Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Membangun Budaya Literasi di Era Gawai Itu Mudah, Kok Bisa?

22 September 2019   17:32 Diperbarui: 22 September 2019   21:46 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deskripsi : Membangun Budaya Literasi di Era Gawai itu Mudah I Sumber Foto: netguru.com

"Dek, saya lihat kamu suka membaca. Mau tidak Mamas ajari menulis ? " tawaran Almarhum kakak Satria Adhi saat dirinya berkerja di Trans 7 tahun 2009.

Saya ingat sekali bagaimana almarhum Kakak (Satria Adhi / Mamas) mengarahkan untuk saya menulis 300 kata seminggu sekali. Dirinya memahami bahwa bagi penulis pemula tidak bisa dipaksa untuk menulis panjang. 

Hal yang membuat seseorang sulit untuk membangun budaya menulis karena bingung memulai paragaraf pertama. Para penulis pemula ketika akan menulis kesulitan menemukan kalimat pertama karena terlalu menggunakan logika (otak kiri). Belum membiasakan menggunakan otak kanan.

Pada tahun 2009 Almarhum Kakak sudah berkerja di Trans 7 yang mengerti bahwa dalam beberapa tahun kedepan budaya literasi di era gawai (android) akan bersinar. Pada era gawai tulisan yang enak dibaca dikisaran 300 s/d 1500 kata, tidak lagi tulisan dengan jumlah kata yang panjang seperti pada media cetak.

Almarhum kakak memberikan sarana untuk memancing saya menulis dengan membelikan sebuah novel. Saya ingat sekali novel yang dibelikan yaitu Ketika Cinta Bertasbih. Sebuah novel roman Indonesia yang dikarang oleh Habiburrahman El Shirazy dan diterbitkan pada tahun 2007 oleh Republika-Basmallah. Dirinya yakin saya tidak akan kesulitan menyelesaikan membaca novel ini karena saya suka membaca dan traveling.

Sebagai mantan jurnalis cetak majalah Kartini ( 2004 s/d 2005 ) di tahun 2009, dirinya mengajari bagaimana menghasilkan tulisan story telling, terstruktur, enak dibaca (minimal untuk diri sendiri), dan memberi nilai pesan.

Apa yang Almarhum Kakak pupuk membuahkan hasil dan saya rasakan saat ini.  Saya telah menjuarai 42 lomba blog (juara 1,2,3, harapan dan favorit) dari tahun 2015 s/d 2019, dan mendapatkan pekerjaan menulis dari beberapa agency dan komunitas blogger. Bahkan saat ini di RSKO Jakarta saya ditugaskan sebagai content writer.

Baca juga : Dibalik Rahasia Rezeki Menang Lomba Blog 40 Kali

Budaya literasi sejatinya sudah dimulai sejak kecil oleh kedua orang tua. Saya ingat sekali bagaimana Almarhum Bapak terbiasa mendongeng sebelum tidur. Bapak dan Ibu suka membelikan kami (saya dan Almarhum Kakak) bacaan bergambar. Bahkan saat kami masih sekolah, Almarhum Bapak berlangganan koran.

Ibu adalah peletak dasar peradaban. Ibu yang cerdas akan mewariskan generasi cerdas, untuk itu Ibu ku menanamkan gemar membaca pada anak-anaknya. Ini terkait erat dengan proses belajar. Manusia dikatakan unggul apabila senantiasa meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun