Mohon tunggu...
Regitha Syahira
Regitha Syahira Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Mahasiswa

Memiliki hobi sekaligus bakat menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Social Entrepreneurship, Bangkitkan Perekonomian di Masa Pandemi Covid-19

20 Juni 2022   22:35 Diperbarui: 20 Juni 2022   22:40 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pandemi Covid-19 yang datang di Indonesia pada bulan Maret 2020, membawa banyak perubahan di berbagai sektor kehidupan. Covid-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Penyakit Covid-19 ini bisa menyerang sistem pernapasan siapa saja, tanpa memandang usia. Dikarenakan penyakit tersebut bersifat menular dan membahayakan pernapasan bahkan bisa berpotensi menyebabkan meninggal dunia, pemerintah dengan sigap mengeluarkan kebijakan guna memutus mata rantai penularan dan mencegah meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19. Salah satunya adalah dengan adanya kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di seluruh daerah yang terkonfirmasi kasus Covid-19. Melansir dari laman nasional.tempo.co, menyebutkan bahwa berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2021, pengaturan PPKM membatasi tujuh hal yakni; pembatasan tempat/kerja perkantoran  yang beralih menjadi Work From Home, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar secara daring/online, pembatasan jam operasional pada sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat, pembatasan kapasitas pengunjung dan jam operasional di tempat makan atau restoran, pembatasan jam operasional  dan  pengunjung untuk pusat perbelanjaan/mall, pemberian izin pada kegiatan konstruksi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, dan melakukan pembatasan jumlah jamaah di tempat ibadah.

Adanya kebijakan pembatasan di beberapa tempat umum seperti rumah makan, restoran, hotel, dan tempat wisata tersebut secara tidak langsung telah memberikan dampak bagi masyarakat. Pemilik usaha pun mengalami penurunan pendapatan, dan para pekerja pun tidak sedikit yang terkena PHK. Mahalnya biaya produksi ditambah menurunnya daya beli masyarakat karena keterbatasan ekonomi, membuat banyak perusahaan harus bisa memutar otak untuk mengatasi hal tersebut. Mulai dari pengurangan jumlah produksi, penutupan sementara perusahaan, bahkan memutuskan untuk melakukan PHK terhadap beberapa karyawannya. Mengutip dari laman tribunnews.com dengan judul Kemnaker: 29,4 Juta Pekerja Terdampak Pandemi Covid-19, di-PHK Hingga Dirumahkan, diunggah 27 Maret 2021. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut ada 29,4 juta orang terdampak pandemi Covid-19. Jumlah itu termasuk mereka yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dirumahkan tanpa upah hingga pengurangan jam kerja dan upah.

Kebijakan PHK yang ditetapkan oleh beberapa perusahaan saat Pandemi Covid-19 menjadi hal yang dilematis bagi banyak pihak. Di satu sisi ini merupakan solusi terbaik mengingat banyaknya pembatasan pada kebijakan PPKM yang bisa menimbulkan penurunan pendapatan perusahaan. Dan disisi lain menimbulkan banyak tenaga kerja yang mengalami pengangguran sementara dan mengalami kesulitan ekonomi. Adanya kebijakan PHK dari tempat mereka bekerja tentu sangat berpengaruh pada kehidupan sehari - hari. Sementara waktu, status mereka menjadi seorang pengangguran sebelum menemukan pekerjaan pengganti. Disamping itu, mereka harus bisa beradaptasi untuk menggunakan sisa pendapatan guna mencukupi kebutuhan sambil menunggu mendapat pekerjaan pengganti. Belum lagi jika terdapat beban keluarga seperti biaya sekolah, biaya listrik, cicilan kendaraan, dan tanggungan lainnya yang menambah pengeluaran mereka.

Di tengah banyaknya PHK dan meningkatnya harga bahan pokok di masa Pandemi Covid-19, masalah lain juga mengarah pada ketersediaan lapangan kerja yang terbatas. Mayoritas lembaga atau perusahaan justru sedang melakukan pengeluaran karyawan dan bukan menginput karyawan alias tidak ada lowongan kerja. Kemungkinan bagi mereka yang masih memiliki sisa penghasilan dapat menggunakannya sedikit demi sedikit. Namun sampai kapan mereka bertahan dengan menggunakan sisa penghasilan tersebut yang terkadang jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah pengeluaran. Lapangan kerja sulit dicari dan kebutuhan ekonomi membengkak. Problematika seperti ini tidak menutup kemungkinan bagi beberapa orang diluar sana untuk melakukan percobaan tindakan kriminal. Mereka terkadang merasa nekat untuk dapat memenuhi tuntutan membayar beban dan memenuhi kebutuhan hidup. Tindakan kriminal tersebut misalnya mencopet, mencuri, merampas, merampok, melakukan aksi modus, penipuan, dan aksi kejahatan lainnya demi mendapatkan uang. Padahal dengan memilih jalan keluar dengan melakukan tindakan kriminal, merupakan hal yang melanggar hukum dan bisa merugikan diri sendiri dan pihak lain.  

Hingga satu tahun lamanya, pada 2021 masih terdapat beberapa masyarakat khususnya di sekitar lingkungan saya yang belum kunjung menemukan pekerjaan pengganti setelah mengalami PHK. Bahkan mereka sempat mencurahkan keluhannya saat berbincang - bincang dengan sesama tetangga. Berawal dari situasi dan kondisi tersebut, saya yang sedang berada pada jenjang kuliah, mendapatkan inspirasi untuk menyediakan lapangan kerja terutama bagi masyarakat sekitar yang mengalami PHK, dengan membuka usaha butik yang berbasis social entrepreneurship. Social entrepreneurship adalah bagian dari aktivitas kewirausahaan dengan mengedepankan inovasi guna menyelesaikan problematika sosial yang dialami masyarakat, yang bukan hanya berorientasi pada profit semata. Sehingga di dalam kegiatan social entrepreneurship tetap dilakukan aktivitas bisnis dengan tolok ukur keberhasilan wirausaha yang membawa kebermanfaatan bagi masyarakat dalam mengatasi permasalahan. Lain halnya dengan kegiatan entrepreneur yang hanya mengukur keberhasilan usahanya dengan jumlah laba yang didapat. Social entrepreneurship sendiri berbentuk seperti organisasi yang menerapkan strategi komersial dalam mengatasi berbagai masalah di masyarakat. Saat kegiatan berlangsung, masyarakat diberikan edukasi mengenai kegiatan di bidang fesyen dan penanaman karakter untuk menjadi seorang entrepreneur. Pada dasarnya dalam dunia usaha harus memiliki sikap yang ulet, kreatif, inovatif, disiplin, kesabaran, dan sikap profesionalitas saat melayani pembeli.

Kegiatan social entrepreneurship dapat dikaitkan dengan peran mahasiswa sebagai agent of change dan social control di masyarakat. Peran mahasiswa sebagai agen perubahan tidak hanya berkecimpung dalam bidang sosial politik. Agen perubahan juga dapat dimaknai oleh mahasiswa dengan melakukan perubahan dan sebagai penggerak ekonomi masyarakat sekitar misalnya dengan memproduksi suatu produk, membuka usaha, mengolah potensi di lingkungan sekitar, yang akhirnya bisa menyerap banyak tenaga kerja. Definisi kegiatan mahasiswa sebagai agent of change tidak semata - mata dipandang dengan aksi demonstrasi di tengah jalan. Pemaknaannya pun sangat luas, yakni mahasiswa dapat melakukan kegiatan yang membawa perubahan terhadap adanya problematika di masyarakat maupun adanya ketidaktepatan kebijakan dari pemerintah.

Dalam hal ini, penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat yang terkena PHK merupakan bentuk dari pencarian solusi terhadap problematika yang ada di masyarakat. Sehingga sebagai seorang mahasiswa, diharapkan dapat menggunakan ilmu dan skill yang diperoleh di kampus, guna mencermati, mengamati, dan diharapkan mampu mengatasi masalah yang ada di lingkup masyarakat. Sehingga dibutuhkan pula aksi nyata yang dapat membantu masyarakat untuk keluar dari permasalahan. Mahasiswa dianggap sebagai kaki tangan masyarakat, yakni ketika terdapat kebijakan pemerintah yang tidak tepat, maka mahasiswa berkewajiban untuk menyalurkan aspirasi masyarakat pada pemerintah. Dan ketika terdapat permasalahan di masyarakat, maka mahasiswa diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mencari solusi. Untuk itu, ketika terdapat problematika kesenjangan ekonomi, sosial, lunturnya budaya bangsa, dan lainnya, mahasiswa ditantang untuk bisa membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Mahasiswa berperan penting dalam melakukan perubahan pada bangsa ini terlebih sebagai aktor intelektual di masyarakat. Hal ini juga didasarkan pada Tri Dharma Perguruan Tinggi; pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dalam hal ini, mahasiswa memiliki peran strategis untuk memberdayakan masyarakat untuk melakukan kegiatan produktif. Setelah melakukan pendidikan di kampus, mahasiswa akan memperoleh ilmu dan skill yang nantinya mereka diharapkan dapat melakukan penelitian - penelitian untuk menemukan inovasi dan daya cipta baru bagi kemajuan masyarakat. Supaya penelitian yang dilakukan membawa kebermanfaatan, maka perlu memperhatikan cakupan penelitian yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Selain sebagai agent of change, upaya seorang mahasiswa untuk mengatasi permasalahan ekonomi akibat Pandemi Covid-19 dengan membuka usaha butik dapat dikaitkan dengan implementasi peran sebagai social control. Mengutip dari laman www timesindonesia.co.id, yang berjudul Mahasiswa, Agent of Social Control dan Pandemi Covid-19, diunggah pada Kamis, 18 Juni 2020, bahwasanya mahasiswa sebagai kontrol sosial memiliki peran dan keterlibatan penting dalam menghadapi problematika selama Pandemi Covid-19. Para mahasiswa diharapkan dapat memberikan kontribusinya dalam bentuk solusi dan saran yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Mahasiswa pada dasarnya diarahkan untuk mampu melihat dan mengontrol situasi dan kondisi di masyarakat, meneliti, serta jika terdapat hal yang tidak sesuai maupun terdapat permasalahan di dalamnya, maka mahasiswa berperan untuk membantu pemerintah dalam hal mencarikan solusi dan saran guna mengatasi masalah yang terjadi.

Dengan membuka usaha butik sebagai kegiatan social entrepreneurship tentu dapat digunakan sebagai jalan keluar untuk membuka peluang usaha baru yang nantinya dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat yang terkena PHK, sebagai dampak dari Pandemi Covid-19. Melalui upaya tersebut, diharapkan nantinya angka pengangguran yang ada di sekitar lingkungan dapat menurun dan masyarakat dapat melakukan aktivitas bekerja kembali. Ketika masyarakat kembali bekerja dan menerima pendapatan, walaupun kemungkinan jumlahnya tidak sebesar upah yang di dapatkan di tempat kerja awal, akan tetapi masyarakat tetap antusias untuk mengikuti pelatihan sesuai bidangnya. Sehingga dapat diorientasikan nantinya kegiatan social entrepreneurship mampu menjalankan usaha dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Nantinya, saat masyarakat kembali mendapat penghasilan, daya beli akan meningkat, dan harapannya perekonomian dapat kembali bangkit di tengah Pandemi Covid-19.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun