Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sorot Hijau Laser Bukit Jalil

9 November 2021   17:00 Diperbarui: 9 November 2021   17:04 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Markus Horison kala itu (sumber: viva.co.id)

"Owalah jancok..." itulah yang dulu saya lontarkan ketika Indonesia terkapar kalah oleh Malaysia di leg pertama final Piala AFF 2010.

Warga Indonesia sedang membusungkan dadanya menyambut kegemilangan Timnas Indonesia asuhan Alfred Riedl. Ya memang dibawah racikan mantan dua kali top skorer Liga Austria itu Indonesia begitu perkasa. Apalagi hype pemain naturalisasi sedang besar-besarnya sebab bergabungnya Cristian Gonzales dan ditambah pemain keturunan Belanda Irfan Bachdim.

Bahkan Malaysia yang akan dihadapi di final sudah pernah dilumat 5-1 di fase grup. Indonesia juga selalu menang sampai semifinal, bisa dibilang hampir tak ada alasan absah bagi Indonesia untuk kalah. Namun bencana itu akhirnya datang akibat angan jahil pemegang laser hijau.

Sebenarnya gangguan laser hijau sudah ditemukan sejak semifinal Malaysia vs Vietnam. Hasilnya memang Vietnam kalah di Bukit Jalil dan tak mampu mencetak sebiji gol pun di leg kedua. Meski Nurdin Halid kala itu mengancam akan walk out ketika diganggu laser, tak perlu sampai kick off sorotan laser sudah meneror Timnas Indonesia ketika sedang menyanyikan lagu kebangsaan.

Tak perlu menjadi detektif bermata tajam dan pandai berdeduksi untuk menemukan gangguan laser itu. Mata anak-anak saya kala itu dengan mudahnya menemukan aksi culas itu. Tapi ancaman Nurdin Halid tak pernah terwujud, sampai turun minum Indonesia tak walk out. Meskipun Markus Horison sempat protes di awal pertandingan.

Sebenarnya laga sedang berjalan imbang sampai babak pertama usai, tak ada gol tercipta. Kubu Indonesia akhirnya muntab di menit 54, Alfred Riedl juga mengintruksikan anak buahnya untuk meninggalkan lapangan. Panpel pertandingan dan AFF pontang-panting menego pihak Indonesia untuk kembali melanjutkan pertandingan.

Ya memang dasarnya Indonesia sebagai negara yang menjunjung nilai-nilai lobby dan negosiasi, pihak Indonesia berhasil dipersuasi untuk kembali bertanding. Namun sayangnya konsentrasi para pemain keburu sudah buyar. Indonesia hilangan tajinya di sisa pertandingan.

Melalui brace Safee Sali sang legenda Pelita Jaya dan Ashari Samsudin di sisa laga Malaysia menghabisi Indonesia di Bukit Jalil. Konsentrasi telah buyar di sisa laga dan hanyalah keajaiban setara mukjizat yang bisa membuat Indonesia membalikka keadaan di leg kedua. Kemudian sejarah sudah mencatat, meski Indonesia menang 2-1 di GBK defisit tiga gol tak bisa dibalikkan.

Bahkan sempat ada nada-nada sumir kalau hasil pertandingan sudah diatur oleh pihak-pihak tertentu. Hal yang masih buram dan sepertinya bakal selalu abu-abu sampai akhir zaman.

Sayang sekali kala itu, barisan pemain seperti Gonzales, Firman Utina, Ahmad Bustomi, M Ridwan, Hingga Okto Maniani rasa-rasa sudah sangat cukup untuk menggondol Piala AFF. Lagi-lagi Indonesia hanya menjadi runner-up seperti biasa, tapi hal yang lebih parah menanti persepakbolaan Indonesia setelah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun