Sang Loyalis Abadi
Francesco Totti menempatkan dirinya pada tempat yang dirasa tepat. Keputusan dan tindakan yang dilakukan nampaknya tanpa melalui pemikiran yang panjang atau mungkin perdebatan sengit. Dia mengikuti absurditas visi batinnya; meyakini suatu hal yang tak pasti arahnya. Memberanikan diri untuk berjuang dalam suatu klub yang kala itu reputasinya tak sebaik Sampdoria, Napoli, juga AC Milan.
Totti memang makhluk aneh. Ia cepat mengambil langkah tanpa memikirkan dampaknya. Bermain sepanjang 24 tahun dan hanya dihabiskan pada satu klub itu bukan hal yang baik untuk karir pesepakbola. Sebab manusia adalah makhluk sosial. Manusia membutuhkan banyak teman untuk menambah saudara. Dan sampai usianya yang sudah berkepala empat sekarang, saya kira Totti tidak cukup banyak mengenal pesepakbola dari beberapa liga top Eropa lainnya.
Namun ada sedikit hal positif yang patut diketahui. Totti adalah anak yang berbakti kepada orangtua, terutama kepada ibundanya. Fiorella Totti, ibunda Totti, adalah orang yang paling berjasa dalam karirnya di AS Roma. Dia orang pertama yang bersikukuh agar Totti kelak dapat membela panji l Gialorossi. Layaknya paranormal, Fiorella sepertinya mempunyai indera keenam; mampu menerawang masa depan Totti yang suatu saat akan menjadi raja di tanah kelahirannya.
Sejatinya, Totti sekeluarga adalah Romanisti. Saya pun tak tau persis apakah Fiorella benci setengah mati kepada Lazio layaknya sinisme yang kerap dipertunjukkan Romanisti pada umumnya ketika melihat tim rivalnya tersebut mengangkat trophy, atau mungkin ada alasan logis lainnya sehingga tidak mengirimkan anaknya ini ke akademi sepakbola SS Lazio.
Padahal saat itu akademi Lazio tidaklah buruk. Ada sosok Alesandro Nesta yang akan menjadi teman kecil Totti dalam mengenyam pendidikan sepakbolanya. Juga namanya pasti mudah melejit karena saat itu Lazio tidak banyak dihuni pemain bintang. Mungkin, seandainya Totti melakukan debut pada tahun yang sama seperti di tim Serigala Ibukota, hanya nama Marco Di Vaio lah yang menjadi pesaing beratnya. Bahkan, lebih jauh lagi, nama Totti akan diagungkan oleh fans Lazio, mengungguli nama Simone Inzaghi atau Silvio Piola sekalipun.
Namun, ibu adalah makhluk mulia yang paling mengerti untuk kebaikan anaknya. Begitupun dengan Fiorella. Dia paham tentang segala baik buruk untuk anaknya. Seandainya saja Fiorella kurang over protektif, dan Milan sukses mendatangkan Totti di usia yang sangat belia, 13 tahun, maka saat ini kita tidak akan sibuk menangisi kepergian Totti. Dan pesta monumental seperti yang dilakukan di Stadion Olimpico (28/5) tidak akan pernah terjadi.
Seperti kenang pemain yang pernah menyandang predikat kapten termuda AS Roma pada usia 21 tahun ini, "Hal itu tidak terjadi karena ibu saya menolaknya. Dia tak ingin saya jauh-jauh pergi dari rumah karena khawatir mungkin akan terjadi sesuatu. Sulit memang untuk mengatakan tidak kepada klub seperti AC Milan yang memiliki banyak uang untuk keluarga kami. Tetapi, hari itu ibu saya memberi pelajaran bahwa rumah adalah sesuatu yang paling penting di dalam hidup."
Untuk urusan kesetiaan dan loyalitas, di Italia hanyalah nama Paolo Maldini yang menyamai jejak "Pangeran Roma" ini. Untuk ranah Britania Raya, nama Ryan Giggs dan Paul Scholes dapat disandingkan dengan pemain yang mendapat penghargaan Golden Foot pada 2010 tersebut.
Namun Totti adalah Totti. Bagi saya, dia adalah wujud nyata sebuah loyalitas. Namanya tak sementereng Ballotelli yang masyhur karena kontroversinya, atau seperti Paul Pogba yang menjadi pelanggan tetap barber shop di Manchester. Dia dapat dikenal dengan cukup sederhana. Hanya menyebut namanya, orang akan tau bahwa Totti adalah AS Roma, dan AS Roma adalah Totti. Sesimpel itu cara untuk mengenangnya.
Kisah kesetiaan dan loyalitasnya tak bisa disejajarkan dengan segenap militansi (yang dilakukan mati-matian oleh) relawan pengusung pasangan calon Pilkada yang sering kita lihat. Seperti ucapan Totti yang telah saya cantumkan diawal tulisan ini, dia mencintai AS Roma melebihi segalanya. Begitupun cintanya pada Romanisti. "Saya bisa saja memenangkan satu atau dua Ballon d'Or jika dulu saya menerima tawaran dari Real Madrid. Namun, Ballon d'Or saya adalah cinta dari Romanisti," cetusnya.