Mohon tunggu...
Rangga Hilmawan
Rangga Hilmawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pemikiran adalah senjata Mematikan. Tulisan adalah peluru paling tajam

Seorang Pemuda Betawi - Sunda

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Paradoks Pengetahuan Historis

12 April 2020   20:13 Diperbarui: 12 April 2020   20:19 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa abad lalu pengetahuan manusia meningkat pelan-pelan, begitu pula politik dan ekonomi berubah dengan kecepatan gontai. Kini pengetahuan kita meningkat dengan kecepatan yang mencengangkan, dan secara teoritis kita seharusnya memahami dunia lebih baik dan lebih baik lagi.

Namun, justru sebaliknya, kita mempercepat akumulasi pengetahuan, yang mengarah pada lonjakan-lonjakan yang lebih cepat dan lebih besar. Akibatnya, semakin sedikit dan semakin sedikit kemampuan kita dalam memahami masa kini, atau memprediksi masa depan.

Prediksi yang coba saya maksudkan adalah prediksi ini bukanlah risalah, melainkan lebih merupakan cara mendiskusikan pilihan-pilihan kita saat ini. Jika diskusi membuat kita memilih yang lain, dan prediksi ini terbukti salah, maka itulah yang lebih baik.

Lalu apa gunanya prediksi jika semua tidak bisa merubah apapun? Sebagai perbandingan, proses perkembangan manusia beraksi pada prediksi-prediksi kita. Sepakat?

Maka, semakin bagus prediksi kita, semakin banyak reaksi yang timbul. Karena itu, secara paradoks saat kita mengakumulasi semakin banyak banyak data dan meningkatkan kemampuan hitung kita, peristiwa-peristiwa menjadi semakin liar dan tidak terduga. Semakin banyak kita tahu, semakin sedikit kita mampu memprediksi.

Bayangkan misalnya, suatu hari para ahli menggambarkan hukum dasar ekonomi, ketika ini terjadi, bank-bank, pemerintahan, investor, dan konsumen akan menggunakan pengetahuan baru ini untuk bertindak dengan cara baru, dan mendapatkan keunggulan atas para pesaing. Apa gunanya pengetahuan baru jika tidak mengarah pada perilaku baru?

Sayangnya, begitu orang mengubah cara mereka berprilaku, teori-teori ekonomi menjadi tidak berguna lagi. Kita mungkin memahami bagaimana ekonomi berfungsi pada masa lalu, tetapi kita tidak lagi bisa  bisa memahami bagaimana ia berfungsi pada masa sekarang, apalagi pada masa yang akan datang..

Ini bukan contoh hipotesis, pada pertengahan abad ke-19, Karl Marx mencapai pemandangan ekonomi yang brilian. Berdasarkan pemandangannya, Marx merancang sebuah konflik yang sengit antara kaom proletar dan kapitalis, yang dalam rancang pemikirannya itu akan adanya kemenangan tak terelakan kaum proletar serta runtuhnya sistem kapitalis.

Dia yakin bahwa revolusi akan bermula di negara-negara yang mempelopori revokusi industri, seperti Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat, lalu menyebar ke seluruh penjuru dunia. Marx LUPA bahwa kaum kapitalis bisa membaca.

Mula-mula hanya segelintir orang menanggapi serius dan membaca tulisannya. Namun, setelah penyeru sosialis ini mendapatkan pengikut dan kekuasaan, kaum kapitalispun waspada. Mereka juga memburu Das Kapitalis, mengambil ilmu dan banyak sudut pandang Marx.

Saat orang-orang banyak mengadopsi diagnosis Marx, merekapun menyesuaikan perilaku. Kaum kapitalis Inggris dan Prancis berusaha memperbaiki nasib para buruh, memperkuat kesadaran nasional mereka dan mengintegrasikan mereka kedalam sistem politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun