Indonesia merupakan negara yang memiliki struktur masyarakat yang beragam. Corak keberagaman masyarakat ini tersusun atas berbagai kelompok yang mengikuti garis pembelahan sosiologis lebih dari satu, tidak menutup kemungkinan menghasilkan konflik, baik secara horizontal maupun vertikal.
Perkembangan identitas dan prasangka lahir di masyarakat akan berakibat pada tindakan diskriminatif antara kelompok masyarakat dominan terhadap non-pribumi dalam berbagai segi kehidupan.
Dapat dilihat dari konflik antara pribumi dan etnis Tionghoa yang tak kunjung tuntas (Lan, 1999). Masyarakat menganggap kelompok kecil Tionghoa sebagai representasi kelompok yang memonopoli sektor distribusi dan mengendalikan ekonomi Indonesia, sehingga menimbulkan konflik dan sentimen etnisitas.
Etnis Tionghoa menerima perhatian publik yang cukup besar, terutama karena adanya Pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan kontroversi pernyataan yang melibatkan Basuki Tjahja Purnama, disapa Ahok,seorang etnis Cina dan beragama Kristen diprediksi akan memenangkan Pilkada Jakarta 2017.
Sampai pada kasus penistaan akibat pernyataan Ahok pada September 2016 yang diduga menghina surat Al-Maidah ayat 51. Dalam beberapa minggu, terjadilah serangkaian protes ratusan ribu massa yang diikuti umat dari seluruh Indonesia diorganisir oleh kelompok Islam radikal. Mereka meminta agar Ahok dituntut karena penistaan agama.
Semakin dapat ditebak kemarahan mengambil nada kebencian dan rasis terhadap etnis Cina. Dikutip dari media Republika, Sentimen Etnisitas dan Agama meningkat di Pilgub DKI 2017, berdasarkan hasil survei LSI elektabilitas Ahok memang tinggi, namun sentimen ini mengakibatkan masyarakat menjadi terbelah antara pendukung Ahok maupun yang anti kepadanya.
Sentimen negatif ini bahkan telah ada sebelum kasus dugaan penistaan ini terjadi, ada beberapa hal mengkhawatirkan yang menunjukan kembalinya narasi anti-Tionghoa. Oposisi dan kelompok yang anti-Ahok secara terbuka menyerangnya berdasarkan etnis, sejak sebelumnya ia menjabat sebagai Wakil Gubernur Jakarta tahun 2012.
Munculnya narasi sentimental ini terlihat sepanjang Pilkada dan kasus penistaan Ahok telah menimbulkan pertanyaan mengenai apakah stereotip lama dan prasangka negatif mengenai etnis tionghoa masih tetap ada semenjak Reformasi.
Seperti yang selalu terjadi sepanjang sejarah Indonesia, sentimen ini terjadi berkaitan kompleks dengan isu kelas dan agama. Sementara agama menjadi fitur yang lebih dominan dari sebelumnya, kelas terus menjadi elemen yang penting dalam membentuk bagaimana persepsi publik memandang etnis Tionghoa.
Kemarahan masyarakat terhadap Ahok diperkuat dengan fakta bahwa banyak dari kebijakanya seperti pengusiran masyarakat kampung disepanjang bantaran sungai yang kontroversial dan reklamasi yang merugikan warga miskin. Persepsi mengenai ketidakadilan dsitribusi sumberdaya ekonomi membuka peluang munculnya ketegangan antarkelompok etnis jika isu entitas dikampanyekan (Olzak, 1992).
Disamping itu, meningkatnya konservatisme Islam dan ketimpangan ekonomi makin memperluas dispartasi kelas masyarakat dan menjadikan etnis Tionghoa sebagai target kemarahan masyarakat. Kekayaan etnis Tionghoa menjadi target pengunjuk rasa Islam.