Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Belajar Politik dari Merapi

14 November 2020   16:00 Diperbarui: 14 November 2020   16:03 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Ragil Ajiyanto dari detik.com

Warganya harus terus memantau perkembangan, belajar dari kode-kode yang Merapi tunjukkan. Terkadang ketika status sudah tinggi, bisa turun lagi, tak jadi meletus. Bisa jadi setahun lagi, bisa jadi dua tahun lagi, bisa jadi lima tahun, sepuluh tahun, atau besok, atau minggu depan, tak ada yang tahu.

Letusan gunung Merapi bertipe Merapi. Ya, namanya sendiri. Saking terkenal aktifnya dan karakteristik letusan yang unik, letusannya jadi Tipe tersendiri dan jadi patokan untuk menentukan tipe letusan gunung lain yang memiliki karakteristik letusan serupa Merapi. Sungguh tokoh yang menginspirasi.

Tipe letusan Merapi tidak terlalu eksplosif, lebih banyak melontarkan material ke arah bawah, termasuk yang dikenal dengan sebutan "wedhus gembel" dibanding yang dilontarkan ke udara.

Kebijakan yang dikeluarkan Merapi memang ditujukan untuk warganya, sebagai sasaran utama. Dia tidak terlalu mengusik wilayah lain yang jauh yang tidak masuk dalam lingkup wilayah pelayanannya. Dia tidak mencampuri urusan orang lain.

Ketika kita melihat contoh sejarah letusan gunung Krakatau dan Tambora,  letusan besar yang merepotkan hampir seluruh wilayah di dunia, bahkan sampai membuat gelap total di area sangat luas karena awan debu di udara, hingga memunculkan musim dingin di bumi lebih cepat, serta suhu bumi yang juga menurun. 

Tetapi energinya sendiri, tubuh dua gunung ini sendiri habis oleh daya letusan. Kemudian diam selama ratusan bahkan ribuan tahun. Satu ledakan dahsyat, seluruh dunia memperhatikan, kemudian hilang. 

Merapi berbeda, dia memang pelan-pelan, sangat halus, sopan, tenang, seperti karakteristiknya orang jawa dimana Merapi sendiri berada. Tetapi sehalus-halusnya, sesopan-sopannya, setenang-tenangnya, dia tetap bekerja, terus meletuskan kebijakan secara berkala. tidak pernah istirahat atau tidur jangka waktu lama.

Dari letusan Merapi kita juga bisa belajar bahwa kebijakan yang dikeluarkan tidak selaku memiliki kesan menyenangkan sejak awal meski tujuannya untuk kebaikan.

Kebijakan yang dibuat terkadang menyakitkan di awal, tetapi bagi penduduk yang dilayani oleh Merapi, mereka sadar dan tahu tujuan baik Merapi, sehingga tetap bisa mensyukuri setiap kesusahan yang harus dilewati dulu untuk beberapa waktu Sebelum menikmati hasilnya.

Jadi janganlah secara gegabah langsung anti terhadap kebijakan baru yang mengusik zona nyaman kita. Obat memang pahit. Walau kita lihat sekilas menyakitkan, yakinlah ada tujuan baik yang ingin dicapai pada akhirnya.

Dari merapi, pada akhirnya material yang diluapkan melalui letusan, kebijakan yang letuskan itu akan dinikmati kembali oleh warganya. Mereka yang bergantung pada sumber daya pasir akan mendapatkan pembaharuan. Mereka yang bergantung pada tanah untuk pertanian dan perkebunan, akan mendapatkan tanah yang kembali disuburkan. Semua orang menikmati, mau kaya ataupun miskin, mau agama A, B, C sampai Z tidak pernah dibeda-bedakan oleh Merapi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun