Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harmoni dalam Perbedaan, Bersatu dalam Damai

14 Agustus 2017   07:33 Diperbarui: 14 Agustus 2017   07:41 1805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Satu Indonesia - www.dutadamai.id

Berbeda bukanlah hal yang salah. Berbeda juga tidak melanggar ajaran agama ataupun peraturan perundang-undangan. Bahkan, dalam Al Quran juga disebutkan, bahwa sejatinya manusia itu berbeda-beda. Seperti yang dijelaskan dalam QS Ar-Rum ayat 22 , "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui."

Dalam perbedaan itulah, tidak semestinya menjadi persoalan. Kalau kita lihat akhir-akhir ini, sebagian masyarakat kita seringkali mempersoalkan perbedaan yang melekat pada diri. Misalnya, hanya karena berbeda suku jadi persoalan, hanya karena berbeda agama jadi persoalan, bahkan hanya karena berbeda latar belakang yang lain, juga ada yang mempersoalkan. Padahal, Tuhan menciptakan perbedaan itu agar manusia bisa saling mengerti dan memahami.

Seperti dalam QS Al Hujurat ayat 13 disebutkan, "hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Dengan saling mengenal, tidak hanya perlu dalam hidup bermasyarakat, tapi juga dianjurkan dalam Al Quran. Saling mengenal harus dilandasi toleransi, bukan dilandasi rasa merasa benar sendiri. Kalau ini yang terjadi, dalam perkenalan itu yang terjadi hanyalah egoisme. Dan kalau ego pribadi sudah bicara, maka konflik di tataran masyarakat dikhawatirkan bisa terjadi kapanpun. Banyak contoh konflik yang terjadi di masyarakat, hanya karena persoalan yang sepele. Tahun kemarin, sempat terjadi pembakaran tempat ibadah hanya karena terprovokasi di media sosial. Ada juga kelompok ormas yang melakukan persekusi kepada remaja, hanya karena tersinggung adanya postingan yang menyindir orang lain.

Kenapa sebagian dari masyarakat kita menjadi mudah marah? Kenapa mereka merasa benar sendiri dan sama sekali tidak terlihat budaya saling hormat menghormati? Mari kita introspeksi diri. Bukankah hidup dalam keberagaman itu merupakan hal yang menyenangkan? Ingat. Kita tinggal di negara besar dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Indonesia mempunyai banyak suku, budaya, agama dan bahasa. Keberagaman itu jika dimaknai sebagai perbedaan, tentu akan berpotensi terjadinya perpecahan. Sebaliknya, jika keberagaman itu dimaknai sebagai anugerah dari Tuhan, maka semestinya kita menjaganya.

Jika dipikir secara logika, tidak ada kekuatan manusia yang bisa membuat keberagaman begitu tinggi. Tidak ada juga suku mayoritas, agama mayoritas, ataupun mayoritas yang lain. Karena semua manusia apapun sukunya, apapun agamanya, mempunyai hak yang sama selama masih tinggal di wilayah negara kesatuan republik Indonesia. Mari bersatu menjaga keberagaman ini dalam harmoni. Dan mari bersatu dalam keberagaman demi Indonesia damai. Jika kedamaian itu bisa kita jaga, maka ancaman seperti radikalisme dan intoleransi akan sulit masuk ke masyarakat. Karena masyarakat menolak paham kekerasan yang mengatasnamakan apapun.           

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun