Gua Lawa di Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, sudah saya tahu cukup lama. Gua Lawa, bersamaan Gua Gong di Pacitan, saya kunjungi pertama kali awal tahun 1990-an dalam satu tugas jurnalistik.
Nama Gua Lawa tidak hanya di Ponorogo, namun juga di Purbalingga, Jawa Tengah, mungkin juga di daerah lain. Dinamakan Gua Lawa tersebab gua bersangkutan menjadi rumah hewan kelelawar (lawa, Jawa), jamaknya gua di mana saja.
Kini saya berkesempatan lagi mengunjungi Gua Lawa dalam muhibah perjalanan ke Monumen  Reog dan Museum Peradaban Ponorogo yang diinisiasi Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Monumen ini berada di Desa Sampung, Kecamatan Sampung, Ponorogo.
Gua Lawa berada di lahan milik Perum Perhutani Unit II, atau di Dusun Boworejo, Desa Sampung, Kecamatan Sampung. Jarak gua ini dari alun-alun Ponorogo sekitar 30 km arah barat.
Meski berada di tengah hutan jati, gua yang bentuknya masih alami sudah lama dikunjungi orang. Jematun (61), pemilik warung di dekat portal jalan arah ke Gua Lawa, bersaksi bahwa sejak kecil dia sudah tahu Gua Lawa banyak dikunjungi orang. Jematun lahir sampai punya cucu tinggal di Dusun Boworejo, Desa Sampung.
"Sejak saya kecil Gua Lawa ya sudah begini ini, dikunjungi orang," katanya dalam perbincangan dengan penulis dalam Bahasa Jawa kromo.
Tiga Lapisan Simbol Peradaban
Gua Lawa dulunya hanya gua biasa saja, terselip di hutan yang lebat. Namun menjadi perhatian dunia---khususnya dalam dunia arkelogi---sejak geolog Louis Jean Chretien van Es melakukan penelitian geologi di hutan ini, khususnya di sekitaran Gua Lawa. Maklum saja, pekerjaan van Es di Jawatan Geologi Hindia-Belanda adalah meneliti endapan tanah untuk kepentingan pertanian pemerintah Hindia Belanda.
Penelitian van Es yang kelahiran Padang, Sumatera Barat, dan berdinas di Bandung, itu tahun 1926. Dr. Pieter Vincent van Stein Callenfels, seorang arkelolog kelahiran Negeri Belanda, karena penasaran dengan penelitian van Es, pada tahun 1928-1931 melanjutkan penggalian (ekskavasi) di Gua Lawa.
Buku yang diterbitkan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), Sampung Bone Industries, Budaya Alat Tulang di Situs Gua Lawa (2020), yang ditulis Jatmiko (peneliti Puslit Arkenas), menyebutkan, penelitian Callenfels mengidentifikasi bahwa ada tiga lapisan (strata) yang berbeda di Gua Lawa.
Intinya, setidaknya di situs Gua Lawa pernah dihuni oleh manusia pada masa lampau (pra-sejarah) secara berkesinambungan.