Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengayuh Jukung di Banjar

9 Desember 2022   16:21 Diperbarui: 9 Desember 2022   16:25 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika pernah menonton iklan RCTI Oke di tahun 90-an, pasti akrab dengan seorang ibu-ibu yang mengacungkan jempolnya di atas perahu kayu kecil di pasar terapung.  Perahu kayu itulah yang disebut dengan jukung, tanpa mesin dan biasa dikayuh dengan menggunakan dayung.  Biasanya muat maksimal untuk 5-6 penumpang dan yang mengayuh biasanya dua orang, di depan dan di buritan paling belakang.

Di kompasiana sendiri ilustrasi jukung di pasar terapung itu akan muncul di tulisan dengan  kategori sosbud (sosial budaya) jika penulis tak menyertakan ilustrasi sendiri, persis tulisan yang akan saya terbitkan ini.

Ada beberapa kenangan terkait perjalanan dengan menggunakan jukung ini, yang pertama adalah sewaktu kecil naik perahu kayu itu dengan paman, acil (bibi, bhs Banjar), dan sepupu dari Sungai Tabuk menuju Benua Anyar di Banjarmasin yang berjarak kurang lebih 8 km jika lewat darat dan tentu saja lebih dari itu saat melalui jalur sungai yang berkelok.

Perjalanan yang cukup menyenangkan tentu saja, karena tinggal duduk tenang di tengah, sementara yang mengayuh di bagian depan adalah acil dan di buritan adalah paman sekaligus mengendalikan arah perahu, karena cuma mengandalkan dayung tentu saja selain sebagai sumber tenaga juga berfungsi sebagai kemudi.

Walau sedikit deg-degan karena jarak antara batas tertinggi jukung dengan permukaan sungai cuma beberapa senti, tapi sekaligus menyenangkan karena bisa memainkan air dengan tangan yang bisa dengan bebas dicelupkan ke permukaan air sungai.  Kadangkala tangan iseng ingin memetik buah rambutan yang dahannya menjuntai sampai ke tengai sungai.

Sedikit menegangkan saat keluar dari jalur sungai kecil  dan memasuki sungai Martapura yang sangat lebar, jukung pasti bergoyang hebat saat berpapasan dengan kelotok alias perahu motor yang menimbulkan gelombang yang cukup lumayan.  Untunglah perjalanan saat itu selamat sampai tujuan.

Beda halnya saat saya praktek lapangan di akhir masa sekolah di sebuah desa di Kabupaten Hulu Sungai Utara.  Praktek lapangan kala itu adalah di peternakan itik punya masyarakat di desa itu.  Masalahnya adalah kandang itik itu lokasinya cukup jauh dan hanya bisa dijangkau melalui sungai dengan menggunakan jukung.

Saya beserta empat kawan satu kelompok pertamakali di ajak ke kandang dengan menggunakan jukung punya penduduk tempat kami menginap, tentu saja karena saat itu belum ada yang bisa mengayuh dan mengemudikan jukung, akhirnya dipandu oleh anak tuan rumah.

Rupanya ada beberapa kawan yang baru kali itu naik perahu kayu di sungai beramai-ramai, jadinya mereka antara gugup, senang sekaligus rese'.  Akibatnya bukannya duduk tenang malah goyang-goyang sepanjang jalan sedari awal menaiki perahu.  Endingnya bisa ditebak, akibat goyangan perahu semakin menggila, akhirnya beberapa ratus meter mendekati kandang, jukung pun terbalik sementara apra penumpangnya berlompatan ke sungai. Hedeh.

Untungnya sungainya tak begitu dalam dan kami semua bisa berenang, akhirnya sambil tertawa-tawa kembali menaiki perahu yang airnya sudah dikuras setelah sempat memenuhi perahu.  Untungnya cukup sekali itu saja jukung terbalik, karena mau tidak mau dua bulan ke depan kami harus terus menaiki perahu itu ke kandang untuk praktek pemeliharaan ternak itik.

Mengayuh dan mengemudi jukung alias perahu kayu itu gampang-gampang susah, terutama mengatur pergerakan agar tetap lurus di jalan yang benar, apalagi kala berpapasan dengan perahu yang lain, menjaga keseimbangan dan arah agar jangan sampai bertabrakan.  Setelah beberapa kali mencoba dulu sempat cukup mahir mengayuh jukung, sekarang sih jangan tanya, sudah pasti lupa dan kembali deg-degan kalau terpaksa naik jukung lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun