"Hari gini masih ngerangkum pake kertas? Ya ampun," tandas kawan penulis bertahun-tahun lalu. Memang, penulis adalah tipe pembelajar yang pen and paper. Setiap belajar, penulis pasti merangkum materi yang dipelajari di atas kertas.Â
Menulis di atas kertas secara harafiah. Ini dilakukan agar pemahaman terhadap materi bisa lebih mudah. Selain itu, materi juga bisa dipahami dengan cara yang kreatif.
Ternyata, menulis di atas kertas (writing on paper) juga memiliki berbagai manfaat bagi manusia. Pertama, ia membantu otak kita untuk memproses informasi. Kedua, ia membantu kita untuk menjadi penulis yang lebih baik.Â
Ketiga, Ia menghindarkan kita berbagai gangguan (distraction). Terakhir, ia menajamkan otak seiring usia bertambah (Gayomali dalam mentalfloss.com, 2015).
Kunci manfaat pertama terletak pada stimulasi Recticular Activating System (RAS). RAS adalah penyaring informasi yang membantu manusia untuk fokus pada pekerjaan utamanya.Â
Fokus inilah yang membuat bagian otak yang terkait dengan proses pembelajaran lebih aktif ketika menulis di atas kertas. Dampaknya, pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih efisien.
Dalam proses kreatif, manfaat ini sangat terasa. Misalkan ketika penulis sedang merancang terrarium untuk praktikum seni budaya. Ketika penulis merancangnya di atas kertas, ternyata lancar loh.Â
Semua ide di otak tersalurkan lewat goresan pensil di atas kertas. Akhirnya, guru seni budaya penulis puas dengan ide yang dituangkan.
Bayangkan kalau penulis harus menggunakan smartphone atau PC. Ide-ide itu pasti terhalang oleh software processing yang (kadang) merepotkan.Â
Memperbaikinya juga tidak semudah menghapus tulisan di atas kertas. Penulis pasti mumet dalam menuangkan ide tersebut. Akhirnya, ide yang dituangkan menjadi tidak memuaskan.
Selanjutnya, menulis di atas kertas menuntut manusia untuk lebih teliti. Ketelitian ini muncul dari koneksi langsung antara neuron di otak dengan syaraf di tangan kita.Â