah gedongan, smartphone mahal hanyalah sedikit dari banyaknya hal yang bisa mendatangkan kebahagiaan. Sebenarnya bahagia itu sederhana. Saya percaya bahwa dari hal-hal kecil dalam kehidupan kita bisa mendatangkan kebahagiaan, kuncinya hanya bersyukur dan menikmati hidup.

Saat menjadi Ibu yang saya harapkan adalah kebahagiaan anak saya. Itu mengapa saya pun ikut sedih jika Ubay tak bersemangat, apalagi tak mau makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun