Di tengah semarak dan modernitas Kota Yogyakarta, ada yang mengusik nurani dengan persoalan klasik tentang sampah yang terus berulang. Pembuangan liar masih terjadi di sebagian jalan dan sungai masih belum usai menjadi pemandangan sehari-hari, seolah menjadi bagian dari budaya masyarakat urban yang kehilangan sensitivitas terhadap lingkungan. Walaupun terus diupayakan edukasi oleh stackholder terkait.
Dikutip dari media online antara lain https://radarjogja.jawapos.com/ dan https://jogja.tribunnews.com, bahwa masalah sampah liar di Kota Yogyakarta terus menjadi persoalan pelik yang belum terselesaikan. Menyikapi minimnya edukasi efektif kepada masyarakat, Ketua Kampung Nyutran, Bambang Hudoyo, mengambil langkah ekstrem dengan sengaja membuang sampah sembarangan agar ditangkap oleh Satpol PP. Aksi itu ia lakukan untuk menggugah kesadaran warga tentang bahaya dan konsekuensi hukum dari pembuangan sampah liar. Meskipun akhirnya harus menjalani proses sidang Tindak Pidana Ringan (tipiring) dan didenda Rp50 ribu, Bambang justru melihatnya sebagai bentuk edukasi publik. Ia bahkan meminta proses persidangannya didokumentasikan agar bisa ditayangkan saat acara kampung sebagai bahan pembelajaran.
Lebih jauh, Bambang mengkritisi sistem pengelolaan sampah yang menurutnya masih belum optimal, meski masyarakat sudah membayar iuran bulanan. Keterlambatan pengambilan sampah serta kualitas layanan yang tidak konsisten dianggap menjadi penyebab warga membuang sampah sembarangan. Ia mendorong pemerintah untuk memperbaiki layanan dan memperhatikan keberatan warga agar tidak semakin memperburuk keadaan lingkungan. Aksi Bambang adalah bentuk kepemimpinan teladan yang berani mengambil risiko pribadi demi menyuarakan kepentingan lingkungan dan masyarakat luas.
Langkah pria 81 tahun ini bukan tanpa risiko. Ia sadar betul bahwa tindakannya akan berujung pada proses hukum, bahkan pada label sebagai terdakwa. Tapi sebagai seorang pemimpin, Bambang menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati bukan hanya soal memberi perintah, melainkan memberi keteladanan, meski harus membayar harga pribadi.
Kepedulian terhadap Lingkungan adalah Ibadah
Islam telah mengajarkan jauh sebelum era modern bahwa kebersihan dan kelestarian lingkungan merupakan bagian tak terpisahkan dari keimanan. Rasulullah bersabda: "Kebersihan adalah sebagian dari iman." (HR. Muslim)
Lebih dari itu, menghilangkan gangguan di jalan, termasuk sampah, dinilai sebagai sedekah: "Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Setiap persendian manusia harus disedekahi setiap hari di saat matahari terbit: mendamaikan antara dua orang adalah sedekah; membantu seseorang naik ke kendaraannya atau mengangkat barang bawaannya ke atas kendaraannya adalah sedekah; ucapan yang baik adalah sedekah; setiap langkah menuju sholat adalah sedekah; dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika membersihkan jalan dari sampah adalah sedekah, maka membuangnya sembarangan adalah bentuk kezaliman. Islam melarang segala bentuk kerusakan di muka bumi, sebagaimana firman Allah Ta'ala:"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya." (QS. Al-A'raf: 56)
Ketika kita membuang sampah sembarangan, kita tidak hanya mencemari lingkungan fisik, tetapi juga mencemari jiwa dan mengabaikan perintah Allah untuk menjaga kebersihan. Tindakan membuang sampah di tempat yang tidak semestinya adalah bentuk pengingkaran terhadap fitrah manusia sebagai khalifah di muka bumi yang diamanahkan untuk menjaga dan memelihara ciptaan Allah.
Maka tindakan Bambang, meski secara hukum adalah pelanggaran, namun secara niat adalah strategi edukatif yang luar biasa, berangkat dari cinta pada lingkungan dan masyarakatnya.
Tanggung Jawab Tokoh Masyarakat dalam Islam
Konsep kepemimpinan dalam Islam yang tidak hanya bicara tentang kekuasaan, tetapi tentang tanggung jawab dan pengorbanan. Nabi bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Menghayati sabda ini dengan menjadi pemimpin yang tidak hanya mengatur, tetapi hadir di garis depan perjuangan perubahan. Bahkan ketika harus menunggu enam jam untuk disidang dan dijatuhi denda, ia tidak melihat itu sebagai kerugian, tapi investasi moral untuk masa depan kampungnya.