Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pencitraan (Pribadi) Untuk Apa?

8 Februari 2023   10:03 Diperbarui: 8 Februari 2023   10:11 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : novoresume.com

Sosial media adalah tempat berkumpulnya berjuta manusia dengan segala macam riuh rendahnya, saling mengemukakan isi kepalanya, ada yang benar-benar menyampaikan secara netral berdasarkan literasi dan cek sana sini, ada juga yang terkadang menyampaikan bahwa persepsinya lah yang dirasa logis dan paling benar, walau sebenarnya secara sekilas pun terlihat kalau pendapatnya adalah dipaksakan.

Tapi itulah konsekuensi keterbukaan di era internet masa sekarang, semua orang seakan-akan punya panggung dan massanya sendiri dan perlahan-lahan semuanya terdikotomi sesuai dengan kesamaan yang dimiliki, paling tidak kesamaan sudut pandang dan minat.

Pada akhirnya semua individu membentuk citranya masing-masing di sosial media, memperlihatkan apa yang harus orang lain lihat mengenai dirinya.  Sampai kemarin saya membenarkan sebuah kutipan kalimat dari buku Minimarket Yang Merepotkan karya Kim Ho-yeon, yang pada halaman 395 bertutur:

 "semua orang banyak bicara tentang diri mereka sendiri..."

Betul bukan? terkadang sengaja atau tidak sengaja orang membuka dirinya pada khalayak ramai, menyampaikan apa yang ada di diri dan pikirannya, atau seakan-akan orang harus tahu siapa dirinya dan orang-orang harus menengok ke arahnya, sesering mungkin.  

Mungkin kalau secara institusi, sebuah pencitraan itu memang diperlukan, supaya orang tahu kelebihan dan kekurangan layanan yang diberikan sebuah lembaga, karena menurut Esman (1986) itu salah satu bagian akhir dari proses kelembagaan.  Hal tersebut mutlak diperlukan sebagai bahan evaluasi sebuah lembaga yang tentu saja akan menjadi pasif jika keberadaannya tidak diketahui masyarakat, apalagi jika terkait pelayanan publik secara langsung.

Saya justru kagum dengan orang-orang yang mencitrakan dirinya via karya, bukan lewat cangkem semata, kembali teringat akan penulis-penulis masa lalu contohnya, seperti Gola Gong, bubin LantanG, atau Chaos@Work, nama-nama anonim di masa lampau, tapi orang tak pedui, penggemarnya tetap saja memuja mereka lewat karya-karyanya.

Atau ada seorang kawan yang cuma dikenal tulisan-tulisan dan pemikirannya di IG dan blog, sampai sekarang tak ada yang tahu identitas aslinya, tapi toh rata-rata semua terhibur dengan cerita-ceritanya, terutama tentang kisah perjalanannya yang disampaikan via foto-foto epik diselingi dengan kisah-kisah pendek menarik yang terselip di keterangannya.

Mencitrakan diri dengan frontal, terbuka ke (sosial) media, atau tetap bersembunyi di balik anonimitas, itu semuanya adalah pilihan, soal apapun pendapat dan opini maupun persepsi yang disampaikan secara personal, baik tanpa dasar yang kuat atau memang berdasarkan pengamatan dan check and recheck itu juga bebas. 

Tapi tentu saja semua ada konsekuensinya, karena ada yang sependapat dengan yang dicitrakan dan disampaikan, ada pula yang sepakat untuk tidak sepakat. Kalimat singkatnya jikalau terkait tulis menulis, kata orang bijak adalah : you are what you write, dan tentu saja itu akarnya adalah you are what you read. Jadi, ya begitulah.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun