Dunia yang kita tinggali sekarang merupakan produk dari apa-apa yang telah terjadi di masa lalu. Kondisi Timur Tengah yang terus berguncang smpai hari ini tidak dapat dipisahkan dari kehadiran Israel dan barat sebagai sekutunya. Peristiwa runtuhnya gedung kembar pada 11 September 2001 menjadi awal mula invasi besar-besaran, yakni secara fisik, militer barat ke Timur Tengah terutama ke Irak yang terletak di tengah-tengah, hingga sampai ke Afganistan. Peta geopolitik pun berubah dan terbentuklah peta yang baru, yang menghadirkan kekuatan dan kekuasaan yang baru pula, yang layaknya papan catur mengubah skema permainan yang ada. Namun demikian, perubahan yang terjadi di papan catur geopolitik Timur Tengah tetap mengarah kepada dua hal, terjaminnya keberlangsungan Israel dan kepentingan barat di Timur Tengah.
Peristiwa runtuhnya dua menara kembar simbol ekonomi negara adidaya Amerika Serikat menjadi tonggak penting yang membentuk narasi sejarah dunia. Konsep terorisme yang ditujukan secara membabi buta tak hanya kepada aksi teror itu sendiri tapi juga kepada pejuang-pejuang yang beragama Islam menjadi hal yang dianggap sangat brutal. Afganistan karenanya harus merasakan peperangan panjang selama 20 tahun. NATO, tak hanya Amerika, yang turut serta menginvasi Afganistan akhirnya harus angkat kaki pada 2021 silam. Penindasan atas nama demokrasi ini sebenarnya sudah lama terjadi di Timur Tengah, hanya saja skalanya menjadi sedemikian besar semenjak peristiwa 9-11. Pejuang kemerdekaan pun dilabeli teroris, padahal mereka hanya ingin hidup bebas di tanahnya sendiri. Hamas, yang berjuang demi Palestina pun mendapat label yang sama terutama oleh Israel dan sekutu-sekutunya.
Benjamin Netanyahu, yang wajahnya selalu ada di berita-berita agresi militer Israel, setahun sebelum invasi Amerika ke Irak, datang untuk berbicara di depan kongres Amerika Serikat. Pada 2002 kala itu awalnya ia memuji inisiatif invasi AS ke Afganistan, kemudian berpidato untuk mendorong Amerika supaya meneruskan invasinya dan memilih target baru, yang tak lain dan tak bukan adalah Irak. Di bawah Saddam Hosein, Irak menjadi penentang paling keras terhadap keberadaan Israel. Tak berselang lama, di 2003, Amerika segera mengirimkan armada tempurnya ke sana, dan menggulingkan kekuasaan Saddam Hosein. Narasi yang dibawa yakni fitnah tentang senjata pemusnah massal yang tidak pernah ditemukan secuilpun.
Peta politik pun berubah, Irak yang dahulu didukung Amerika saat menghadapi Iran, kini harus menerima kenyataan bahwa sebenarnya ia hanya dimanfaatkan. Dan hubungan yang lebih erat dengan Israel memaksa Irak harus menerima kenyataan itu di hadapan moncong senjata. Gaddafi, pemimpin Libya yang pernah membantu gerakan kemerdekaan Palestina dengan mengirimkan peralatan senjata, juga harus ikut menanggung derita dan kehancuran.
Nah, coba bayangkan apa yang terjadi sekarang jika Irak di bawah kepemimpinan Saddam Hosein masih ada? Lalu juga Libya di bawah kepemimpinan Gaddafi? Apakah Israel masih bisa melancarakan serangan sesuka hati dengan leluasa seperti sekarang? Axis of Resistance yang dipimpin oleh Iran bahkan kewalahan, mereka membutuhkan dukungan dari pemimpin-pemimpin negara Timur Tengah yang sayangnya tidak sekelas dengan Saddam dan Gaddafi. Itulah perspektif yang hendak penulis sampaikan, bahwa perubahan peta geopolitik yang terjadi di Timur Tengah saat ini merupakan hasil pemetaan yang detail dan terukur oleh elite-elite Mossad dan para pemimpin Israel. Genosida yang dilakukan terhadap Gaza, lalu serangan bertubi-tubi ke berbagai penjuru, itu semua dilakukan dengan penuh perhitungan dan perencanaan yang matang.
Israel tahu jika ia ingin melancarkan agresi besar-besaran dengan membumihanguskan seluruh Gaza, itu berarti ia harus bersiap menghadapi konsekuensi logis dari wilayah politik di sekitarnya. Hal itu berarti adalah ancaman serangan balasan oleh mereka-mereka yang membela Palestina. Sayangnya, kekuatan politik itu tidak sekuat dulu lagi, runtuhnya Irak membuat gentar negara-negara di Timur Tengah yang dahulu berposisi sama, yakni sebagai penentang keras Israel. Ketakutan mereka bernasib sama dengan yang dialami Saddam Hosein membuatnya lalu 'berdamai' dengan sumber kejahatan itu sendiri, yang membuat Timur Tengah mengalami guncangan dan ketidakstabilan yang sedemikian luar biasa. Suriah dibuat tidak menentu, begitu pula negara-negara yang menentang kehadiran Israel di sana. Tidak ada yang namanya kestabilan tanpa kepatuhan, seperti yang ditunjukkan Arab Saudi misalnya. Guncangan yang dahsyat mengubah peta geopolitik Timur Tengah, yang tak hanya semakin mendukung keberadaan Israel, akan tetapi juga mendukung rencananya dalam mewujudkan Greater Israel sesuai rencana awal Zionis, yakni Israel yang meliputi wilayah diantara sungai Eufrat dan sungai Nil.
Itulah kenyataan hari ini, perang yang dimulai Israel dengan bersembunyi dibalik ketangguhan yang ditunjukkan Hamas masih akan berlangsung lama dan akan semakin besar. Bahkan bisa jadi hal ini akan membawa negara-negara di dunia ke dalam perang dunia. Apa yang terjadi hari ini, adalah produk apa-apa yang telah terjadi di masa lalu. Lalu keganasan Israel hingga menyerang negara sekecil Qatar, untuk apa coba? Apakah alasannya benar-benar seperti yang diberitakan? Ingat di sanalah kantor berita utama Al-Jazeera yang menjadi corong utama berita-berita di Timur Tengah berada.
Peristiwa 9-11 sudah banyak dibahas dari perspektif yang sesuai dengan kenyataannya, yang sayangnya itu diberi label 'teori konspirasi' untuk mengaburkan bukti-bukti otentik yang menunjukkan keterkaitan peristiwa ini dengan operasi false flag. Operasi yang ditujukan untuk mengubah peta geopolitik Timur Tengah demi keuntungan Israel, yang saat ia lancarkan akan mewujudkan Israel Raya (Greater Israel). Sekaranglah saatnya kita membuka mata dan berpikir jernih, dominasi Israel akan ditancapkan di Timur tengah. Hal tersebut terjadi bukan secara tiba-tiba, bahkan dari awal lahirnya pun sudah sedemikan terencana. Tidak ada yang bisa menjelaskan bagaimana hubungan politis yang terjadi antara Inggris, Amerika dan keberadaan Israel sekarang ini. Padahal Inggris lah yang membuat Israel lahir melalui Balfour Declaration dan Amerika yang menyusui 'bayi itu' hingga sebesar sekarang ini lewat bantuan luar negeri terbesar yang meliputi bantuan militer dan ekonomi. Â Â Â
Israel oleh karenanya akan semakin ganas karena jalan untuk mewujudkan apa-apa yang direncanakan itu kini kian lebar. Kondisi ekonomi dunia yang sedang tidak baik-baik saja akan menambah ketidakberdayaan, yang bahkan tanpanya pemimpin negara-negara di dunia hanya bisa 'mengecam' tanpa tindakan nyata sama sekali. Sementara itu gerakan-gerakan yang muncul untuk membantu Palestina akan selalu diberangus tanpa ampun. Bahkan bantuan-bantuan yang datang ke sana akan dihentikan di tengah jalan dan terbuang tersia.
Runtuhnya menara kembar kemudian dapat dimaknai dengan runtuhnya Timur Tengah. Peta geopolitik yang baru akan terus tidak stabil, sehingga hal itu akan dapat dimanfaatkan oleh Israel. Sasaran besar berikutnya tentu saja Arab Saudi, entah itu dengan ketundukan atau penciptaan kondisi ketidakstabilan yang sama yang terjadi di berbagai belahan dunia yang lain. Runtuhnya Timur Tengah lalu akan membawa keruntuhan pula terhadap fondasi dunia yang berpijak pasca perang dunia I dan II dari segala sisi, baik itu politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Perubahan ini pasti akan terjadi di masa yang akan datang, lalu di sisi manakah kita akan berada, bersama para budak yang tertipu atau mereka yang terus berjuang demi kemerdekaan sejati bersama kebenaran?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI