Mohon tunggu...
rania nabilah
rania nabilah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Komunikasi SV Institut Pertanian Bogor

Undergraduate Communication Student at Institut Pertanian Bogor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nasib Pendidikan Anak-Anak dari Keluarga Prasejahtera

12 Juli 2021   11:11 Diperbarui: 12 Juli 2021   22:46 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pandemi Covid-19 hampir membuat aktifitas di berbagai sektor berubah, salah satunya sektor pendidikan. Anak-anak diharuskan belajar di rumah masing-masing melalui daring. Lalu bagaimana nasib anak-anak yang hidup dalam keluarga prasejahtera, seperti anak pengupas bawang di Kampung Tengah atau anak pemulung di Bantargebang?

Mari kita bahas bagaimana kehidupan anak-anak di Bantargebang. Pada hari minggu, tepatnya tanggal 25 Januari 2020 lalu. Saya dan beberapa teman-teman relawan mendatangi salah satu kampung di Bantargebang, untuk mengajak anak-anak yang belum mengenyam pendidikan atau putus sekolah agar bergabung dengan program kami yaitu Sekolah Pintar. Kampung tersebut berjarak kurang lebih lima puluh meter dari tumpukan gunung sampah.

Beberapa orang tua dengan senang hati memperbolehkan anaknya untuk bergabung, tetapi, tidak sedikit juga yang melarang. Alasannya hanya satu; "Nanti anak saya tidak bekerja (memulung) malah keasyikan belajar. Bagaimana bisa dapat duit?" Dari sana saya menyadari satu hal, masih banyak orang tua yang memandang remeh pendidikan. Sementara itu, banyak anak dari orang tua tersebut memiliki semangat belajar kuat dan rela bekerja seusai belajar. Akhirnya kami berdiskusi bersama orang tua untuk mencari waktu yang fleksibel agar anak-anak bisa mengikuti kegiatan belajar.

Saat pandemi Covid-19 muncul, anak diharuskan menjalani sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Namun, orang tua mengeluh karena sarana dan prasarana PJJ yang tidak mendukung. Pendapatan keluarga yang turun drastis juga turut andil dalam mempersulit kegiatan PJJ. Harga sampah awalnya berada di kisaran Rp. 80.000 hingga Rp. 100.000 per hari, sekarang hanya Rp. 50.000 sampai Rp. 70.000. "Buat makan dari mulung aja pas-pasan, Neng. Cukupnya buat beli telur sama mi," ujar salah satu orang tua yang saya hubungi beberapa hari lalu.

Pengajar sering kali mengirimkan tugas atau materi melalui aplikasi Whatsapp. Tetapi banyak orang tua yang buta huruf, sehingga mereka sering kali kesulitan membantu anaknya dalam mengerjakan tugas. Internet juga menjadi salah satu penghalang dalam berlangsungnya PJJ. Pasalnya, orang tua tidak mampu untuk membeli kuota internet. Jaringan internet juga kurang memadai untuk kegiatan PJJ.

Berikutnya mari membahas anak-anak yang berada di Kampung Tengah. Ketika pandemi Covid-19 berlangsung, saya mengikuti salah satu kegiatan kerelawanan dengan salah satu organisasi Non-Government Organization (NGO) selama kurang lebih enam bulan. Saya mendapatkan bagian untuk mengajar pelajaran matematika dan bahasa Inggris di kelas satu dan dua sekolah dasar. Kegiatan ini berlangsung via daring melalui platform Zoom.

Rata-rata orang tua dari anak-anak tersebut berpenghasilan dari hasil mengupas bawang dan porter di pasar Induk Kramatjati. Ketika pandemi Covid-19 melanda, tentu membuat penghasilan menurun. Alhasil, banyak anak-anak di Kampung Tengah yang putus sekolah dan tidak melanjutkan pendidikannya. Dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk melakukan pembelajaran daring, kami mencari sponsor yang dapat membantu kegiatan belajar mengajar.

Alhamulillah, beberapa anak yang sangat membutuhkan bantuan ponsel dan kuota internet dapat terpenuhi dan kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana. Tidak melulu bergantung dengan sponsor, kami memiliki divisi kewirausahaan yang sangat membantu pemasukan kas organisasi. Mereka membuat kue, roti, dan juga makanan lainnya. Ibu dari anak-anak juga turut membantu dalam pembuatan makanan tersebut, sehingga mendapatkan penghasilan tambahan selain mengupas bawang.

Beberapa pertanyaan tidak mengenakan sempat terdengar di telinga, seperti; "Biar apa ngajar, biar keren ikut volunteer?", "Gedenya mau jadi guru?", "Kenapa pusing mikirin pendidikan orang lain? Harusnya salahin orang tuanya yang gak bisa ngasih pendidikan," dan "Ngapain buang tenaga, dapet duit juga enggak." Pertanyaan seperti itu sudah menjadi hal biasa untuk saya dan beberapa teman relawan saya. Kita harus ekstra sabar menghadapi pandangan miring orang-orang yang masih belum paham betul tentang pentingnya pendidikan.

Saya pernah mendengar salah satu guru mengatakan, "Pintar generasinya, maju bangsanya." Lalu saya bertanya pada diri sendiri, sudah sepintar apa generasi Indonesia? Ternyata masih banyak daerah pelosok Indonesia yang belum mendapatkan pendidikan layak. Sejak saat itu, saya langsung berbicara dengan diri sendiri, jika mereka membutuhkan bantuan kita. Hal itu juga tidak mempengaruhi cita-cita saya seperti perkataan orang tadi. Jika ada perkataan menyebutkan orang tua tidak mampu memberikan pendidikan yang layak, kita tidak bisa memilih di mana kita dilahirkan. Tidak ada orang tua yang tidak membanting tulang untuk anaknya.

Dengan adanya tulisan yang menceritakan pengalaman pribadi saya dengan kegiatan kerelawanan, adalah untuk menyadarkan kita semua bahwa masih banyak anak-anak di luar sana yang belum mendapatkan pendidikan layak. Kita semua bisa, hanya butuh sedikit kesadaran untuk kita mau membantu. Saya juga masih harus banyak mempelajari materi anak sekolah dasar ketika berada di kegiatan kerelawanan. Relawan juga bukan hanya mengajar saja, loh. Banyak bidang-bidang lain seperti videografer, public relation (humas), wirausaha, dan masih banyak lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun