Mohon tunggu...
Rezi Hidayat
Rezi Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - researcher and writer

Fisheries Researcher

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemimpin Bangsa yang Ideal Harapan Milenial

3 Juli 2019   14:26 Diperbarui: 3 Juli 2019   14:43 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasca putusan MK, bangsa Indonesia akhirnya memiliki presiden dan wakil presiden yang sah untuk periode 2019-2024. Meski sebagian pihak ada yang kecewa atas keputusan tersebut, namun tentu semua berharap pemimpin bangsa yang terpilih mampu mengemban amanah rakyat dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa. Salah satu persolaan utama yang mesti dihadapi dalam lima tahun kedepan yaitu bagaimana mengoptimalkan peran generasi muda yang menjadi aktor mayoritas pembangunan Indonesia kedepannya.

Pertumbuhan jumlah generasi muda Indonesia memang menunjukkan trend peningkatan yang signifikan dalam sewindu terakhir. Data BPS menyebut hingga tahun 2018 jumlah penduduk usia pemuda (kelompok umur 15-34 tahun) mencapai 85,72 juta jiwa atau 32,35% total populasi Indonesia. Angka ini melonjak hampir 2 kali lipat dibanding tahun 2010 yang jumlahnya 43,58 juta jiwa. Pertumbuhan tersebut diproyeksikan akan terus meningkat hingga tahun 2030. Oleh karenanya, peran generasi muda Indonesia akan sangat signifikan dalam pembangunan.

Semakin dominan jumlah generasi muda suatu bangsa sejatinya merupakan keuntungan (bonus demografi) untuk meningkatkan produktivitas dalam pembangunan. Terlebih generasi muda saat ini alias generasi milenial telah lebih banyak mencicipi pendidikan dan mengenal teknologi yang berkembang.

Generasi milenial terkenal lebih 'melek' teknologi, kreatif, cepat tanggap, kritis, inovatif, dan multitasking. Keunggulan tersebut mampu menciptakan transformasi pembangunan ke arah lebih baik melalui efektivitas, efisiensi, maupun pembaruan. Namun disisi lain, generasi milenial juga memiliki sisi negatif yang justru bisa menimbulkan masalah baru dalam pembangunan. Perilaku mereka lebih cenderung tidak loyal alias 'kutu loncat', ingin serba instan, konsumtif, permisif, dan kurang beretika.

Survei Centre for Strategic and International Studies (2017) di Indonesia memberi gambaran bahwa generasi milenial Indonesia saat ini merasakan kesulitan terhadap beberapa isu pokok dalam pembangunan. Kesulitan yang paling dirasakan yaitu terbatasnya lapangan pekerjaan (25,5%), tingginya harga sembako (21,5%), tingginya angka kemiskinan (14,3%), pelayanan dan biaya kesehatan yang mahal (8,8%), pelayanan dan kualitas pendidikan yang buruk (8,3%), tingginya angka ketimpangan antara kaya dan miskin (7,5%), adanya pungutan liar dalam pengurusan di kantor pemerintahan (6,3%), serta rendahnya daya beli masyarakat (2,5%). Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemimpin bangsa untuk lebih mengoptimalkan peran generasi milenial dalam pembangunan.

Kriteria Pemimpin Ideal 

Dalam menentukan kriteria pemimpin yang ideal, masing-masing orang bisa berbeda pendapat satu sama lain, termasuk menurut generasi milenial. Idealnya, sosok pemimpin bangsa bagi generasi milenial adalah harus bisa mengikuti perkembangan zaman. Sosok tersebut setidaknya tercermin dari karakter kepemimpinan sebagai berikut.

Pertama, Visionary. Seorang pemimpin bangsa yang visioner mampu dengan jelas merumuskan tujuan yang hendak dicapai terutama untuk lima tahun kedepan. Karakter ini tidak hanya tertuang dalam visi dan misi, tetapi juga dalam konsistensinya untuk mencapai tujuan. Sosok pemimpin yang visioner mampu memetakan permasalahan di masa depan dan selalu memberikan rasa optimisme.

Kedua, Digital Mindset. Di era digital yang berkembang saat ini, sosok pemimpin bangsa selayaknya bisa memanfaatkan kemajuan teknologi dalam berbagai kegiatan pembangunan. Hadirnya teknologi seperti internet of things, artificial intelligence, big data, human-machine interface, dan robotic harus dijadikan penopang dalam menciptakan proses kerja yang lebih efektif dan efisien. Sikap seperti ini bisa teraktualisasikan misalnya melalui pengembangan sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-government), penciptaan sistem satu sumber data yang akurat, pengadaan rapat secara virtual, pembangunan budaya 'paperless', maupun sering aktif berkomunikasi di media sosial.

Ketiga, Collaborative. Sikap pemimpin yang kolaboratif banyak disukai generasi milenial yang 'haus' perhatian untuk berekspresi, berbicara, dan diakomodasi ide-idenya. Ia mampu menanamkan rasa kebersamaan, mengoptimalkan peran, dan menyadarkan setiap orang untuk saling bekerja sama menghasilkan kinerja terbaik. Adanya media sosial yang populer saat ini, bisa menjadi ruang komunikasi yang efektif dalam membangun pendekatan kolaboratif terutama terhadap generasi milenial.

Keempat, Agile. Dalam gejolak perubahan dunia yang begitu cepat, atau dikenal era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity), sosok pemimpin bangsa yang agile (tangkas) dalam merespon perubahan sangat dibutuhkan. Sosok seperti ini mampu beradaptasi dengan cepat, selalu menambah wawasan baru, dan memiliki banyak solusi ketika menghadapi tantangan. Pemimpin bangsa yang agile akan mampu menjaga kualitas pembangunan, meski harus berubah dengan cepat akibat tuntutan dari luar, sehingga tidak ketinggalan dalam persaingan global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun