Mohon tunggu...
Remy Celebes
Remy Celebes Mohon Tunggu... -

simple, logic, resolute

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kitab Suci antara Fakta dan Fiksi?

13 April 2018   14:56 Diperbarui: 20 April 2018   02:00 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lagi-lagi kontroversi, setelah puisi Sukmawati yang mendiskreditkan azan dan cadar, sekitar sepuluh hari setelahnya Rocky Gerung menyatakan bahwa kitab suci adalah fiksi. Puisi Sukmawati yang jauh dari rasional dan terkesan seperti orang yang mengigau, lebih mudah untuk dimaafkan atau bahkan untuk tidak ditanggapi karena keterbatasan intelektualnya. Barangkali itulah pendapat sebagian besar ulama sehingga terlihat dengan mudah untuk memaafkan, apalagi dalam puisinya tersebut dia juga menyatakan "aku tidak tahu...".

Berbeda dengan Sukmawati, Rocky Gerung dikenal sebagai dosen filsafat di salah satu universitas terbaik di negeri ini, yang paling tidak memiliki tingkat intelektual di atas Sukmawati. Perbedaan lain, puisi Sukmawati hanya tertuju pada satu agama yaitu Islam yang notabene juga dianutnya (paling tidak itu yang tercantum dalam KTP nya). Namun tidak tanggung-tanggung, Rocky Gerung menyentil semua agama yang diakui di negara ini karena seluruhnya memiliki kitab suci.

Jelas tidak ada manusia yang memandang kitab sucinya adalah fiksi kecuali yang ateis. Antipati terhadap komunis dimasyarakat hingga jadi paham yang terlarang bukan karena pandangannya tentang sistem ekonomi, namun karena pandangannya yang meniadakan agama. Apakah telah terjadi pergeseran pemahaman pada para pemegang kekuasaan hingga pandangan yang meniadakan agama meskipun sebatas ucapan saat ini tidak lagi menjadi masalah? Atau mungkin juga diabaikan dan langsung dimaafkan karena ucapan-ucapan tersebut berasal dari orang-orang yang intelektualnya terbatas?

Telah jelas bahwa fiksi adalah khayal, dan fiktif adalah segala hal yang bersifat khayal/fiksi, begitulah menurut kamus dan juga para ahli bahasa. Apakah beliau harus dimaafkan juga karena asal bunyi tanpa pengetahuan sebagaimana Sukmawati? Namun jika menimbang reputasinya sebagai ahli filsafat dan kemampuannya beretorika sepertinya beliau bukannya tidak tahu, atau mungkin sengaja salah untuk menyesatkan? Entahlah, namun dari perkataannya sulit untuk mempidanakannya karena beliau terlebih dahulu telah mendefinisikan "fiksi" sebagai sesuatu yang mengaktifkan imajinasi (tentunya menurut versi beliau yang ngawur).

Jika ada orang yang mengatakan "presiden itu orang yang pandir" namun sebelumnya dia mendefinisikan bahwa "pandir" tidak sama dengan "bodoh" namun adalah suatu hal yang menyebabkan kerendahan hati, maka akan sulit juga mempidanakan orang tersebut. Apalagi jika telah diterangkannya juga kalau "pandir" itu baik dan "bodoh" itulah yang buruk. Kecuali jika presiden yang dimaksud adalah seorang diktator yang "sumbu pendek".

Sebagai muslim saya/kita/kami diwajibkan untuk mempercayai semua kitab yang telah diturunkan pada nabi-nabi sebelum Al-Qur'an diturunkan pada Nabi Muhammad SAW, termasuk Taurat pada Nabi Musa dan Injil pada Nabi Isa. Tentunya sekedar percaya bahwa Tuhan telah menurunkan kitab-kitab tersebut, karena telah ada Al-Qur'an yang membawa syariat baru dan sempurna sebagai panduan (jika tidak ada yang keberatan saya menyebutnya "last testament"). Jadi meyakini bahwa semua kitab suci yang telah diturunkan Allah itu fakta adalah wajib bagi setiap muslim.

Namun jika menimbang lagi definisi fiksi menurut Rocky Gerung yaitu "sesuatu yang mengaktifkan imajinasi" maka saya/kita/kami sebagai muslim tidak perlu tersinggung apalagi marah. Karena jelas kita/kami tidak dianjurkan untuk berimajinasi apalagi sampai memvisualisasikan imajinasi kita/kami terhadap hal-hal yang gaib dalam agama. Jangankan Allah SWT, makhluknya seperti malaikat, iblis, atau setan, bahkan semua nabi termasuk Nabi Muhammad SAW yang dulunya nyata adalah manusia dan berinteraksi dengan manusia lain, sekarang pun nyata dimana makamnya, kita/kami tidak berani untuk memvisualisasikan.

Tidak perlu dikhayalkan, tidak perlu dibayangkan, termasuk bagaimana surga dan neraka. Selama kita berusaha patuh dengan tuntunan kitab suci, tetap berpikiran positif kepada Allah sehingga timbul rasa syukur dan sabar, insya Allah semua akan indah pada waktunya. Seseorang yang bercita-cita jadi presiden dan selalu berkhayal bagaimana indahnya saja tanpa atau kurang berpikir dan berusaha untuk mencapainya, tidak akan pernah menjadi presiden. Bahkan jika jabatan itu telah diraih namun hanyut dengan euforia, tanpa peduli beratnya tanggung jawabnya, selalu menggampangkan persoalan, selalu melempar kesalahan pada orang lain termasuk bawahannya, abai dan bahkan mungkin zalim terhadap yang lemah, akan tiba pula jatuhnya pada negeri yang diberkahi. Maka mari berusaha dan berdoa meminta negeri ini diberkahi agar diberi pemimpin yang teguh pendiriannya, cerdas, dan amanah.

Berikut beberapa firman Allah yang merupakan peringatan tentang fiksi/khayal/angan-angan:

"Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka."(QS. An-Nisaa' [4]: 120)

"Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)."(QS. Al-Hijr [15]: 3)

"(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah."(QS. An-Nisaa' [4]: 123)

Ayat-ayat di atas bukan tentang berimajinasi dalam berkreasi dan berinovasi dalam hal-hal duniawi, tentunya boleh-boleh saja jika seorang arsitek berimajinasi tentang gedung yang akan dibangunnya, ataupun perancang apa saja selama yang dirancang tidak berkaitan dengan hal gaib dalam agama.

Kembali pada topik pembahasan, bagi yang tersinggung atau marah dengan pernyataan tersebut sebaiknya menempuh jalur hukum. Dan barangkali tidak perlu demonstrasi besar-besaran seperti yang pernah ada sebelumnya karena beliau bukanlah seorang Gubernur yang memiliki kekuasaan, atau sahabat dari orang paling berkuasa di negeri ini. Malahan beliau ini sering mengkritik rezim saat ini (begitulah zahirnya/yang terlihat). Namun jika tetap akan berdemonstrasi telah ada jaminan negara untuk itu, dan insya Allah tidak akan ada demonstrasi tandingan seperti yang juga terjadi sebelumnya. Karena demonstrasi tandingan hanya menunjukkan perpecahan negeri ini, dan menunjukkan tidak adanya empati terhadap perasaan orang lain yang kitab sucinya dinistakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun