Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Reformasi Birokrasi untuk Memerangi Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial

14 Maret 2017   17:20 Diperbarui: 14 Maret 2017   17:45 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Malangnya, sampai saat ini kinerja penerimaan pajak Indonesia masih di bawah rerata penerimaan pajak negara-negara berpendapatan menengah (middle-income countries) sebesar 25% PDB, dan jauh di bawah negara-negara maju sebesar 35% PDB.  Total penerimaan pajak Indonesia tahun lalu hanya sekitar 13% PDB.  Pemerintah telah menargetkan kenaikan perolehan pajak hingga 16% PDB pada 2019. Mestinya, target itu bisa lebih tinggi, minimal 20% PDB dengan melakukan reformasi perpajakan, yakni memperbesar jumlah wajib pajak dan meningkatkan tax rate (pungutan pajak) secara progresif berdasarkan pendapatan individu dan perusahaan.  Semakin tinggi pendapatan seseorang (perusahaan), maka tax rate nya harus semakin besar, dan sebaliknya.

Selanjutnya, sejalan dengan agenda pemerintah melakukan reformasi birokrasi dan revolusi mental di kalangan pemerintahan, gaji PNS dengan golongan yang lebih tinggi dan pejabat tinggi negara (Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri, Wapres, dan Presiden) pun sudah saatnya ditingkatkan.  Sehingga, mereka bisa hidup sejahtera, berwibawa, dan tahan  godaan untuk korupsi atau menerima sogokan.  Sudah menjadi rahasia umum, bahwa gaji PNS terendah dan pejabat tinggi negara di Indonesia itu sangat kecil, tidak mencukupi untuk hidup layak bagi mereka dan keluarganya. 

Bayangkan, gaji resmi Bupati dan Walikota itu sekitar Rp 10 juta/bulan.  Gubernur sekitar Rp 15 juta/bulan.  Padahal, untuk menjadi Bupati, Walikota, dan Gubernur itu mereka hampir semuanya mengeluarkan uang puluhan sampai ratusan milliar.  Sekarang gaji resmi Menteri hanya Rp 30 juta/bulan.  Gaji resmi orang nomer satu di negeri ini, Presiden  hanya sekitar Rp 150 juta/bulan.  Sementara itu, gaji resmi Direktur Utama BUMN-BUMN besar, seperti Pertamina, PLN, Bank Mandiri, BRI, dan BNI itu sekitar Rp 300 juta/bulan, ditambah tantiem (bonus) tahunan yang jumlahnya miliaran rupiah.  

Di semua negara maju dan kaya (seperti AS, Kanada, Uni Eropa, Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan Australia), dan negara-negara berkembang yang sebentar lagi akan menjadi negara maju, seperti Malaysia, Turki, China, dan Chile (emerging economies), gaji tertinggi adalah Kepala Negara.  Diikuti para menteri, gubernur, anggota DPR, dan seterusnya.

Supaya reformasi birokrasi dan revolusi mental di lembaga pemerintahan berhasil, selain peningkatan gaji seperti diuraikan diatas, juga secara simultan harus dilakukan rewards and punishment (hukuman dan penghargaan) serta penegakkan hukum yang keras, tegas, dan adil; serta teladanan dari atasan, mulai dari Presiden, Menteri, anggota DPR, Kepala Daerah sampai Kepala Desa. 

Melalui reformasi birokrasi dan revolusi mental semacam ini, niscaya etos kerja dan produktivitas birokrasi akan meningkat secara signifikan.  Lebih dari itu, birokrasi pemerintahan dari tingkat pusat hingga daerah bakal lebih kreatif, inovatif, melayani masyarakat, dan mampu menciptakan iklim investasi dan kemudahaan berbisnis (ease of doing business).  Dengan demikian, mereka akan mampu melaksakan dan mensukseskan kebijakan pemerintah untuk memerangi pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan sosial ini serta kebijakan pemerintah lainnya.  

Tanpa, reformasi birokrasi dan reformasi mental berbasis peningkatan kesejahteraan secara adil semacam ini, maka negara ini hanya didominasi oleh para pemimpin, birokrasi, dan kehidupan yang serba pencitraan dan kemunafikan.  Kinerja pemerintah tidak akan membaik seperti di negara-negara maju dan makmur.  Lihat skandal mega korupsi proyek e-KTP yang telah merugikan keuangan negara lebih dari Rp 2,4 triliun (49% total nilai proyek), yang uangnya dijadikan bancakan oleh puluhan nama besar di DPR, Kementerian, dan pengusaha.  Demikian juga, skandal mega korupsi kasus Bank Century, BLBI, Hambalang, IT KPU 2009, SKK Migas, dan lainnya.  Mau bukti mana lagi, bahwa negara kita selama ini dipenuhi oleh kepura-puraan dan kemunafikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun