Tahukah kita apa itu iman? Pertanyaan seperti apa ini!? Pasti tahulah kita! Iman itu berarti 'kepercayaan', ya kan!? Tidak salah memang, namun bisa saja keliru. Maksudnya?
Begini, iman menurut kamus besar bahasa Indonesia  (kbbi) adalah anggapan atau keyakinan sesuatu yang dipercaya itu benar dan nyata, sedangkan definisi lainnya mengatakan iman sesuai bahasanya diartikan sebagai kata membenarkan atau dengan kata lain iman itu merupakan keyakinan dalam hati.
Doktrin itu apa sih? Terus konspirasi itu, apa? Baiklah, mari kita perjelas apa itu doktrin dan apa itu konspirasi.
Doktrin adalah sebuah pemaksaan cara berpikir kita terhadap orang lain dengan jalan mempengaruhi, sehingga mempunyai pola berpikir yang sama. Sering doktrinasi itu dilakukan melalui diskusi, debat, pertanyaan retoris dan lain sebagainya.
Konspirasi memiliki artian bahwa adanya sebuah kesepakatan sekelompok orang yang memiliki pola serta cara berpikir yang sama (hasil indoktrinasi) terhadap sebuah serangkaian peristiwa, direncanakan secara rahasia, tujuan ingin memperdaya, yang dilakukan dengan cara diam-diam, adakalanya secara terbuka. Jelas, ya!!!
Bila sudah jelas, mari kita lanjutkan.
Lalu hubungannya diantara ketiganya, terletak pada proses bagaimana iman itu ada dan berubah pengertiannya menjadi doktrin sehingga menimbulkan efek keyakinan atau kepercayaan akan sesuatu yang belum tentu kebenarannya, melalui sekelompok orang yang melakukan konspirasi bahwasanya segala sesuatu yang diyakini itu adalah sebuah kebenaran.
Dengan demikian, Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Oleh sebab itu, iman perlu juga diwujudkan melalui perbuatan-perbuatan nyata, gunanya untuk menunjukkan kebenaran dari iman itu.Â
Benar juga perkataan tentang orang yang benar akan hidup oleh iman.
Proses sistem berpikir yang kita lakukan terhadap orang lain (indoktrinasi) merupakan perbuatan konspirasi kita akan segala sesuatu yang belum bisa kita buktikan, dengan menghasilkan sebuah pembenaran, hingga menciptakan kebohongan, dan orang lain pun menganggap itu sebagai kebenaran.
Lain halnya bila segala sesuatu yang kita anggap sebagai doktrin telah dibuktikan melalui bukti-bukti yang nyata, tidak berdasarkan pada konspirasi, bukan pula hasil pembenaran, bisa saja hal itu diakui sebagai situasi yang kondisional, dan bukan tidak mungkin bisa disimpulkan sebagai kebenaran.