Mohon tunggu...
Rasydah
Rasydah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman

Your step is your future, my step is my future

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peran International Telecommunication Union (ITU) dalam Menangani Perang Siber antara Amerika Serikat dan Tiongkok

23 Januari 2022   23:00 Diperbarui: 23 Januari 2022   23:26 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Kebangkitan teknologi dan informasi di masa sekarang memunculkan  fenomena baru yang dikenal dengan "era teknologi informasi". Era ini ditandai dengan meningkatnya kepentingan dan ketersediaan teknologi dan informasi sebagai lawan dari era-era sebelumnya, yang dimana sebagian besar berkaitan dengan proses produksi (Darmayanti, A dkk. 2015). Selain itu, perkembangan teknologi dan informasi ini juga menciptakan pola-pola interaksi baru bagi para aktor hubungan internasional dalam mencapai kepentingannya. 

Kini interaksi yang dilakukan tidak terbatas pada ruang fisik seperti darat, laut maupun udara namun juga terjadi di dunia maya (cyberspace). Meluasnya lingkup interaksi ini turut membawa perubahan signifikan bagi banyak negara dalam memahami konsep keamanan. Kini, isu keamanan cyber (cyber security) menjadi salah satu prioritas di hampir seluruh negara di dunia, hal ini terjadi karena kekhawatiran dari banyak negara terhadap dampak buruk serta penyalahgunaan teknologi informasi dari berbagai pihak.

Bahkan dalam laporan yang diterbitkan oleh freedomhouse.org di tahun 2021 setidaknya terdapat 22 negara di dunia yang secara terang-terangan membatasi kebebasan penggunaan internet, yaitu: Azerbaijan, Bahrain, Belarus, Thailand, Tiongkok, Turki, Kazakhstan, Kuba, Korea Utara, Myanmar, Mesir, Pakistan, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, Rusia, Rwanda, Saudi Arab, Sudan, Suriah, Tunisia, Turkmenistan, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, Venezuela, dan Vietnam.

Kecanggihan teknologi informasi sekarang ini juga dijadikan alat bagi banyak negara dalam mencapai kepentingannya, hal ini bahkan memicu perang cyber atau cyber warfare antar negara. Perang Cyber atau  Cyber  warfare   sendiri  menurut  Tallinn  Manual  Rule  41- Definition  of Means and Methods of Warfare For the purpose of this Manual: (a) ‘means of cyber warfare’ are cyber weapons and their associated cyber system; (b) ‘methods of cyber warfare’ are the cyber tactics, techniques, and procedures by which hostilities are conducted. 

Dalam prosesnya cyber warfare dapat melibatkan organisasi-organisasi, perusahaan, dan militer dalam melakukan atau mencoba melakukan perusakan atau menyerang sistem komputer negara lain atau pihak lain. Perang cyber ini terjadi antara AS dan Tiongkok, berdasarkan dokumen yang dikeluarkan oleh National Intelligence Estimate tahun 2009 disebutkan bahwa Tiongkok dan Rusia menduduki puncak daftar musuh cyber AS. Akan tetapi Tiongkok dianggap sebagai ancaman yang lebih mendesak karena volume pencurian perdagangan industrinya. 

Bentuk penyerangan yang dilakukan Tiongkok terhadap AS banyak dilakukan melalui spionase oleh unit PLA 6138 yang merupakan kesatuan militer Tiongkok, Unit ini tidak hanya menyerang dokumen pemerintahan saja, tetapi juga intellectual property perusahaan-perusahan AS. Selain itu, spionase dengan skala besar atau “Titan Rain” juga dilakukan oleh para peretas yang berbasis di Tiongkok. 

Mereka tidak hanya mendobrak sistem keamanan software perusahaan dan lembaga ekonomi AS saja, tetapi juga berhasil masuk ke dalam jaringan milik Departemen Pertahanan AS, Departemen Energi AS, Homeland Security dan jaringan para kontraktor pertahanan AS. Serta data yang dicuri oleh para peretas ini diperkirakan tidak kurang dari 10 – 20 terabytes (Scissors & Bucci, 2015 dalam Yani, M. Yanyan & Dewi, Triwahyuni, 2018: 3). 

Pencurian data yang dituduhkan AS terhadap agen peretas Tiongkok juga termasuk desain helikopter, kapal, jet tempur dan beberapa sistem pertahanan misil AS lainnya (Holden, 2014). Pemerintah Tiongkok menolak tuduhan yang dilayangkan AS alih-alih negara ini meresponnya dengan dikeluarkannya kebijakan Great Firewall of Tiongkok (GFWoC). berupa pelarangan akses internet yang dianggap mengandung pornografi, perbedaan pandangan politik, pemberitaan negatif tentang negara Tiongkok baik yang beredar di situs-situs berita maupun media sosial. Hal ini membuat AS tidak bisa memperluas pasar teknologinya secara maksimal ke Tiongkok. Meski rivalitas keduanya berlangsung intensif namun di sisi lain hal ini menjadi dilematis karena kedua negara ini memiliki ketergantungan dan keterhubungan dalam industri teknologi. Tulisan ini akan berusaha melihat peran organisasi internasional dalam menangani perang cyber antara AS dan Tiongkok.

International Telecommunication Union (ITU) adalah badan khusus PBB yang menangani teknologi, informasi, dan komunikasi. ITU didirikan pada tahun 1865 dengan tujuan untuk memfasilitasi konektivitas internasional dalam jaringan komunikasi, mengalokasikan spektrum radio global dan orbit satelit, mengembangkan standar teknis untuk memastikan jaringan dan teknologi saling terhubung dengan mulus, dan berupaya meningkatkan akses ke teknologi, informasi, komunikasi kepada komunitas yang kurang terlayani di seluruh dunia. Sehingga pada intinya ITU berkomitmen untuk menghubungkan semua orang di dunia serta melindungi dan mendukung hak setiap orang untuk berkomunikasi.

 Selain itu, ITU juga memiliki peran yang besar dalam membangun kenyamanan dan keamanan negara saat menggunakan alat telekomunikasi, hal ini diperjelas ketika perkumpulan negara anggota di WSIS (World Summit of the Information Society) tahun 2013 yang didasari dari Plenipotentiary Conference tahun 2006. Dari hasil pertemuan tersebut menjelaskan bahwa ITU memiliki peran penting sebagai fasilitator guna membangun aksi C5, yaitu: Cybersecurity, Collaborative, Corporation, Child, dan Cyberthreat (www.itu.int, 2015). 

Sehingga, dalam kasus perang cyber antara AS dan Tiongkok ITU memiliki peran penting sebagai fasilitator dalam menciptakan keamanan cyber di dunia. Namun untuk menciptakan keamanan ini dibutuhkan kolaborasi banyak pihak diantaranya organisasi internasional yang berkaitan dengan cyber security dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun