Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

ABCDE (Adas, Bandotan, Cincau, Dadap, Eceng Gondok) Potensi dari Sekitar

5 Juli 2023   08:01 Diperbarui: 5 Juli 2023   08:09 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : istockphoto.com

Adakah yang masih memaksimalkan berbagai tanaman  yang tumbuh di pekarangan dan sekitarnya untuk ditelisik potensinya dan dimanfaatkan baik untuk keperluan konsumsi atau pengobatan ? Jika ya, berarti masih ada informasi dari mulut ke mulut dari tradisi distribusi informasi dari pendahulunya atau pengetahuan lokal yang dihimpun oleh masyarakat dan disebarkan, namuan jika sudah jarang artinya, keadaan ini sudah mendekati ekslusif karena keberadaan tanaman liar hanya akan menarik ketika disampaikan dalam forum ilmiah sedangkan keberadaan tanaman liar dan kebermanfaatannya sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat lokal, karena ketradisionalnya dan tidak diberikan harga tertentu hal-hal seperti meramu sepertinya sudah teralienasi oleh berbagai persyaratan kaidah sesuai standar, namun ketika membaca hasil penemuan ilmiah yang dikaji oleh para ahli, maka akan tersadarlah bahwa potensi tanaman liar akan sangat berguna bahkan bermanfaat untuk penopang ketersediaan pangan, jika jumlahnya banyak dan berlimpah akan menjadi asupan tambahan yang bisa didapatkan secara cuma-cuma atau gratis, hal ini bukankah akan mengurangi biaya konsumsi yang harus dibeli dan dianggarkan, jika informasi tanaman liar diketahui tanpa ada potongan informasi generasi/gap information. 

Jika membaca buku yang ditulis oleh seorang ahli tanaman dan tanaman obat dari Pakistan, Shabnum Shaheen dkk yang berjudul Edible Wild Plants: An alternative approach to food security menyimpulkan bahwa makanan liar mencakup sumber daya tumbuhan dan hewan yang tidak terdomestikasi, dikumpulkan dan diburu dari hutan untuk dimakan. Tanaman liar yang dapat dimakan didefinisikan sebagai tanaman yang bagian-bagiannya dapat dikonsumsi oleh masyarakat perkotaan dan pedesaan. Penting untuk mengidentifikasi tanaman yang dapat dimakan agar tidak terjadi konsekuensi buruk. 

FAO mendefinisikan tanaman liar yang dapat dimakan sebagai tanaman yang tumbuh secara alami dan tidak tergantung pada tindakan manusia karena spesies ini adalah tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber makanan, tidak dibudidayakan, dan diperoleh dari habitat liar mereka. Makanan liar memiliki potensi beracun, obat, pahit, berkayu, atau berbulu.

Sumber makanan liar ini juga dapat disebut sebagai sayuran liar karena secara gizi layak dan memiliki kemampuan tumbuh di alam liar, dan elemen penting dalam ekosistem alami dan pertanian karena memiliki kualitas gizi yang diperlukan seperti mikro- dan makronutrien, vitamin, protein, lemak, dan serat. Tanaman liar sering dianggap sebagai pabrik hijau yang alam telah berikan kepada kita, dan sejak zaman kuno berperan dalam meningkatkan kesehatan manusia serta dalam menjaga produktivitas pertanian yang seimbang.

sumber gambar : instagram.com/indonesianfoodanthropology
sumber gambar : instagram.com/indonesianfoodanthropology

Adas (Foeniculum vulgare Miller)

sumber gambar : istockphoto.com
sumber gambar : istockphoto.com

sumber gambar : istockphoto.com
sumber gambar : istockphoto.com

Adas atau yang sering dikenal dengan adas pedas, adalah tanaman bumbu dan obat yang menghasilkan minyak adas dari bijinya. Tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut. Adas memiliki daun hijau terang, bunga kuning kecil, dan biji kering. Minyak adas digunakan dalam industri obat-obatan dan sebagai bumbu masak. Tanaman adas dapat diperbanyak melalui biji atau pemisahan anak tanaman. Adas juga merupakan komoditas ekspor dan tumbuh subur di ketinggian 1.800 meter. Adas terkenal di pasaran sebagai tanaman dari Anglo-Saxon (Anglo-Saxon mengacu pada kelompok etnis Jermanik yang mendiami Inggris dari abad ke-5 hingga ke-11 M. Mereka memiliki budaya, bahasa, dan tradisi mereka sendiri. Pada periode ini, Inggris terdiri dari beberapa kerajaan Anglo-Saxon yang kemudian menjadi cikal bakal negara modern Inggris). 

Fungsi adas di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia adalah sebagai bumbu, penambah rasa dan obat-obatan terutama dibuat minyak, untuk produk industri ditambahkan pada minyak gosok, minyak bayi, minyak telon, dan minyak terapi.  Di Jawa Barat sendiri adas sebutannya daun Hades, sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebutannya Adas Landi, sedangkan sebutan populer adas adalah "Fennel". 

Adas untuk masyarakat sunda di Tasikmalaya terkenal digunakan untuk penyembuh Nyari haid, perut kembung dan kurang nafsu makan dan diolahnya hanya dengan ditumbuk dan diseduh untuk dinikmati selagi hangat, sedangkan daunnya bisa disayur , namun sudah jarang yang menyajikan ini, penggunaan lainnya adalah untuk minyak gosok dan sudah jarang digunakan juga karena sudah banyak produk pabrik yang dijual di apotek sehingga sudah jarang yang membuatnya. Adas masih sering ditemukan di pekarangan penduduk yang memiliki koleksi TOGA (Tamanan Obat Keluarga) di pekarangannya, dan masih tersedia di sekitar yang mengarah pada area perkebunan. 

Bandotan (Ageratum conyzoides)

 sumber gambar : istockphoto.com
 sumber gambar : istockphoto.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun