Mohon tunggu...
rehana ana
rehana ana Mohon Tunggu... -

topik konten

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perubahan Situasional Menyangkut Pilihan dan Kecendurungan Politik yang Terjadi kepada Seorang Kyai di Orda Baru saat itu

2 September 2024   13:06 Diperbarui: 13 Desember 2024   16:28 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DR. KH Musta'in Romly (Foto: dok Gusluk)

besar perjalanan karir Kiai Mustain Romli pada masa Presiden Soeharto memimpin Indonesia Riwayat Jabatan Di Luar Kepemimpinan Darul Ulum Selain memimpin Pondok Pesantren Darul Ulum, TQN, dan UNDAR. Kiai Mustain Romli memiliki pergaulan dengan banyak tokoh dan lembaga penting, baik di dalam atau pun luar negeri. Seperti pada 1984, ia menemani Umar Wirahadi Wakil Presiden RI ke-4 dan Muchtar Kusumaatmaja Menteri Luar Negeri RI melakukan kunjungan dalam acara KTT Organisasi Konferensi Islam di Casablanca, Maroko. Selain itu, Kiai Mustain Romli juga menempati beberapa jabatan strategis. Berikut beberapa jabatan yang pernah diembannya, antara lain:

  • Ketua Umum Jamiyah Thoriqoh Mutabarah Indonesia pada tahun 1975 sampai wafat.
  • Pegurus Majelis Rektor Universitas dan Institut Seluruh Indonesia tahun 1981 sampai wafat.
  • Anggota International Association of University President (IAUP) tahun 1981 di Costarica.
  • Anggota Badan Kerjasama (BKS) Perguruan Tinggi Swasta atau Lembaga Perguruan Tinggi Swasta (LPTS) tahun 1983 sampai wafat.
  • Aggota DPR - MPR RI tahun 1983 sampai wafat.
  • Wakil ketua DPP Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) Golongan Karya tahun 1984 sampai wafat.

Perjalanan karir Kiai Mustain Romli sebagai tokoh Islam sangat bersinar di kancah nasional dan internasional. Padahal sebagian besar perjalanan  karir Kiai Mustain Romli pada masa Presiden Soeharto memimpin Indonesia dengan rezim Orde Barunya. Orde yang terkenal garang kepada umat Islam Islam terutama dari kalangan NU. Padahal pada masa itu juga NU---tokoh-tokohnya, pondok pesantrenya, benar-benar termarjinalkan. Akhirnya, Kiai Mustain Romli harus berpulang ke pangkuan Allah pada 21 Januari 1985. Kiai Mustain Romli dikebumikan di komplek pemakaman masayikh Pondok Pesantren Darul Ulum. Seberapa besar ketokohan seseorang, ia tetap akan kembali kepada Tuhannya. Ketokohan Kiai Mustain Romli, meninggalkan kemajuan bagi Pondok Peantren Darul Ulum, meninggalkan teladan bagi para santrinya, memberikan contoh bagi para tokoh Islam lainnya, dan meninggalkan pemikiran bagi bangsa Indonesia.

Oleh karea itu maka kiai pesantren merasa perlu untuk melakukan kegiatan politik, dengan target utama lembaga legilatif dan eksekutif atau bila mungkin lembaga yudikatif dan lembaga non pemerintah lainnya. Lewat kedua lembaga negara yang bergengsi itu khususnya dan umumnya, lembaga-lembaga non pemerintah lainnya, kiai pesantren dan mereka yang duduk mewakili kepentingan kiai pesantren dan Ormas NU, dapat memainkan peran-peran politiknya, misalnya peran dalam pengambilan berbagai keputusan, peran dalam melaksanakan fungsi-fungsi DPR, yakni bersama-sama Presiden membentuk undang-undang, membentuk undang undang tentang APBN, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, pelaksanaan APBN dan kebijakan pemerintah serta berperan sebagai forum komunikasi antara rakyat dengan pemerintah dan DPR. Tentu, untuk sampai pada lembaga negara dan non negara tersebut,. Khusus untuk elite pesantren, pendirian beragam partai itu, bisa direalisasikan karena NU telah perlu ada sarana yang mengantarkannya, sedangkan kendaraan yang dipandang sangat efektif adalah partai politik. Oleh karena itu, pada tempatnya, bila para elite politik, elite agama, elite pesantren dan elite-elite lainnya, sebagaimana dijelaskan terdahulu, kemudian mendirikan partai yang sangat variatif kembali ke khittah 1926, dari organisasi politik menjadi organisasi atau Jam'iyah yang memusatkan perhatiannya pada kegiatan bidang agama, pendidikan, pengajaran dan kebudayaan serta bidang sosial ekonomi, sehingga membuka kesempatan kepada kiai pesantren untuk berkiprah di partai politik, baik baru maupun lama.

Dengan demikian, sikap politik kiai di atas, nampak dipicu oleh banyak faktor dan untuk melengkapi faktor tersebut, berikut argumen argumen yang barangkali bisa dikategorikan sebagai factor pemacu. Pertama, bahwa sumber ajaran Islam memiliki lingkup tidak terbatas pada aspek ritual dan bimbingan moral, tetapi juga memberikan nilai-nilai pada semua sisi kehidupan, baik dalam ilmu ekonomi, hukum dan sosial maupun dalam persoalan politik dan Negara. Kedua, dengan posisinya sebagai pemuka (elite) agama, kiai pesantren memiliki pengikut dan pengaruh yang luas di tengah-tengah santri dan masyarakat di sekitar pesantren, sehingga menyebabkannya terlibat dalam persoalan pengambilan keputusan bersama, proses kepemimpinan, penyelesaian problem-problem sosial, pengembangan pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Ketiga, dari segi sejarah, ulama, baik wali maupun kiai pesantren memiliki peran yang cukup besar dalam politik, yang bisa dilihat dalam pengambilan keputusan sepanjang sejarah Islam di Indonesia.

Fenomena sikap politik kiai pesantren terhadap perpolitikan di Indonesia, khususnya pada era reformasi, sejauh pengamatan saya dapat dijadikan sebagai bahasan dalam sebuah tulisan, mengingat masa itu merupakan bagian yang menentukan dari demokratisasi di Indonesia yang ditandai oleh pelaksanaan pemilu multi partai yang bebas, rahasia, jujur dan adil, pada 7 Juni 1999.

Dan sebuah kebijakan visioner hasil dari refleksi mendalam yang melahirkan semboyan bagi santri, yaitu memiliki "Berotak London dan Berhati Masjid al-Haram". Semboyan "Berotak London" sebagai pemaparan keluasan penguasaan ilmu pengetahuan, serta ajaran untuk berpikir kritis. "Berhati Masjid al-Haram" sebagai pemaparan kedalaman pemahaman, pengamalan agama, dan mendekatkan diri kepada Allah. Sehing Santri yang kelak mampu mengikuti perkembangan zaman tidak kolot dan tidak gagap teknologi dengan tetap mendekatkan diri kepada Allah.

DAFTAR PERPUSTAKA

Abdullah, Taufik, Nasionalisme & Sejarah, Bandung: Setya Historika, 2001, Cet. Ke-1. Abdullah, Taufiq (ed), Sejarah Ummat Islam Indonesia, Jakarta: MUI, 1991.

Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), Cet. Ke-1, h. 80-81. Lihat pula Sukamto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1999), Cet. Ke-1, h. 304-309.

Mahbub Djunaidi, Nahdlatul Ulama Kembali Ke Khittah 1926, (Bandung: Risalah, 1985), Cet. Ke-1, h. 27-28.

H. Lukman Hakim Mustain. SH., MH, P.hd, sebagai Rektor pertama termuda th 1998 di Univesitas Darul Ulum dan saat ini sebagai Pembina Yayasan, beliau putra pertama kyai mustain.  Wawancara Pribadi, Jombang, 29 agustus 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun