Mohon tunggu...
Regina Gina
Regina Gina Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi olahraga

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dunia sepakbola Indonesia berduka

16 Juli 2025   16:26 Diperbarui: 17 Juli 2025   08:07 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh Regina suci lestari -mahasiswa ITB Ahmad Dahlan jakarta 

Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan 132 orang penonton sepak bola pascapertandingan tuan rumah Arema FC vs Persebayara Surabaya yang berakhir 2-3 pada tanggal 1 Oktober 2022 malam, menitipkan   duka dan luka  yang mendalam di hati masyarakat Indonesia, khususnya komunitas sepak bola. Betapa tidak, meskipun kerusuhan pascatanding seperti ini kerap terjadi, tetapi musibah di Kanjuruhan Malang merupakan tragedi paling mematikan dalam sejarah sepak bola nasional yang sedang tumbuh dan berkembang.

Secara global, Tragedi Kanjuruhan musibah mematikan ke-2 dari 15 tragedi sepak bola di dunia. Yang terparah  terjadi pada kualifikasi olimiade di Peru 1964 antara tuan rumah denhan Argentina, yang menewaskan 318 orang. Sebenarnya, pada Oktober 1962 di Rusia penggemar sepakbola berjatuhan ketika mereka meninggalkan stadion setelah menyaksikan tim Moscow Spartak bentrok dengan HFC Harleem di Stadion Luxhiniki Moscow. Pejabat Uni Soviet tidak mengungkapkan tragedi ini, namun ketika informasi disebar ke publik, korban mencapai 340 orang.

Tragedi pelemparan gas air mata
Tragedi pelemparan gas air mata
  • Gas Air Mata

Frasa ‘gas air mata’ tiba-tiba saja marak setelah jatuhnya korban di Stadion Kanjuruhan Malang itu. Polisi melalui Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo menangkis, korban yang meninggal dalam kasus pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya itu bukan karena gas air mata. Lantas pertanyaan publik karena apa?

Apa yang dikatakan Kepala Divisi Humas Polri itu benar. Sebab kalau gas air mata bisa menyebabkan kematian, maka akan banyak peserta unjuk rasa di Indonesia yang pernah mengalami semprotan gas air mata akan menemui ajalnya. Pengalaman ini dapat menjadi pembenar bahwa gas air mata tidak dapat menyebabkan kematian.

Mungkin dalam kasus Kanjuruhan, gas air mata dapat dikatakan sebagai penyebab proses jatuhnya banyak korban yang meninggal. Pasalnya, mereka yang terkena gas air mata akan sulit melihat karena matanya perih, pedih, dan iritasi, sehingga berair. Dalam suasana masif dan di tengah kekacauan yang ada hanyalah begitu banyak orang yang mengalami serangan gas air mata dan berusaha menyelamatkan diri tanpa  dapat melihat. Mereka saling berdesakan dan tabrak dalam situasi yang sangat kacau. Yang di atas tribun bisa terjatuh dan kemudian terinjak-injak oleh penonton yang lainnya, sehingga menyebabkan ada yang meninggal dunia. Yang terjadi adalah huru hara yang tidak terkendali, hingga melahirkan sebuah tragedi sepak bola.

Secara ilmiah dan kimiawi, dari wikipedia disebutkan, gas air mata adalah senjata kimia yang berupa gas dan digunakan untuk melumpuhkan dengan menyebabkan iritasi pada mata dan/atau sistem pernapasan. Gas air mata bisa disimpan dalam bentuk semprotan atau pun granat. Alat ini sangat lazim digunakan oleh kepolisian dalam melawan kerusuhan dan dalam penangkapan.

Bahan kimia yang sering dipakai pada gas air mata antara lain gas CS (2-klorobenzalmalononitril, C10H5ClN2), CN (kloroasetofenon, C8H7ClO), CR (dibenzoksazepin, C13H9NO), dan semprotan merica (gas OC, oleoresin capsicum). Paparan terhadap gas air mata menyebabkan dampak jangka pendek dan panjang, termasuk pengembangan penyakit pernapasan, luka dan penyakit mata parah (keratitis, glaukoma, dan katarak), radang kulit, kerusakan pada sistem peredaran darah dan pencernaan, bahkan kematian, khususnya pada kasus dengan paparan tinggi.

Adalah 2-klorobenzalmalononitril merupakan bahan aktif dalam gas CS. Meskipun bernama gas, gas air mata biasanya terdiri atas campuran aerosol, seperti bromoaseton dan metilbenzil bromida, bukan gas. Gas air mata bekerja dengan membuat iritasi membran mukus pada mata, hidung, mulut, dan paru-paru. Ia menyebabkan tangis, bersin, batuk, kesulitan bernapas, nyeri di mata, dan buta sementara. Dengan gas CS, gejala iritasi biasa muncul setelah paparan selama 20 hingga 60 detik dan sembuh setelah 30 menit sejak meninggalkan tempat penyemprotan gas.

Sebagai senjata tak mematikan atau kurang mematikan, ada risiko cedera serius permanen atau kematian ketika gas air mata dipakai. Ini termasuk risiko terpukul oleh wadah gas air mata yang dapat menyebabkan lecet, kehilangan penglihatan, atau patah tulang kepala (tengkorak) yang menyebabkan kematian.  Kasus cedera pembuluh darah serius yang disebabkan oleh wadah gas air mata juga dilaporkan di Iran dengan cedera saraf (44%) dan amputasi (17%) serta juga cedera kepala pada anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun