Mohon tunggu...
Ramaditya DH
Ramaditya DH Mohon Tunggu... -

Pemuda yang sedang belajar membaca dan menulis | Saya tidak kekinian, hanya aktif di Twitter | Silahkan main ke @ramaditya_20 jika ingin mengenal lebih dekat :)

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kisah Francesco Totti; Sosok Inspiratif dan Wujud Nyata Sebuah Loyalitas

13 Juni 2017   11:00 Diperbarui: 13 Juni 2017   11:12 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: FrancescoTotti.Pict


"Ketika saya masih kecil, saya bermimpi untuk mengakhiri karir saya hanya dengan membela satu klub yang saya cintai."

Diawal tulisan ini, sengaja saya cantumkan pernyataan Francesco Totti yang pada akhirnya menjadi realita dan fenomenal. Sebenarnya dalam hal ini saya tak ada maksud apapun. Hanya saja saya ingin menuntun kalian kepada suatu hal yang bagi saya prinsipil dan juga konstan, yang kiranya tak mungkin dilakukan pesepakbola manapun selain oleh seorang loyalis dan penuh taat satu ini.

Dari ucapan Totti yang demikian, saya yakin banyak yang bertanya tentang kebodohan sikap seorang Totti yang mementingkan karirnya (yang tidak begitu cemerlang) di satu klub, dibanding meraup gelimang komplimen bersama beberapa klub besar yang berniat memakai tenaganya.

Saya sendiri terpaksa bingung kenapa "Sang Pangeran" begitu nyaman dengan stagnasi yang dialaminya. Meskipun bagi dirinya apapun yang menjadi keputusannya diyakini akan baik-baik saja, namun itu tidak membahagiakan. Dia telah mengorbankan banyak hal yang seharusnya bisa menyandingkan namanya setara dengan pemain hebat pada masa emasnya seperti Zidane, Henry, atau Ronaldinho. Lebih dari itu, bahkan dia bisa mengalahkan nama Michael Owen, Raul Gonzalez, Oliver Kahn, dan David Beckham dalam perburuan Ballon d'Or.

Saya merupakan orang yang menggemari seorang Fransesco Totti semenjak dia terlihat moncer bersama dua attacante milik AS Roma kala itu, Montella dan Batistuta. Saya cukup menyaksikan kedigdayaan trio duet maut yang dimiliki allenatore Fabio "Don" Capello ini. Hingga pada ujungnya kerjasama mereka mampu membawa tim pujaan Romanisti meraih gelar Serie A ketiganya setelah 17 musim hanya puas menjadi kontestan semata.

Meskipun saat itu ada nama Hidoteshi Nakata yang terkadang mengganggu romantisme mereka bertiga, namun peran Totti tak tergantikan. Bagi saya Totti adalah protagonistatim Serigala Ibukota dalam setiap laga yang dimainkan. Sentuhan magic yang kerap ia pertontonkan memicu saya untuk bergegas mengklaim bahwa dia pesepakbola pertama yang (wajib) saya idolakan.

Kita sangat memahami bahwa caranya men-dribble bola tak selicin kompatriotnya di AS Roma kala itu, Marco Delvecchio. Dalam bersepakbola saya berusaha keras meniru gayanya yang tak banyak bergerak di lapangan, namun mampu menafsirkan ruang dan menciptakan peluang berbahaya. Pada lain sisi, instingnya yang tajam terutama dalam membaca kelengahan kiper adalah superioritas yang dimilikinya.

Cukup teringat sekali bagaimana ia mencongkel bola ke gawang Julio Cesar dari luar kotak penalti setelah terlebih dahulu melakukan solo run dari tengah lapangan dan mengecoh Esteban Cambiasso yang sampai saat ini terus saya praktekan di lapangan meskipun tak sekalipun berhasil. Pergerakannya yang dinamis, dipadu dengan perbawa bak figur seorang Mahatma Gandhi dalam memimpin India dan rakyatnya hingga mengantarkan negara kelahirannya itu ke gerbang kemerdekaan, sekali lagi, mempertegas bahwa Totti layak menjadi panutan dan sosok inspiratif yang sesungguhnya.

Sampai-sampai, saking terpesonanya, secara kebetulan nickname saya adalah "Tyok", setiap jersey yang saya beli atas nama Totti selalu saya tambahkan kata "yok" dengan alat tulis seadanya hingga menjadi "Tottiyok". Dari kekonyolan ini saya tak jarang mendapat bullying dari teman-teman kecil saya lantaran sikap yang dianggap ndeso dan kampungan.

Bahkan akibat ke-alay-an macam ini, amukan dari bapak saya kerap terjadi. Kejadiannya selalu berawal setelah ibu menyetrika. Lalu, dengan suara sedikit lantang, bapak berkata, "kaos larang-larang kok ditulisi ngono. Mbok ya diregani lek ditukokno wong tuo. Iki lek wis ngene, terus piye ? Arep dibusek yo raiso!"(Kaos mahal-mahal malah ditulisi seperti itu. Hargailah sesuatu yang dibelikan oleh orangtua. Kalau sudah begini lantas bagaimana? Mau dihapus juga tidak bisa!).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun