Mohon tunggu...
Rahmat Farizal
Rahmat Farizal Mohon Tunggu... -

sederhana saja, Aksi dan Inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesan untuk Mahasiswa, "Aku Memilih Jalan ini"

5 Januari 2018   13:42 Diperbarui: 5 Januari 2018   13:48 1479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : http://unsplash.com

"Ada satu jalan yang akan terus bersinar meski pekat nan gelap menyesaki malam dan kala pagi tak jua datang, Jalan itu bernama Keyakinan"(Rahmat Farizal)

Hidup adalah perjalan panjang dan ia selalu penuh dengan tantangan, maka dalam panjangnya perjalanan ada sebuah keyakinan pada setiap keputusan yang kita ambil. Lihatlah kisah penciptaan manusia, kala jutaan sel sperma bertemu dengan satu sel ovum, disana semua keyakinan itu bermula karena banyak yang ingin hidup, namun jadilah kita insan terpilih sebuah pengharapan dari jutaan calon manusia, insan pemenang yang akan menjadi pemukul beban.

Kemudian kita tumbuh dan berkembang bukan hanya melewati fase pertambahan usia, melainkan ada kesadaran yang menguat memahami akan perkara benar dan salah serta muncul daya pikir yang mengilhami setiap tindakan. Dua hal ini, kesadaran dan daya pikir ikut tumbuh dalam proses pendewasaan diri seseorang.

Menjadi sifat yang tertuang dalam kebiasaan serta karakter yang terbentuk bersamaan dengan benturan waktu dan perilaku. Dalam proses tumbuh dan berkembang, kita pun mengenal proses pendidikan yang menyokong itu semua, pendidikan berjenjang sejak taman kanak-kanak hingga lanjut pada sekolah menengah atas. Ia menjadi identitas diri hingga kita utuh menjadi manusia sepenuhnya.

Lalu kita belajar tentang ilmu takdir, sejak awal memanglah demikian. Semua takdir memang sudah tertulis. Namun pada implementasinya takdir kemudian dibagi menjadi dua yaitu takdir yang telah di tetapkan (tidak bisa diubah) seperti jodoh, maut, rezeki, jenis kelamin serta takdir yang bisa diubah seperti cita-cita, aktivitas dan sebagainya.

Pada titik dimana takdir bisa kita ubah, kita mengenal ilmu tentang takdir. Bahwa ia layaknya sebuah jalan yang bercabang bukan hanya satu dua melainkan begitu banyak cabang. Dan setiap cabang memiliki konsekuensinya masing-masing. Setiap orang pada waktunya akan mati, namun bagaimana ia mati kelak itulah ilmu tentang takdir. 

Karena bisa saja seorang mati dalam kubangan dosa padahal ia bisa memilih jalan untuk berbuat amal kebaikan. Begitulah memahami takdir, setiap kesadaran dan daya pikir yang tumbuh dalam diri seorang akan menentukan bagaimana kualitas jalan takdir yang ia pilih. 

Sama halnya bila berbicara tentang masa muda, masa dimana produktivitas itu benar-benar bisa di optimalkan, masa yang dimulai kala seragam putih abu-abu terpasang di badan. 

Pasca tiga tahun mengenyam pendidikan di sekolah menengah atas takdir selanjutnya menuntut kita untuk memilih. Layaknya seorang yang tengah berdiri di persimpangan jalan penuh cabang karena pasca SMA/Pendidikan sejenisnya kita bisa saja memilih untuk langsung menikah menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga bagi perempuan dan melanjutkan aktivitas dengan mencari nafkah bagi laki-laki dan itu sah-sah saja. 

Atau kita bisa memilih untuk bekerja, baik menjadi buruh, tenanga kerja maupun daftar di BUMN yang ada di Indonesia. Atau mungkin masuk pesantren menisbatkan diri memperdalam ilmu agama. Atau bahkan memilih jalan takdir menjadi seorang mahasiswa. Sekali lagi saya katakan itu sah-sah saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun