Mohon tunggu...
Frater Milenial (ReSuPaG)
Frater Milenial (ReSuPaG) Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka belajar tentang berbagai hal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jika Anda tidak mampu mengerjakan hal-hal besar, kerjakanlah hal-hal kecil dengan cara yang besar (Napoleon Hill)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Renungan: Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah

14 September 2021   17:06 Diperbarui: 15 September 2021   08:53 9151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maria Bunda Allah (wallpapersafari.com)

          Para saudara-saudari yang terkasih. Hari ini kita merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah. Pada tanggal 1 Januari 2017, Paus Fransiskus dalam Homili Misa Santa Perawan Maria Bunda Allah di Basilika St. Petrus, berkata: "Merayakan Maria sebagai Bunda Allah dan ibu kita di awal tahun baru berarti mengingat kepastian yang akan menemani hari-hari kita: kita adalah umat yang memiliki seorang ibu; kita bukanlah anak-anak yatim". Selain itu, juga dikatakan bahwa merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah itu "Mengingatkan kita bahwa kita bukan barang dangangan yang bisa dipertukarkan atau pengolah informasi. Kita adalah anak-anak, kita adalah keluarga, kita adalah umat Allah".

          Secara liturgis, seluruh Gereja Katolik merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah. Perayaan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah pertama kali ditetapkan oleh Paus Pius XI dalam Ensiklik Lux Veritatis (Cahaya Kebenaran), pada tanggal 25 Desember 1931. Paus Pius XI adalah seorang promotor gigih perdamaian tahun 1922-1939, di mana ia mengeluarkan ensiklik untuk memperingati 1500 tahun Konsili Efesus (431), sebagai konsili yang menetapkan Dogma Maria Bunda Allah. Awalnya, Perayaan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah ini dirayakan pada 11 Oktober, tetapi dalam pembaruan liturgi tahun 1970 perayaaan ini dipindahkan pada tanggal 1 Januari.

          Pemindahan itu tentu mempunyai pertimbangan baik. Pada tanggal 1 Januari adalah tepat hari kedelapan, dihitung sejak 25 Desember, oktaf Natal, saat bayi Yesus disunatkan dan diberi nama (Luk 2:21). Hari Yesus disunatkan ini, kini dirayakan sebagai Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah. Dengan demikian misteri Maria yang istimewa ini diangkat dalam rangkaian perayaan Natal, tetapi juga hakikat ke-Allah-an dari Putra yang dilahirkannya mau direnungkan secara khusus.

          Maria sebagai Bunda Allah diuraikan dalam ensiklik Lux Veritatis, dengan merujuk pada Konsili Efesus. Pada waktu itu Nestorius, karena kekhawatiran akan pengagungan akan Maria yang berlebihan, memandang Maria bagaikan Dewi (goddess), dengan mengajarkan bahwa Maria hanya melahirkan Yesus sebagai manusia biasa saja, di mana ketubuhannya atau
kodrat kemanusiaan Yesus, itulah yang dilahirkan oleh Ibu Maria. Sehingga, konsekuensinya Nestorius menyebut Maria sebagai Bunda Kristus (Christotokos), tetapi bukan sebagai Bunda Allah sebagaimana sudah menjadi iman umat pada waktu itu.

          Konsili melawan ajaran Nestorius tersebut, yang ditokohi oleh Cyrillus dari Alexandria. Di mana pandangannya disetujui oleh Gereja, yaitu bahwa Maria sungguh-sungguh dapat disebut sebagai Bunda Allah (Theotokos), sebab yang dilahirkannya adalah sungguh-sungguh Allah yang menjadi manusia. Sejak mulai dikandung dalam rahim Perawan Maria, dua kodrat, kodrat keAllahan dan kodrat kemanusiaan, bersatu secara hypostatis, tak dapat dipisahkan tetapi juga tidak lebur satu sama lain Berkat keputusan kehendak kebaikan Allah, yang Ilahi mengambil daging dari rahim Maria dan sebagai kesatuan Allah-manusia sedemikian itu Ia dilahirkan oleh ibunya. Dengan demikian Maria sungguh-sungguh Bunda Allah, meskipun Maria tetaplah manusia seperti kita.

          Gelar Bunda Allah ini sebenarnya menguatkan misteri inkarnasi sendiri. Yesus adalah Sabda yang bersama Allah pada awal mulanya dan kini menjadi daging serta tinggal di antara kita. Ia adalah Immanuel, Tuhan beserta kita. KeAllahan-Nya bukan hanya secara adoptif (bidaah adoptianisme, yang menyebut Yesus itu manusia dan kemudian diangkat). Juga dalam Yesus kodrat kemanusiaannya tidak hilang atau lebur. Sebaliknya Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia.

          Dengan demikian, penempatan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah pada tanggal 1 Januari mempunyai dampak penting. Dengan perayaan pada awal tahun ini, seluruh tahun kini diletakkan dibawah perlindungan doa penuh kuasa dari ibu yang melahirkan Allah Putera, di mana doa klasik "Hendak Berlindung" (Totus Tuus Maria) didaraskan. Selain itu, menjadi lengkap dan indah bahwa pada tanggal 1 Januari bagi umat Katolik merupakan Hari Perdamaian Sedunia, yang mulai dirayakan sejak Paus Paulus VI, 1968; Gereja dibantu oleh Bundanya memohon kepada Allah untuk mengaruniakan damai yang sejati.

          Lalu, apa yang dapat kita pelajari dari Bunda Maria? Bunda Maria selalu hadir aktif bersama puteranya. Dia tidak hanya sekedar hadir tetapi dengan namanya disebut pertama berarti kehadirannya sangat berarti bagi Yesus. Bunda Maria juga menyimpan semua perkara yang tidak lain adalah kehendak Tuhan di dalam dirinya. Ia percaya bahwa kesederhanaan Betlehem adalah rencana Tuhan baginya dan sebagai hamba ia menerimanya. Hanya orang beriman seperti Maria dapat menerima rencana Tuhan yang unik seperti ini. Mari kita belajar dari Bunda Maria untuk selalu hadir aktif di dalam keluarga dan komunitas masing-masing. Kita juga memiliki hati Maria sebagai hamba untuk patuh kepada kehendak Tuhan. Amin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun