Sering kali kita berada di posisi yang serba salah. Ketika kita hadir, berbicara, dan membantu, ada saja yang menilai itu sekadar mencari pujian. Namun ketika memilih diam, menunggu, atau sekadar mengamati, justru dianggap tidak berguna. Seakan-akan semua peran selalu diukur dari sudut pandang orang lain, bukan dari niat maupun kerja nyata yang dilakukan.
Padahal, aktif tidak selalu berarti haus sorotan. Ada yang memang merasa bertanggung jawab untuk terlibat, menyuarakan pendapat, atau menggerakkan sesuatu. Begitu juga diam, tidak selamanya berarti absen. Kadang diam adalah cara untuk belajar, mengamati, atau menjaga keseimbangan sebelum benar-benar melangkah. Dua-duanya punya nilai, hanya saja banyak orang yang terburu-buru menilai dari permukaan.
Label yang mudah muncul biasanya lahir dari keterbatasan pandangan. Orang menilai cepat tanpa tahu alasan di balik sikap seseorang. Dalam budaya kita yang masih kental dengan pandangan kolektif, kontribusi sering kali diukur dari apa yang terlihat, bukan dari apa yang sebenarnya dilakukan. Akibatnya, muncul cibiran "cari muka" bagi yang aktif, dan cap "tidak berguna" bagi yang pasif. Padahal, dua-duanya belum tentu sesuai dengan kenyataan.
Kita memang tidak bisa mengendalikan cara orang lain melihat kita. Yang bisa dijaga hanyalah niat dan konsistensi. Jika niat tetap jernih dan langkah dijalani dengan sungguh-sungguh, waktu sendiri yang akan menunjukkan makna sebenarnya. Komentar orang mungkin silih berganti, tetapi tujuan tetap harus terjaga.
Maka, pertanyaan yang penting justru bukan soal apa kata orang, melainkan apa kata diri sendiri. Apakah keaktifan ini lahir dari ketulusan atau sekadar mencari pengakuan? Apakah diam ini menjadi ruang belajar, atau justru bentuk menghindar? Jawaban jujur atas pertanyaan itu akan menjadi pegangan. Dengan begitu, kita tidak larut dalam penilaian orang lain, tetapi tetap tenang menapaki jalan sesuai keyakinan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI