Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

"Tepo Saliro" di Zaman Globalisasi

31 Oktober 2017   06:16 Diperbarui: 31 Oktober 2017   08:09 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

" Jamanmu sekarang Wes enak le " pasti beberapa dari kita sudah pernah atau mungkin mendengar kata-kata ini. Ya memang betul saat ini kita hidup di jaman dimana perkembangan teknologi lebih cepat dari perkembangan moral manusia. Bagaimana bisa? Saat ini kita hidup dimana arus globalisasi dan modernisasi mencapai kecepatan yang sangat tinggi. Hari gini tidak mungkin ada yang tidak punya gadget atau smartphone. Anak TK aja sekarang sudah pegang Smartphone sendiri. Kalau dulu but referensi orang tua Kita harus berburu koran, sekarang kita hanya tinggal tanya mbah google. Kalau dulu Kita harus kirim kabar lewat Surat, sekarang fitur SMS dan E-mail bisa kita manfaatkan. Terlihat kan betapa enaknya hdup Kita yang hidup di era globalisasi in.

Namun satu keprihatinan yang sering dikeluhkan banyak orang atau mungkin justru dikeluhkan orang tua Kita sendiri pada kita adalah bagaimana kita atau yang sering orang tua kita sebut sebagai generasi Z masih belum bisa mempraktekan arti dari Tepo Saliro. Nah mungkin beberapa dari kita justru masih belum tau apa itu arti dari tepo Saliro.

Tepo Saliro adalah nasihat dari petuah jawa yang mengajak kita untuk selalu  menenggang perasaan orang lain. Dalam bahasa Indonesia, tepo Saliro ini dapat disamakan dengan tenggang rasa yang berarti ikut merasakan atau menghargai perasaan orang lain. Tenggang rasa sendiri merupakan kombinasi dari empati dan toleransi yang menyebabkan kita menjadi peka terhadap perasaan orang lain.

Bila dilihat secara teorinya, tepo Saliro ini tentu bukan hal yang sulit. Apa susahnya sih cuma menghargai perasaan orang lain? Tapi seperti yang guru kita selalu bilang di sekolah, praktek itu lebih sulit dari teorinya. Coba deh Kita perhatikan kehidupan Kita sehari-hari. Tanpa kita sadari Kita sering melakukan tindakan yang melupakan tepo Saliro terhadap orang lain. Contoh gampangnya, buang sampah sembarangan, menghina orang lain dengan ejekan ejekan sehari-hari, tidak mau menjenguk teman yang sedang sakit atau membantu teman yang sedang kesusahan, dan lain sebagainya.

Di jaman sekarang ini, tepo saliro merupakan salah satu sikap yang sangat penting untuk dikembangkan. Jika semua orang melaksanakan tepo Saliro, pastilah kehidupan di dunia inI berlangsung dengan harmonis. Tepo Saliro ini juga sangat penting untuk menjunjung martabat kita sebagai manusia dihadapan manusia dan dihadapan Tuhan. Seperti petuah jawa, " Ajining diri dumunung saka jeroning ati ", yang berarti martabat seseorang terlihat dari seberapa dalam hati mereka.

Seperti yang kita tau, Bangsa Indonesia ini terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, agama, dan budaya. Tanpa adanya rasa saling menghargai antar RAS, tidak mungkin keanekaragaman ini justru menjadi alat pemersatu bangsa Kita. Itulah yang diajarkan leluhur bangsa ini pada kita. Tapi rupa-rupanya ajaran ini pula sudah tergerus oleh roda jaman. Berita di televisi dan radio saat in marak dengan topik perang antar suku, ejek-ejekan antar umat beragama, dan semacamnya. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kurangnya tenggang rasa bangsa Indonesia saat ini.

Mengembangkan tepo Saliro di jaman sekarang ini bahkan jauh lebih sulit dari mengerjakan soal fisika yang diberikan oleh guru kita. Tepo Saliro ini lebih sering dijadikan hiasan kata-kata Kita sehari-hari daripada menjadi hiasan dari tingkah laku kita. Bahkan banyak yang melakukan tepo saliro hanya sebagai settingan belaka di suatu situasi. Namun meskipun demikian, tepo saliro ini dapat kita bangun mulai dari lingkup yang kecil yang ada di sekitar kita, atau dalam kata lain dalam keluarga maupun pergaulan sehari-hari kita di sekolah.

Dalam keluarga kita dapat bertepo saliro dengan ikut menjaga kerukunan dalam lingkungan keluarga. Contoh konkritnya adalah dengan menaati nasihat orang tua kita serta mau menghargai dan memikirkan perasaan saudara-saudara kita.

Dalam pergaulan di sekolah, tepo saliro dapat mencegah situasi sekolah yang tidak menyenangkan seperti dihukum oleh guru atau tawuran antar siswa. Bersikap baik pada semua guru dan sesama siswa, serta menghindari sikap yang merusak suasana belajar merupakan contohnya.

Dalam lingkungan yang lebih luas, yaitu dalam masyarakat dan negara, praktek tepo saliro dapat diwujudkan dengan ikut bergotong royong serta saling menghargai sebagai anggota masyarakat dan negara.

Sebuah prinsip yang patut dipegang dalam melaksanakan tepo saliro adalah " Perlakukan orang lain, selayaknya kamu ingin diperlakukan". Bila kita tidak suka dihina maka jangan menghina orang lain. Bila kita tidak suka difitnah maka jangan mengfitnah orang lain. Bila kita ingin dibantu, maka mulailah membantu orang lain. Jika setiap orang memiliki kesadaran tersebut, maka bukan hal yang sulit untuk membangun negara Indonesia menjadi negara yang tinggi toleransinya. Mari kita teruskan budaya tepo saliro di jaman globalisasi ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun