Mohon tunggu...
Rohadatul Aisy
Rohadatul Aisy Mohon Tunggu... S1 Sastra Arab UI 2024

Student at the University of Indonesia, Arabic Literature study program. I have a talent for developing myself in the fields of education and community service as well as a strong interest in the world of volunteering and am actively involved in various volunteer activities both on campus and outside campus. Apart from that, I am also dedicated to improving my leadership, communication and teamwork skills at every opportunity. Committed to providing a positive impact through contributions in the fields of education, social and humanity.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Empati Tumbuh dari Sebatang Bambu

6 Oktober 2025   23:08 Diperbarui: 6 Oktober 2025   23:08 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Magelang bukan sekadar tempat wisata dengan alam yang hijau dan udara sejuk. Di salah satu desanya, Karangrejo, saya menemukan kisah sederhana tentang ketulusan, empati, dan semangat pemberdayaan yang jarang tersorot. Semua berawal dari program Capacity Building Bintang Beasiswa Glow and Lovely bersama Hoshizora Foundation. Perjalanan yang mengajarkan kami cara berpikir kritis sekaligus menumbuhkan empati dalam memahami realitas sosial di lapangan.

Sebelum berangkat ke Yogyakarta dan Magelang, kami lebih dulu mengikuti sesi daring bersama Kak Andhika Mahardika, Founder dan CEO Agradaya. Melalui tema “Sharpen the Mind, See Beyond the Surface,” kami belajar bahwa berpikir kritis bukan hanya soal menganalisis data, tetapi kemampuan untuk memahami konteks, sebab, dan nilai kemanusiaan di balik sebuah masalah.

Dari sana saya mulai menyadari bahwa berpikir kritis dan empati tidak bisa dipisahkan. Logika tanpa hati akan terasa kering, sedangkan empati tanpa arah bisa kehilangan makna. Untuk benar-benar memahami masyarakat, kita tidak cukup hanya mempelajari mereka, tetapi harus belajar dari mereka.

Belajar dari Masyarakat, Bukan Tentang Mereka

Beberapa minggu kemudian, kami berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan sesi capacity building secara langsung. Salah satu sesi yang paling berkesan dipandu oleh Kak Tri Buanna Desy Arianti, seorang inspiratif dan Founder Kraosan tempat pengembangan masyarakat yang telah lama berkecimpung dalam pengrajin bambu kreatif untuk membantu UMKM Masyarakat desa Karang Rejo. 

Materinya berjudul “Grow with the Community, Act with Empathy.” Dari awal, Kak Desy sudah menegaskan bahwa bekerja bersama masyarakat tidak bisa dimulai dari niat “menolong,” tetapi dari kemauan untuk tumbuh bersama.

arsip penulis
arsip penulis

Satu kalimatnya begitu membekas di kepala saya:

“Inferioritas juga punya sisi penting.”

Awalnya saya tidak memahami maksudnya. Tapi perlahan saya sadar, merasa kecil di hadapan masyarakat bukanlah kelemahan,  melainkan tanda kerendahan hati untuk belajar. Justru dengan tidak merasa paling tahu, kita bisa lebih menghargai orang lain dan membuka ruang dialog yang setara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun