Mohon tunggu...
Reza Imansyah
Reza Imansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Indonesia

Seorang mahasiswa teknik sipil yang sangat menyayangi ilmunya. Suka menguak sisi lain Indonesia, khususnya dalam sosial, budaya, dan politiknya. Menulis menjadi bagian dari hidup. Dan akan terus hidup walau saya mati. Saya yakin.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunning-Kruger Effect Itu Nyata!

14 Mei 2020   08:20 Diperbarui: 14 Mei 2020   09:18 2546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafik Dunning-Kruger Effect (Sumber: Wikipedia)

Beberapa waktu yang lalu, saya berkomunikasi dengan salah satu senior di kampus. Perbincangan yang ada tidak terlalu berat bagi kami, tetapi ada satu hal yang begitu menarik dilontarkan oleh orang yang acapkali saya panggil 'Mom' ini (maklum, dia mantan wakil kepala bidang saya dan sangat keibuan). Dunning-Kruger Effect. Kalau Anda bingung apakah Dunning-Kruger Effect itu, grafik di atas setidaknya bisa menjelaskan hal tersebut.

Dari grafik tersebut, terlihat bahwa ketika seseorang memahami sesuatu akan terdapat masa-masa mereka (atau kita) sudah layaknya dewa akan keilmuan atau pengalaman tersebut. Padahal, itu baru 'kulit-kulit'nya saja. Senior saya menyatakan banyak dari kita yang secara tidak sadar berada dalam tahap ini, mungkin mayoritas. Sebagai seseorang yang berusaha reflektif terhadap apa yang dihadapi sepanjang hidup, saya mencari makna dari perbincangan malam itu. Dan, ternyata benar: Dunning-Kruger Effect menyambangi diri saya!

Pengalaman Kepemimpinan Semu

Lahir dan berkembang dari sekolah yang menyatakan dirinya sebagai 'A Home Where Leaders of Service Are Made' membentuk pribadi yang mempunyai perspektif bahwa kepemimpinan adalah suatu hal utama dan terutama dalam hidup. Semenjak SMP, saya sudah bergabung dalam kepengurusan OSIS. Ketika saya kelas VII, saya gagal mendaftarkan diri sebagai Calon OSIS karena hanya dua dari empat puluh siswa sekelas yang memilih saya untuk lanjut ke tahap kaderisasi. Hal tersebut membuat saya gigih dan termotivasi supaya di kelas VIII bisa lolos seleksi tahap kelas. Ternyata benar, saya lolos semua tahap dan mendapatkan perolehan suara nomor empat ketika Pemilu. Suatu hal yang sangat berbanding terbalik dengan pengalaman traumatis setahun sebelumnya.

Header https://preleg6canisius.blogspot.com/ , berkas Kepengurusan OSIS SMP Kanisius Periode 2014-2015 yang masih tersisa
Header https://preleg6canisius.blogspot.com/ , berkas Kepengurusan OSIS SMP Kanisius Periode 2014-2015 yang masih tersisa

Masa-masa berorganisasi saya ini dipenuhi dengan berbagai macam dinamisasi, seperti memimpin massa, memberikan pengumuman kepada khalayak sekolah, dan penyambung wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dengan siswa. Saya merasa bersyukur bisa mempunyai pengalaman ini, pengalaman yang tidak semua siswa dapatkan, bahkan hanya sebagian kecil. Kemampuan saya dalam berbicara dan tegas akan suatu hal juga membuat kepengurusan OSIS percaya untuk memberikan saya amanah dalam membina adik-adik siswa baru dan Calon OSIS periode selanjutnya, padahal saya hanya 'OSIS 1 tahun', berbeda dibandingkan teman-teman pembina yang lain, yang pada umumnya 'OSIS 2 tahun'. Ternyata, motivasi dari pengalaman traumatis ketika kelas VII itu adalah kunci dari semua ini. Teori-teori kepemimpinan telah saya miliki sehingga dapat mencapai fase tersebut.

Ketika jabatan OSIS usai sekaligus masuk jenjang SMA, ternyata tulisan saya di atas hanya 'Mount Stupid'. Serius.

Gemblengan Tahun Pertama

Tahun pertama di SMA bagi saya adalah 'kiamat' atas segala hal yang saya lakukan di SMP. Dibalik rasa bersyukur ketika itu, ternyata ada rasa sombong atas syukur yang ternyata hanya 'balutan'. Gemblengan di awal SMA atas segala sikap saya sebagai pemimpin di masa sebelumnya mengingatkan saya ketika nanti di akhirat semua pemimpin akan diminta pertanggung-jawabannya atas subyek yang mereka pimpin. Saya belajar banyak hal dari penggemblengan ini. Ternyata teori tidak cukup, tapi pemimpin harus punya idealisme pandangan. Ketika itu saya menyimpulkan bahwa 'pemimpin idealis adalah pemimpin terbaik dari segala perspektif'. Saya memberanikan diri untuk menjadi Calon OSIS lagi ketika kelas X, dengan visi saya yang sangat idealis: menyama-ratakan perbedaan 'kasta' di sekolah. Itu saja. Hasilnya: kalah di Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun