Mohon tunggu...
Reni
Reni Mohon Tunggu... Universitas Hasanuddin

Welcome

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fortifikasi Garam dengan Iodium, Jalan Menuju Generasi Sehat dan Cerdas

24 September 2025   05:30 Diperbarui: 24 September 2025   09:44 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Garam Beryodium Kemasan (Sumber: Lemon8 @fadillahfoodies)

Defisiensi iodium masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kekurangan iodium umumnya terjadi dikarenakan rendahnya kandungan iodium dalam tanah dan air, menyebabkan bahan pangan lokal miskin akan kandungan iodiumnya. Kondisi ini menimbulkan gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia. Iodium sendiri merupakan mineral esensial yang berperan penting dalam pembentukan hormon tiroid (tiroksin dan triiodotironin). Hormon tiroid berfungsi mengatur metabolisme tubuh, pertumbuhan, perkembangan otak, serta kerja sistem saraf, sehingga jika mengalami defisiensi iodium, maka produksi hormon tiroid akan terhambat dan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan. Salah satu dampak paling sering terjadi yang disebabkan oleh defisiensi iodium ialah gondok.

Fortifikasi pangan merupakan upaya penambahan zat gizi tertentu ke dalam bahan makanan guna meningkatkan kandungan gizinya, dengan tujuan mencegah atau mengurangi risiko kekurangan gizi pada masyarakat. Salah satu bentuk fortifikasi ialah penambahan iodium ke dalam garam. Garam dipilih sebagai media fortifikasi sebab menjangkau seluruh lapisan masyarakat, hampir semua orang mengonsumsi garam setiap hari dalam jumlah relatif sama, harganya murah, mudah diperoleh, serta tahan digunakan dalam berbagai olahan makanan. Proses fortifikasi garam dilakukan dengan menambahkan senyawa iodium (kalium iodat atau kalium iodida) ke dalam garam pada saat produksi. Senyawa ini dicampurkan secara merata sesuai standar kesehatan, umumnya berkisar antara 30-80 ppm. Garam yang difortifikasi perlu untuk dikemas dengan baik guna mencegah hilangnya kandungan iodium akibat panas, kelembaban, atau paparan sinar matahari.

Fortifikasi iodium pada garam sangat penting bagi kesehatan masyarakat. Berdasarkan penelitian Kuay et al (2022), fortifikasi iodium pada garam terbukti mampu menurunkan prevalensi gondok pada anak sekolah dari 2,9% di tahun 2008 menjadi hanya 0,1% di tahun 2018. Kondisi masyarakat yang lebih sehat akan mendukung produktivitas sumber daya manusia lebih baik serta menekan beban kesehatan di tingkat nasional. Kekurangan iodium pada masa pertumbuhan sendiri dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan otak, menurunkan kecerdasan, bahkan menimbulkan risiko kretinisme, maka dengan memastikan ketersediaan garam beriodium, anak-anak berpeluang mendapatkan nutrisi penting yang mendukung perkembangan otak mereka serta kemampuan belajarnya secara optimal sehingga dapat berkontribusi pada kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Petani Garam (Sumber: Pasardana)
Petani Garam (Sumber: Pasardana)
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi untuk mempertegaskan bahwa garam konsumsi wajib difortifikasi dengan iodium. Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1994 menegaskan bahwa seluruh garam konsumsi di Indonesia harus beriodium, menjadi dasar awal wajibnya fortifikasi ini. Regulasi diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan pangan fortifikasi wajib serta melakukan pengawasan. Selain itu, Standar Nasional Indonesia (SNI) menetapkan kadar minimal kalium iodat (KIO) pada garam konsumsi sebesar 30 ppm, serta mengatur standar mutu, kemasan, label, dan tata cara produksi. Terbaru, Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional turut mengatur ketersediaan bahan baku fortifikan serta pembatasan impor, sehingga mendukung kemandirian produksi garam beriodium di dalam negeri.

WHO menerbitkan pedoman teknis yang merekomendasikan agar semua garam pangan, baik untuk rumah tangga maupun industri makanan, difortifikasi dengan iodium sesuai standar konsumsi garam masyarakat. Pedoman yang diterbitkan WHO juga memperhatikan faktor kehilangan iodium selama proses produksi, distribusi, hingga penyimpanan. UNICEF mendukung pemerintah melalui advokasi, surveilans status gizi, serta monitoring cakupan garam beriodium di masyarakat. 

Kabupaten Gunungkidul, DIY (Sumber: wartajogja.id)
Kabupaten Gunungkidul, DIY (Sumber: wartajogja.id)

Di daerah terpencil, penggunaan garam beriodium sangat sulit dilakukan mengingat keterbatasan akses dan tingginya biaya transportasi, sehingga ketersediaannya tidak merata. Di tambah, kesadaran masyarakat tentang pentingnya garam beriodium masih rendah, banyak yang belum memahami betapa urgensinya garam beriodium dengan pencegahan penyakit gondok, gangguan pertumbuhan, maupun penurunan kecerdasan, bahkan sebagian dari masyarakat lebih memilih garam non-iodium karena dianggap lebih murah atau alami. Melihat kondisi masyarakat yang masih minim akan perihatinnya terhadap garam beriodium, peran seorang terdidik maupun seorang yang pengetahuannya lebih luas sangat dibutuhkan untuk melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya konsumsi garam yang telah difortifikasi iodium agar mereka memahami manfaatnya bagi kesehatan, terutama dalam mencegah gangguan akibat kekurangan iodium. Edukasi ini perlu berjalan beriringan dengan pengawasan kualitas produksi, sehingga garam yang beredar benar-benar memenuhi standar kandungan iodium yang dianjurkan dan aman dikonsumsi. Untuk mencapai hasil yang lebih maksimal, diperlukan kolaborasi antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan, produsen sebagai penyedia produk yang berkualitas, serta tenaga kesehatan yang berperan dalam memberikan informasi dan pendampingan langsung kepada masyarakat, sehingga seluruh elemen saling melengkapi dalam menjaga keberhasilan program.

Fortifikasi iodium dalam garam dinilai sebagai upaya dengan langkah sederhana, murah, tetapi sangat efektif dalam menekan angka penderita GAKI dikarenakan garam merupakan bahan pangan yang hampir selalu dikonsumsi oleh masyarakat setiap hari. Melalui fortifikasi garam beriodium, kebutuhan iodium masyarakat dapat tercukupi dengan mudah tanpa harus mengubah pola makan secara besar-besaran. Ke depannya, diharapkan program garam beriodium dapat semakin ditingkatkan, baik dari segi ketersediaan, pengawasan mutu, maupun edukasi kepada masyarakat, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan secara merata dan mampu menekan angka kejadian gondok di seluruh wilayah. 

Garam Beryodium Kemasan (Sumber: Lemon8 @fadillahfoodies)
Garam Beryodium Kemasan (Sumber: Lemon8 @fadillahfoodies)

REFERENSI

Alfi, N. A. (2022). Hubungan Antara Faktor Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dengan Kejadian Stunting pada Anak Baduta di Kabupaten Enrekang (Tesis magister, Universitas Hasanuddin). Universitas Hasanuddin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun