Sesungguhnya, di sudut hati saya lainnya, ada rasa tidak percaya jika anak saya melakukan hal tersebut. Minimal, dia tidak melakukan sevulgar itu.
Sejak resign dari dunia kerja dan memutuskan jadi ibu rumah tangga, saya seorang dirilah yang selalu mengasuh anak-anak, dengan baik pastinya.
Saya ajarin bahwa alat kelamin, bahkan  semua area bawah pusar dan di atas lutut, itu tidak boleh dilihat aalagi disentuh orang lain.
Dan terlebih, setelah anak saya sekolah di SDI yang notabene basic agama Islamnya lebih kuat, dia tumbuh jadi anak yang lebih mengerti aurat, bahkan dia jadi jarang keluar dengan menggunakan celana pendek, sekaligus jadi semacam alarm buat saya, jika berani keluar rumah tanpa memakai jilbab.
"mami, itu kan aurat!" demikian katanya selalu.
Akan tetapi, di sisi lain, saya masih sedikit trauma teringat beberapa bulan lalu, anak saya bercanda berlebihan hingga membuat teman perempuannya menangis, dan orang tua anak tersebut tidak terima dan marah .
Saya akhirnya memutuskan untuk mencari tahu masalah sebenarnya dari anak saya langsung.
Dan saat bangun sahur, saya menggunakan waktu tersebut untuk bertanya padanya,
Mami (M) : "Kakak kemaren emang bercanda kayak apa, kok bajunya basah?"
Kakak (K) : "Gak bercanda mi, cuman pas wudhu basuh tangannya kekencengan, akhirnya basah semua"
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!