Mohon tunggu...
Rasyid Taufik
Rasyid Taufik Mohon Tunggu... SINTARA Leadership

Konsultan Manajemen SDM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cerdas atau Bodoh? Semua Berawal dari Mengenal Diri

22 September 2025   16:20 Diperbarui: 22 September 2025   16:11 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cerdas adalah kemampuan memahami diri, orang lain, dan lingkungan.”

H. Wahidin Halim

Cerdas bukan sekadar pintar di atas kertas, melainkan mampu memahami dirinya, orang lain, dan fenomena di sekitarnya. Sayangnya, banyak anak sekarang boro-boro menambah pengetahuan. Waktu mereka habis bermain gawai, sehingga lupa melihat, mendengar, dan memahami dunia nyata di sekitarnya.

Padahal dasar dari kecerdasan adalah pengetahuan. Pengetahuan lahir dari apa yang kita lihat, dengar, atau alami secara langsung. Misalnya, kita tahu banyak remaja sekarang kecanduan gawai karena kita melihat sendiri teman atau saudara yang sulit lepas dari ponsel. Itu pengetahuan, bersifat langsung dan sederhana.

Namun, pengetahuan baru naik kelas menjadi ilmu pengetahuan jika diuji dengan metode yang jelas, bisa dijelaskan, dan dipertanggungjawabkan. Misalnya, penelitian sosiologi menjelaskan bahwa kecanduan gawai dipengaruhi oleh desain media sosial yang memang diciptakan untuk memicu dopamin di otak, membuat orang ketagihan scrolling tanpa henti. Itu bukan sekadar “tahu karena melihat,” tetapi hasil kajian yang bisa diuji ulang dan berlaku umum.

Di sinilah letak pentingnya belajar. Belajar adalah proses meningkatkan kemampuan berpikir. Belajar tidak berhenti pada menumpuk hafalan, tetapi mengubah pengetahuan sederhana menjadi ilmu pengetahuan yang sahih. Tidak semua belajar otomatis menghasilkan ilmu. Kalau hanya sekadar menghafal tanpa memahami, yang lahir hanyalah pengetahuan dangkal. Tetapi belajar yang benar, dengan menguji, menganalisis, dan berpikir kritis, membuat kita mampu menggunakan ilmu untuk mengambil keputusan dengan bijak.

Motivasi belajar pun harus benar. Motivasi sejati lahir dari kesadaran melihat ke dalam diri. Menyadari potensi sekaligus kekurangan, lalu berusaha memperbaiki diri. Sebaliknya, ambisi hanya lahir dari membandingkan diri dengan orang lain, ingin terlihat hebat dan unggul. Motivasi sejati bertahan lama, sementara ambisi mudah padam begitu tidak ada lagi lawan tanding.

Betapa banyak kebodohan lahir dari tidak mengenal diri. Kita salah jurusan, lalu menyesal ketika merasa tak cocok dengan bidang yang dipilih. Kita rugi dalam berdagang, bukan karena pasar tak ada, melainkan karena tidak tahu apa yang benar-benar bisa kita kuasai. Kita salah langkah dalam hidup, ikut-ikutan orang lain tanpa tahu apakah jalan itu sesuai dengan diri kita. Semua kebodohan itu muncul dari satu akar yang sama: kita tidak sungguh-sungguh tahu siapa diri kita dan apa potensi kita.

Maka, mari bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita mengenal diri dengan jujur? Sudahkah kita menjadikan pengetahuan sebagai pintu masuk menuju ilmu pengetahuan, lalu memakai ilmu itu untuk menapaki jalan hidup dengan lebih bijak?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun