Mohon tunggu...
Rasya dy Shamrat
Rasya dy Shamrat Mohon Tunggu... Petani - HM R

Belajar untuk meyakinkan usaha sampai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mahasiswa dan Intimidasi Warisan Mayoritas

3 November 2018   21:14 Diperbarui: 3 November 2018   21:23 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen foto pribadi HM R SHamrat

(Sabtu 31 Oktober 2018 Pukul 12 : 11 PM)

 Dimulai dari percakapan dan chatingan (bahasa kerennya) disalah satu akun media sosial whats app (WA) . Saya gembira, dan merasa terkejut mendapatkan kiriman pesan perihal pemberitahuan. Dan pada saat saya membuka pesan yang masuk perihal pemberitahuan itu, isinya bertuliskan   

" PEMBERITAHUAN...!!! Diberitahukan kepada seluruh civitas akademika. Bahwa tanggal 5 november 2018, universitas wiraraja akan mengadakan dan melangsungkan pesta demokrasi mahasiswa. Dengan pesta pemilihan serentak calon kandidat ketua BEM & DLM diTingkat Fakultas". 

Saya gembira, karena pertama. Universitas wiraraja yang notabene adalah salah satu dari perguruan tinggi swasta yang ada diKabupaten Sumenep ujung timur pulau Madura, perguruan tinggi yang mampu menyimpan harta karun dan mutiara dalam diri seorang calon sarjananya (mahasiswa) yang selalu konsisten dalam mengemban tugasnya (Tri Darma Perguruan Tinggi) dan konsisten melalui fungsi dan perannya (agen sosial control, agen of change, dan iron stock ). Dari harta karun dan mutiara yang disimpan dalam diri seorang calon sarjana (mahasiswa) itu, harapannya tidak lain ialah  mampu mengabdikan dan memancarkan keringat atas bongkahan mutiara yang ia cari semasa ombak dan benturan sks perkuliahan. Kedua, saya gembira karena masih ada kandidat untuk maju sebagai calon ketua DLM & BEM dalam rangka memeriahkan ajang selebrasi tahunan diwilayah perguruan tinggi.  Ketiga, saya gembira karena pemilihan kandidat calon ketua DLM & BEM tingkat fakultas itu dilakukan secara serentak (bukan serentak golput ya guys..hehe) tapi serentak untuk menentukan pilihan yang menurut kita itu baik. Serentak untuk bertempur dimedan kebenaran, bukan justru kemenangan yang hanya bertahan sesaat.

Namun, kegembiraan itu justru hambar ketika dihadapkan pada realitas dan asumsi yang dibangun atas dasar hanya karena kepentingan jabatan politik mayoritas tertentu. Tragedi politik mayoritas sengaja dibangun oleh karena keyakinan ideologi yang dipolitisasi terlalu berlebihan. Sehinga, cenderung keyakinan ideologi itulah yang menjadi kebenaran dintara pencarian kebenaran minoritas. Bahkan yang lebih tragis, ketika ada tragedi intimidasi yang selipkan dalam bentuk paragraph dan kampanye visi dan misi seorang calon kandidat ketua  BEM & DLM tingkat fakultas. Mungkin hal yang sepeleh ketika tragedi intimidasi itu dilakukan dalam ruang lingkup skop yang kecil (perguruan tinggi/ kantin kampus). Namun justru, dari benih yang sepeleh inilah akan berakar tumbuh dan berkembang menjadi bibit pelaku dari tragedi intimidasi selanjutnya (intimidasi warisan). Maka tidak heran, ketika masyarakat kampus lebih menyatakan dan tidak ingin masuk kedalam dunia politik kampus seperti warisan pemilihan BEM & DLM yang merupakan pesta tahunan bagi dunia mahasiswa. Dan akibat dari warisan itu sebdiri, politik kampus kerap disalah pahami sebagai wujud dari pada politisasi kampus (politik praktis-lah bahasa kerennya). Padahal dalam realitasnya politik kampus adalah lawan sekaligus oposisi dari politik praktis. Tidak jarang kesalahpahaman itulah yang berdampak cultural bagi sebagian besar mahasiswa dalam memandang politik kampus. Dinilainya sebagai gerakan yg pragmatis yang bergerak hanya untuk mendapat posisi-posisi strategis tertentu dilingkungan kampus. Disatu pihak, kelompok gerakan disebut pragmatis. Dan dilain pihak kelompok pencela disebut apatis dan apolitis yang pada akhirnya tidak memiliki temu diantara keduanya.

Dari sinilah, untuk mencabut akar dari pada mayoritas intimidasi warisan kampus tidak kemudian dengan cara menggali dan kemudian menebangnya secara rata. Melainkan justru, menghadirkan pupuk-pupuk semangat pluralisme diantara mayoritas dan minoritas melebur pada masyarakat kampus. Proses peleburan kemajemukan serta perbedaan pandangan itulah budaya ideology visi dan misi telah membentuk suatu keharmonisan suatu masyarakat kampus yang plural akan keyakinan visi dan misinya. Sehingga muncul suatu kesadran hidup dengan visi kegotong royongan dalam kemajemukan untuk memperjuangkan dan mempertahankan masyarakat kampus dari berbagai bentuk warisan intimidasi. Dan didalam konteks pluralisme inilah Nurcholish Madjid atau yang lebih kita kenal Cak Nur dalam bukunya Yasmadi, Modernisasi Pesantren. Memberikan pandangannya terkait  " faham kemajemukan masyarakat atau pluralisme tidak cukup hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi lebih dari itu harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan masyarakat yang majemuk itu sebagai nilai positif yang merupakan rahmat tuhan yang maha esa kepada manusia".

" Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang sendirian"  Ir. Soekarno.

Selamat Dan Sukses Pemilu Raya Universitas Wiraraja 05 November 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun