Mohon tunggu...
Retno Dwi Rachmaningrum
Retno Dwi Rachmaningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruni Muda PKTJ TEGAL

Pujakesuma (Putri Jawa Kelahiran Sumatera)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tikus Berdasi Perusak Generasi

20 Januari 2024   14:43 Diperbarui: 20 Januari 2024   14:43 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desas desus ulah tikus berdasi di Indonesia sudah tidak asing lagi bagi masyarakatnya, semakin berkembangnya tikus berdasi di negeri ini menjadi suatu masalah yang sangat besar bagi bangsa. Semakin hari tikus berdasi itu menggunakan kelicikannya untuk merugikan bangsa dengan melakukan pencurian bahkan penggelapan dana milik negara. Tikus berdasi, sejatinya adalah pejabat pemerintah atau pegawai negeri merupakan penjajah asli di negerinya sendiri. Kecerdasan dan kelicikan yang dimiliki oleh mereka digunakan untuk penipuan belaka dan tentunya merugikan banyak pihak. Berbagai ketentuan padahal sudah diterapkan untuk mengatasi dan membasmi para tikus berdasi, namun lagi-lagi kasus yang terus bermunculan seolah menunjukkan bahwa bangsa kita kurang sigap dalam membasmi tikus-tikus tersebut.

Tikus berdasi adalah sebutan bagi seorang koruptor, pelaku dari korupsi. Lantas kenapa Namanya tikus berdasi? Hal tersebut dikarenakan kebanyakan kasus korupsi di Indonesia dilakukan oleh kaum pejabat berdasi yang merupakan orang terhormat, jika dilihat secara hukum, korupsi merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan keuntungan yang tidak sesuai dengan tugas resmi dan hak orang lain.  (Hendry Campbell, Black’s Law Dictionary, 1997: 345).

Tindakan korupsi menjadi suatu hal yang sangat krusial dan membuat perekonomian di Indonesia semakin hari semakin melumpuh, Inilah yang sangat dicemaskan bagi kita semua karena dapat mengakibatkan negeri ini rapuh. Bagaimana tidak cemas? Rusaknya moral para penopang berdirinya bangsa ini atau aparat negara yang seharusnya menjadi contoh bagi rakyat dan mengabdi penuh kepada rakyat malah menggunakan kekuasaannya untuk dijadikan sumber mendapatkan uang banyak dan memikirkan kebahagiaan dirinya sendiri. Masalah tersebut semakin mengganggu perekonomian bangsa ditambah lagi semakin banyaknya pengangguran dan kemiskinan di negeri ini.
Korupsi telah menjadi kebiasaan, karena tidak hanya di kalangan menengah atas saja, tetapi wabah ini juga mempengaruhi sebagian masyarakat biasa. Contohnya saja dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari pun korupsi masih sering terjadi, misalnya Menyuap pegawai negeri ketika akan mengurus pembuatan dokumen tertentu, agar proses penyelesaiannya dapat dipercepat.

Hal tersebut membuktikan bahwa mirisnya  moral dan tingkah laku para pejabat pemerintah maupun pegawai di Indonesia, mereka membiarkan ketidakjujuran itu terjadi demi kesenangan dan keuntungan diri sendiri. Semua orang memiliki peluang untuk menjadi koruptor, beberapa penyebabnya yaitu pernah menerima suap serta berkeinginan memiliki harta lebih. Tindakan suap banyak dianggap masyarakat mampu mempermudah urusannya dalam hukum dan keadministrasian.

Alasan masih merajalelanya korupsi di Indonesia, selain karena lemahnya hukum, adalah karena adanya peluang, kebutuhan, dan keserakahan. Selain itu, Indonesia masih belum menjadi negara yang memiliki tingkat integritas  yang tinggi pada warganya. Perlukah Indonesia menegakkan hukum seperti  Arab Saudi agar warganya menaati aturan? Korupsi sungguh merugikan masyarakat.Korupsi berdampak negatif pada banyak hal dan semua orang. Dari segi disiplin, korupsi dapat berdampak pada pola asuh anak.

Jelas bahwa keberadaan “tikus berdasi” di organisasi kepegawaian sangat merugikan masyarakat dan menambah beban masyarakat. Alasannya adalah masyarakat sangat menderita karena kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Oleh karena itu, masyarakat mendambakan kehidupan yang sejahtera dan bebas dari belenggu kemiskinan. 


Sayangnya, cita-cita tersebut hancur karena pengkhianatan para penguasa  yang serakah, tidak dapat dipercaya, dan korup. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi, antara tahun 2004 hingga 2022, terdapat lebih dari 1.300 kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat. Jumlah penderita tertinggi berada di Wilayah Pemerintahan Pusat sebanyak 430 orang, disusul Jawa 410 orang, Sumatera 311 orang, Kalimantan 69 orang, Sulawesi 51 orang, Papua 32 orang, Nusa Tenggara 17 orang, Maluku 15 orang, dan Bali 8 orang.

Tikus berdasi harus dibasmi. Mereka tidak hanya menghancurkan nilai-nilai etika pemerintah, tapi juga negara. Korupsi yang dilakukan  tikus  ibarat penyakit kronis yang semakin  merusak tatanan negara. Meski berbagai cara  dilakukan untuk membasmi tikus, namun mereka tetap lincah dan berkeliaran. 

Dalam teori etika, korupsi yang dilakukan  tikus berdasi berkaitan dengan etika pribadi, dan penguasa harus menjalankan tugasnya sesuai tugas  dan tanggung jawabnya. Etika pribadi mengacu pada nilai-nilai moral individu yang mengarah pada sikap dan tindakan yang baik. Kehadiran tikus terikat menunjukkan bahwa mereka kurang memiliki etika pribadi. Penyebab  korupsi dalam pemerintahan bukan hanya  besarnya kekuasaan yang dimiliki pemerintah, tetapi juga  pelanggaran terhadap nilai-nilai etika pemerintahan. Secara tidak langsung, tikus-tikus dasi ini menggerogoti nilai-nilai  etika pemerintah.

Kasus korupsi sudah menjadi berita sehari-hari masyarakat Indonesia. Korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik selalu terjadi, yang terakhir dilakukan oleh pejabat di Departemen Perdagangan. Perbuatan asusila ini dilakukan oleh para pejabat negara, namun mereka sama sekali bukan orang sembarangan  yang tidak berpendidikan, dan juga tidak jahil terhadap hukum. Untuk mencegah masyarakat melakukan perbuatan korupsi diperlukan kemampuan menahan diri. 

Namun, terbatasnya kapasitas untuk menahan diri  membuat masyarakat lebih bersedia melakukan korupsi. Kepentingan kelompok bertujuan untuk memperkuat kapasitas perilaku dalam mengelola sumber daya kehidupan. Pada akhirnya, melalui kerja sama yang hati-hati dan kompleks, satu orang atau lebih memfasilitasi agresi untuk melakukan korupsi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun