Mohon tunggu...
Rezky Kumaat
Rezky Kumaat Mohon Tunggu... Jurnalis - Pe(War)ta

Bio: Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fispol) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado | Dewan Kehormatan/Demisioner Pemimpin Redaksi Pers Mahasiswa "Acta Diurna" Fispol Unsrat | Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Minahasa Selatan | Wartawan/Redaktur Pelaksana KOMUNIKASULUT.COM | Wakil Komisaris PT. Komunika Sulut Media.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jurnalisme dan Tantangan Kebebasan Pers di Era Digital

18 Agustus 2019   18:34 Diperbarui: 2 September 2019   18:18 1771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Telah menjelang 20 tahun insan Pers Indonesia memperoleh kemerdekaan mereka secara utuh. Kehadiran pasal 28 F UUD 1945 melalui amandemen kedua dan lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers pada tanggal 23 September 1999 -setelah diresmikan Presiden RI ketiga, Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng- memberikan insan Pers kepastian dan jaminan penuh atas kebebasan itu.

Kini, dunia Pers Indonesia berada di ambang pintu memasuki Era Revolusi Industri 4.0. Menurut hemat saya, sudah waktunya kemerdekaan itu dievaluasi agar kebebasan tersebut tidak keblablasan dan berbalik menjadi malapetaka. Kita ketahui bersama, kebebasan sendiri sukar membawa berkah namun sering membawa bencana.

Kekuatan Pers terus bertumbuh seiring berkembangnya media teknologi dan dunia digital. Sejauh mana akses teknologi dan transaksi informasi bisa dijangkau manusia, sejauh itu pula kapasitas Pers bisa bekerja menjamah mereka. 

Sehingga, otoritas atas kekuatan itu tidak boleh jatuh di tangan yang salah. Bisa saja nanti digunakan untuk kepentingan yang sesat oleh segelintir massa -politik dan industrial adalah yang paling berbahaya.

Kekuatan Pers seyogianya digunakan untuk memperjuangkan keadilan, kebenaran dan Hak Asasi Manusia (HAM) sesuai amanat UU Pers pasal 4 ayat 1 dan pasal 6. 

Tiga pilar utama penyangga Pers (idealisme, komersialisme, profesionalisme) harus dijalankan secara seimbang dan tidak boleh berat sebelah. Karena ketiganya saling berkesinambungan menyokong kehidupan dan kesejahteraan Pers di Indonesia.

Pada tanggal 7 Agustus 2019, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bertambah usia. Di umur yang ke 25 tahun, mereka merefleksikan kemerdekaan itu dalam sebuah tema, "Tantangan Jurnalisme di Era Digital." AJI Indonesia secara serentak melaksanakan diskursus di masing-masing daerah -tak ubahnya dengan AJI di Manado.

Berlangsung di Diva Meeting Hall pada Sabtu (10/8/2019), AJI Manado bersama sejumlah organisasi masyarakat, akademisi, awak media dan pers mahasiswa saling berdialog untuk mengevaluasi dan mengupas tuntas segala fenomena-fenomena Jurnalisme yang terjadi di Nusantara maupun di daerah; apa saja dampak dan solusi yang tersedia untuk merespon persoalan yang ada.

Terdapat tiga narasumber dalam diskusi tersebut, yaitu Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulut sekaligus Pemimpin Redaksi Barta1.com, Agus Hari; Ketua AJI Manado, Lynvia Gunde; dan Pegiat Media Sosial yang juga Redaktur Tribun Manado, Rine Araro. Masing-masing narasumber memberikan pandangan, penjelasan dan argumentasi yang solutif dalam membahas poin-poin yang berkaitan dengan tema diskusi.

Mengutip setiap poin ulasan para narasumber, berikut pemaparan mereka. "Data yang saya rangkum saat ini, ada 157 Juta media online di dunia. Di Indonesia sendiri tercatat ada 100 juta orang pengguna smartphone berdasarkan data tahun 2018. Sedangkan data dari Nielsen Media research, total keuntungan iklan yang bersebaran di Indonesia pada tahun 2014 berjumlah 47 Triliun. Jatah kue iklan itu hanya didominasi oleh perusahaan media besar. Sedangkan media online sangat susah untuk menyicip kue iklan itu," jelas Agus Hari sesaat memulai sesi diskusi.

Sejumlah masalah yang dihadapi media online saat ini, lanjut Agus, adalah koneksi internet di Indonesia masih lambat untuk mendukung pergerakan media online yang menuntut kecepatan dalam memuat berita; masih banyaknya jurnalis yang tidak menguasai teknologi untuk mendukung aktivitas peliputan; dan jurnalis saat ini banyak yang dituntut hanya mengejar kue iklan tanpa mempertimbangkan kualitas dan kevalidan informasi di dalam beritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun