Menjadi mahasiswa adalah perjalanan panjang yang penuh warna. Ada suka dan duka, tantangan dan pencapaian, kebingungan dan jawaban. Di tengah keramaian kehidupan kampus, saya menemukan sebuah ruang kecil yang membawa pengaruh besar dalam hidup saya Kelurga Mahasiswa Kristiani "Kenisa" Universitas PGRI Yogyakarta. Bukan hanya sekedar tempat berkumpul, KMK "Kenisa" menjadi rumah kedua, tempat saya bertumbuh dalam iman, pelayanan dan kepemimpinan. Dan satu periode sebagai ketua KMK "Kenisa" menjadi salah satu pengalaman paling berkesan dalam hidup saya.
Ketika pertama kali melangkah kaki di kampus, saya tidak tahu ke mana arah hidup sebagai mahasiswa di tengah organisasi atau komunitas. Dunia kampus terasa luas dan asing. Saya mencari tempat yang bisa menjadi ruang untuk bertumbuh, bertanya dan menjadi diri sendiri. Hingga akhirnya saya bertemu dengan Keluarga Mahasiswa Kristiani "Kenisa" sebuah organisasi yang awalnya hanya saya pikir tempat berkumpul untuk berdoa, ternyata menjadi rumah kedua yang membuat saya menjadi pemimpin dan pribadi yang utuh.
Awal perjalanan: dari anggota biasa menjadi leader
Saya masih ingat awal pertama saya masuk di kampus. Seperti kebanyakan mahasiswa baru, saya sibuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, jadwal kuliah dan tuntutan akedemik di tengah semua itu. Saya mulai mengenal KMK "Kenisa" awalnya hanya ikut ibadah, doa bersama dan misa di kampus dan waktu itu saya belum bergabung di KMK karena saya saat semester satu dan semester dua saya masih mahasiswa kupu-kupu. Namun lama-kelamaan, saya merasa tertarik dan nyaman untuk bergabung di KMK. Kegiatan-kegiatan sederhana namun penuh makna yang membuat saya diterima dan dipahami. Dan saya masuk bergabung dalam KMK saat semester tiga dan empat dan masih menjadi anggota pengurus dalam bidang atau divisi sosial. Dan akhirnya saya mulai pelan-pelan terlibat dalam kegiatan-kegiatan KMK yang menjadi panitia hingga dipercayakan menjadi ketua panitia dalam kegiatan Paskah bersama KMK "Kenisa". Dan sampai akhirnya saya beranikan diri untuk menjadi calon ketua KMK "Kenisa" Universitas PGRI Yogyakarta periode 2024-2025. Dan puji Tuhan saya dan wakil saya menang dalam pemilihan pada waktu itu. Ini bentuk kepercayaan dan dukungan dari teman-teman KMK untuk saya meneruskan tongkat estafet kedepan.
Tantangan dan proses lika-liku.
Masa kepemimpinan saya bukanlah perjalanan yang mulus. Justru sebaliknya penuh lika-liku, krisis dan perjuangan. Menyusun program kerja, membentuk tim kerja yang solid, menjaga relasi dengan pembina KMK dan menghadapi perbedaan pandangan di internal organisasi adalah bagian dari realitas yang harus saya hadapi. Kadang saya merasa lelah, tidak dianggap, bahkan mau menyerah. Namun dari titik rendah itulah saya belajar banyak hal. Belajar mendengar lebih dalam, belajar bahwa menjadi pemimpin bukan berarti harus tahu segalanya tapi harus mampus merangkul semua anggota. Saya belajar berdialog dalam perbedaan, memaknai pelayanan bukan sebagai beban melainkan sebagai bentuk syukur atas kasih Tuhan. Menjadi pemimpin bukan perkara mudah. Tantangan dari berbagai arah, dari membuat kepanitian, menyusun program kerja selama satu peride, mengatur waktu antara kuliah dan organisasi, hingga menjaga semangat teman-teman agar tetap semangat dan konsisten serta komitmen untuk terlibat. Namun semuanya itu masih ada kesalahan dan kekurangan yang masih ada pada diri saya.
Hampir setiap saat merasa lelah, kadang bingung sendiri. Namun semuanya itu pelan-pelan saya terima dan mulai belajar. Belajar merangkul perbedaan, belajar memahami sesama, belajar sabar dangan diri dan sesama dan yang paling penting adalah saya belajar mengiklaskan dan melayani dengan hati. Dukungan dari teman-teman anggota pengurus, para demisioner, dukungan dari keluarga saya dan yang paling istimewah adalah pembina KMK yang begitu baik hati, menjadi kekuatan tersendiri dalam perjalana ini. Kehadiran beliau bukan hanya sebagai pembimbing, tapi juga seperti orang tua kedua di kampus selalu siap mendengarkan, mengarahkan, mendoakan dan selalu bersedia hadir apabila di undang dalam kegiata proker dan hadir dalam dialog atau diskusi dengan teman-teman pengurus KMK.
Program kerja yang tak terlupakan Natal, Paskah dan Kunjungan Panti Asuhan. Di antara banyak program kerja selama satu periode, perayaan Natal, Paskah dan Kunjungan Panti asuhan menjadi momen yang sangat membekas di hati. Perayaan Natal bukan sekedar seremoni. Itu adalah waktu di mana kami teman-teman pengurus KMK merayakan sukacita kelahiran Yesus Kristus melalui misa bersama, membuat drama natal kelahiran Yesus, dan berbagi kasih melalui kegiatan bersuka-ria bersama. Begitu juga dengan Paskah. Momen kebangkitan Tuhan menjadi titik balik semangat kami sebagai penguru dan anggota. Dan tak lupa juga kegiata kunjungan panti asuhan yang mana itu adalah bentuk aksi nyata dari teman-teman penguru KMK yang mana hadir di tengah orang-orang yang membutuhkan bantuan da perlu dilayani dan ikut menghibur mereka.
Dalam setiap proses mulai dari rapat persiapan, menyusun konsep acara, latihan, mencari dana hingga pelaksanaan semua dilalui denga kerja sama dan semangaat dari teman-teman pengurus KMK. Ada tawa, ada stres, ada perbedaan pendapat, tapi semuanya dibungkus dalam cinta kasih. Di situlah saya benar-benar merasakan arti kekeluargaan dalam KMK yang hidup dan membangun. Dan di balik kesuksesan setiap acara tersebut, selalu ada pembina KMK yang setia mendampingi, ada orang-orang yang membantu baik dalam doa, dalam pendanaan, dalam bantuan dukungan keterlibatan langsung. Tak jarang juga kami curhat panjang setelah rapat sekedar minta penguatan oleh pembina kami, dengan senyum hangatnya selalu menjadi penopang semangat kami.
KMK sebagai rumah kedua. Selama satu periode itu, KMK benar-benar menjadi rumah kedua saya. Tempat di mana saya bisa tertawa, jujur dengan kelemahan diri saya, dan tetap bersabar. Di tengah padatnya kuliah saya, tugas dan tekanan hidup pribadi KMK menjadi tempat untuk kembali, kembali pada doa kembali pada komunitas dan kembali pada panggilan untuk melayani. Kegiatan-kegiatan program kerja seperti ibadah bulanan, bakti sosial, diskus bersama, olahraga bersama dan bahkan rapat rutin menjadi ruang bertumbuh rohani dan emosional. Saya, melihat bagaimana teman-teman yang dulunya pendiam, pelan-pelan mulai berani berbicara dan memimpin. Saya sendiri menjadi saksi dari diri saya yang dulunya penuh keraguan, kini bisa berdiri lebih tegak dengan hati yang lebih lapang.